PEDOMAN
BERMUHAMMADIYAH
D I H I M P U N
UNTUK
BAHAN KAJIAN MUBALIGH/MUBALIGHAT,
PIMPINAN DAN WARGA MUHAMMADIYAH
( KALANGAN SENDIRI )
PIMPINAN DAERAH MUHAMMADIYAH
CILACAP-JAWA TENGAH
Sekretariat : Jl. Jend. Soedirman 81 Telp : (0282) 535409
KATA PENGANTAR
Bimillahir rahmanir rahiem.
Alhamdulillah Pimpinan Daerah Muhammadiyah Cilacap, telah berhasil menghimpun beberapa qaidah yang telah dikeluarkan oleh Persyarikatan, baik keputusan muktamar maupun keputusan tanwir. Mengingat isi diktat ini sangat penting dan menjadi kebutuhan utama warga Muhammadiyah untuk mempelajari Muhammadiyah, maka diberi judul PEDOMAN BERMUHAMMADIYAH.
Adapun isi dari pada diktat ini kami himpun dari beberapa sumber, diantaranya adalah :
1. Buku : “Materi Induk Perkaderan Muhammadiyah “ yang dikeluarkan oleh BPK Pusat tahun 1415 H / 1994 M.
2. Buku : “ Warisan Intelektual KH. Ahmad Dahlan dan Amal Usaha Muhammadiyah” oleh Drs. Abdul Munir Mulkan, SU , dengan penerbit PT. Percetakan Persatuan Yogyakarta tahun 1990.
3. Buku : “Pedoman Bermuhammadiyah“ yang dikeluarkan oleh BPK Pusat tahun 1415 H / 1994 M, yang berisi empat keputusan persyarikatan.
4. Buku : “Himpunan Keputusan Tarjih Muhammadiyah“.
5. Tanfidz Keputusan Muktamar Muhammadiyah.
6. Dan lain-lain.
Pimpinan Daerah Muhammadiyah Cilacap mengeluarkan diktat ini, dimaksudkan untuk dapat dijadikan sebagai bahan kajian dalam mempelajari dan mendalami pokok-pokok pendirian Muhammadiyah serta cara dan langkah yang ditempuh dalam memperjuangkannya.
Oleh karena itu kepada para Mubaligh Muhammadiyah, Pimpinan Persyarikatan dengan segenap Majlis/Badan Pembantu Pimpinan-nya, serta organisasi otonom tingkat daerah, cabang dan ranting diharapkan dapat menggunakan diktat ini untuk keperluan kajian, penataran dan pembinaan anggota.
Demikianlah semoga bermanfaat adanya.
Cilacap, 9 Maret 2004
Pimpinan Daerah Muhammadiyah Cilacap
Sekretaris,
H. Sapto Giri Haryoto,SE
NBM : 734 212
D A F T A R I S I
===================
1. KATA PENGANTAR
2. PENGANTAR PEMAHAMAN AGAMA MENURUT MUHAMMADIYAH
3. POKOK-POKOK PIKIRAN KH. AHMAD DAHLAN
4. KEPRIBADIAN MUHAMMADIYAH
5. MUQADIMAH ANGGARAN DASAR MUHAMMADIYAH
6. KEYAKINAN DAN CITA-CITA HIDUP (MKCH) MUHAMMADIYAH
7. KHITTAH PERJUANGAN MUHAMMADIYAH (Keputusan Muktamar ke 40 Surabaya )
8. KHITTAH MUHAMMADIYAH DALAM KEHIDUPAN BERBANGSA DAN BERNEGARA (Keputusan Sidang Tanwir 2002 M )
9. KITAB MASALAH
10. POKOK-POKOK MANHAJ MAJLIS TARJIH MUHAMMADIYAH.
11. ANGGARAN DASAR MUHAMMADIYAH ( Keputusan Muktamar 44, 2000 M)
12. ANGGARAN RUMAH TANGGA MUHAMMADIYAH (Keputusan Tanwir 2003 M )
PENGANTAR PEMAHAMAN AGAMA
MENURUT MUHAMMADIYAH
I. PENDAHULUAN
Muhammadiyah adalah gerakan Islam dan da’wah ammar ma’ruf nahi munkar beraqidah Islam dan bersumber pada al-Qur’an dan Sunnah, yang didirikan di Yogyakarta pada tanggal 8 Dzulhijjah 1330 H bertepatan dengan 18 Nopember 1912 M oleh KH.Ahmad Dahlan. Disamping itu sejak berdirinya Muhammadiyah telah menyandang 3(tiga) predikat yaitu gerakan Islam, gerakan da’wah dan gerakan tajdid.
Sebagai gerakan Islam, artinya dalam melaksanakan dan memperjuangkan keyakinan dan cita-cita hidupnya senantiasa menurut cara yang ditetapkan oleh Islam. Dan berkeyakinan bahwa hanya Islam itulah yang bisa menjamin kehidupan yang hakiki di dunia dan di akherat. Oleh karena dasar pendirian tersebut, maka Muhammadiyah berjuang mewujudkan syari’at Islam dalam kehidupan perseorangan, keluarga dan masyarakat. Segala yang dilakukan oleh Muhammadiyah baik dalam bidang pendidikan, kemasyarakatan, kerumah tanggaan, perekonomian dan lain sebagainya, tak bisa dilepaskan dari usaha untuk melaksanakan keyakinan Islam.
Sebagai gerakan da’wah, artinya dalam memperjuangkan dan mewujudkan keyakinan dan cita-cita hidup Muhammadiyah berdasar dan menurut cara Islam, jalan yang paling benar dan selamat adalah dengan “Da’wah amar ma’ruf nahi mungkar“. Da’wah tersebut dilakukan menurut arti, cara dan tempat yang sebenar-benarnya, seperti yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW. Da’wah Islam yang dimaksud dilakukan dengan hikmat kebijaksanaan, dengan nasehat dan bimbingan yang simpatik.
Sebagai gerakan tajdid, artinya usaha-usaha yang dirintis dan yang dilaksanakan menunjukkan bahwa Muhammasdiyah selalu berusaha memperbaharui dan meningkatkan paham agama dalam Islam, sehingga Islam lebih mudah dapat diterima dan dimengerti oleh segenap lapisan masyarakat. Zaman selalu berubah, manusia terus mencari hal-hal yang baru agar hidupnya enak dan mudah. Agama Islam yang ajarannya senantiasa cocok untuk segala zaman, oleh karena itu memerlukan pembaharuan dalam memahaminya. Cara yang paling tepat dan benar adalah kembali kepada Al Qur’an dan Sunnah nabi.
Paham agama seseorang sangat dipengaruhi oleh bagaimana seseorang memahami agama yang dianutnya. Pemahaman tentang agama tidak bisa lepas dari miliu yang mengitarinya disatu pihak, dan dipihak lain dipengaruhi juga oleh kerangka berpikirnya. Dengan melihat histori mengenai kerangka berpikir atau pemikiran di sekitar ajaran Islam, kita dapat menemukan tiga macam pemikiran yaitu :
pemikiran yang melahirkan aliran atau madzhab, pemikiran yang melahirkan pembaharuan dan pemikiran yang melahirkan eklusivistik.
Oleh karena itu untuk memahami bagaimana paham agama dalam Muhammadiyah, maka kita harus memahami latar belakang kerangka berpikir sebagaimana telah disebutkan diatas. Adapun yang dimaksud dengan Paham Agama dalam Muhammadiyah adalah pemikiran formal Muhammadiyah yang mendasar dalam memahami dan mengamalkan Agama Islam sebagai gerakan Islam, gerakan da’wah dan gerakan tajdid.
2
Untuk memahami apa yang dimaksud dengan Paham Agama dalam Muhammadiyah secara terperinci, dapat ditelusuri dari pada perkembangan pemikiran Muhammadiyah dari waktu ke waktu yang merupakan ciri sebagai gerakan tajdid.
II. PEMIKIRAN YANG MELAHIRKAN ALIRAN ATAU MADZHAB
Sejak semula sumber norma Islam adalah Qur’an dan Sunnah, kemudian dalam perkembangan zaman dan masyarakat timbul berbagai masalah baru dalam kehidupan keagamaan. Akibat dari perkembangan masyarakat dan timbulnya masalah baru, membawa para ulama pada pemahaman, pendalaman dan penafsiran baru mengenai pelbagai aspek keagamaan, yang selanjutnya membawa berbagai macam perbedaan, meskipun perbedaan itu tidaklah prinsipil.
Adapun perbedaan-perbedaan dimaksud secara garis besar dapat dikelompokkan kepada tiga aspek/bidang, yaitu :
1. Lapangan teologi/ilmu kalam.
2. Lapangan Fiqh/syari’ah.
3. Lapangan tasauf/akhlak.
1. Aspek Teologi/Ilmu Kalam :
Penyebab utama timbulnya madzhab dalam bidang teologi/ilmu kalam, adalah faktor politik yang merembes pada persoalan agama, terutama adalah setelah pergantian Khalifah Ali bin Abi Thalib oleh Mu’awiyah bin Abu Shofyan. Pengangkatan seorang khalifah yang semula berdasar musyawarah para pemuka kaum muslimin, sejak Mu’awiyah penggantian khalifah berdasar atas warisan secara turun temurun yang biasa berlaku di negara dengan sistem kerajaan.
Menanggapi kondisi yang demikian tanggapan kaum muslimin sangat beragam, ada yang mendukung tanpa reserve, ada yang secara radikal menentang, ada yang bersifat kompromi dan ada yang netral bahkan ada yang masa bodoh dan lari dari masalah-masalah politik. Secara garis besar masalah tersebut bertumpu pada :
· Siapa yang berhak menjadi Khalifah pengganti Rasulullah.
· Bolehkah ada kholifah lebih dari satu dalam Islam.
· Dosa besar, apakah bisa menjadi sebab halalnya dibunuh.
Adapun aliran/madzhab yang terbentuk diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Syi’ah (Partai) : yaitu faham suatu golongan yang berpendirian bahwa hanya Ali bin Abi Tholib dan keturunannya dari Fathimah yang berhak menjadi Khalifah.
b. Khorijiyah (keluar) : yaitu faham suatu golongan yang semula mengikuti Ali bin Abi Tholib dan menentang Mu’awiyah, kemudian keluar/memisahkan diri dari Ali
karena tidak menyetujui sikapnya terhadap Mu’awiyah tetapi juga tetap menentang Mu’awiyah sebagai khalifah.
c. Murjiah (mengharap) : yaitu faham suatu golongan yang penuh pengharapan atas ampunan Alloh swt. atas perbuatan manusia. Shaleh dan tidaknya seseorang tidak dapat diketahui dengan jelas dari amal lahirnya, karena hanya Allah swt yang mengetahui hati dan bathin seseorang.
d. Jabariyah (keterpaksaan) : yaitu faham suatu golongan yang berpendirian bahwa manusia itu majbur (terpaksa), artinya tidak mempunyai ikhtiar, kemauan dan kuasa tetapi semuanya sudah ditentukan Alloh swt (manusia ibarat seperti wayang yang mengikuti dalangnya).
3
e. Qodariyah (kuasa) : yaitu faham yang merupakan antipode (berlawanan) dengan Jabariyah.
f. Mu’tazilah (mengasingkan diri) : yaitu Washil bin Atho yang memisahkan diri dari gurunya Hasan Al-Basri yang mengazaskan ‘Aqidah bercorak sangat rasional.
g. Ahli sunnah wal Jama’ah : yaitu faham suatu golongan yang berpegang teguh pada norma-norma dalam Sunnah Rosul dan para Khulafa ar-Rasyidin disamping pada qaidah-qaidah dalam al-Qur’an baik dalam Aqidah maupun syari’ah, dalam bidang aqidah merupakan jalan tengah antara paham Jabariyah dan paham Qodariyah. Ulama yang berjasa memberi dasar Ilmu Kalam Sunnah yaitu Abu ‘l-Hasan al Asy’ari dan Abu Mansur al-Maturidi.
h. Salafiyah (terdahulu/ortodox) : yaitu faham suatu golongan yang berpegang teguh pada bunyi apa yang tertulis dalam Al-Qur’an dalam masalah Aqidah tidak mau menna’wilkan al-Qur’an, tidak mau mencampur adukan al-Qur’an dengan filsafat.
Peletak dasar salafiyah yaitu Ahmad bin Hambal (1703-1787) di Saudi Arabia kemudian diikuti oleh Ibnu Taimiyah (1263-1328) dan Muhammad bin Abdul Wahab (1703-1787) di Saudi Arabia.
i. Ahmadiyah : yaitu faham suatu golongan yang menganggap bahwa nabi terakhir adalah Mirza Ghulam Ahmad dari Lahore/pakistan.
2. Aspek bidang Syari’ah / Fiqh :
Penyebab utama timbulnya aliran/madzhab dalam bidang syari’ah/Fiqh adalah adanya pemahaman dan penafsiran mengenai pelbagai aspek keagamaan yang diakibatkan oleh adanya perkembangan masyarakat, dan timbulnya masalah baru yang belum ada sewaktu Nabi dan para shahabat masih hidup. Adapun timbulnya perbedaan pemahaman dan penafsiran secara garis besar disebabkab adanya hal-hal sbb :
a. Karakter bahasa Arab yang merupakan bahasa sumber hukum.
b. Perbedaan terhadap pemahaman terhadap hadits.
c. Perbedaan kemampuan dalam mengambil keputusan .
Adapun aliran/madzhab dalam bidang fiqh yang ada diantaranya adalah sbb :
a. Hanafiyah : yaitu suatu faham yang mengikuti Imam Abu Hanifah (wafat tahun 150 H = 767 M), seorang rasionalis yang mendasarkan ajarannya mengenai keputusan agama atas al-Qur’an dan as-Sunnah. Dia tidak mengarang kitab, tetapi muridnya yang menyebarkannya.
b. Malikiyah : yaitu faham suatu golongan yang mengikuti Imam Malik Bin Anas (wafat tahun 179H = 795 M), seorang yang menunjukan kecenderungan pada ucapan dan praktek Nabi Muhammad saw pada masa 10(sepuluh) tahun di Madinah.
c. Syafi’iyah : yaitu suatu faham yang mengikuti Imam Muhammad Bin Idris Assyafi’i (wafat tahun 204 H = 819M), seorang ahli hukum yang sistematik, merupakan jalan tengah antara legalisme ekstrim dan tradisionalisme.
d. Hambaliyah : yaitu suatu faham yang mengikuti Imam Ahmad Hambal (wafat th. 241 H = 855M ) seorang yang dalam memutuskan masalah agama lebih menitik beratkan kepada Hadits dan tidak menyukai penggunaan akal.
4
3 Aspek Tasauf :
Tasauf merupakan suatu sistem pendekatan kepada Alloh swt dengan cara non rasional berdasarkan rasa cinta kasih dengan jalan usaha untuk mengurangi/menghilangkan penghalang cintanya kepada Alloh swt. Dalam perkembangannya timbul cara-cara yang diciptakan berupa ritual baru ataupun dzikir-dzikir (lisan & iktiqadi) berupa tareqat-tareqat.
Sebab utama munculnya madzhab tasauf/tariqat adalah :
· Pengaruh ajaran Kristen yang memerintahkan untuk menjauhi dunia.
· Mistik Pitagoras, bahwa ruh itu kekal dan jasmani adalah penjara ruh, sedang kesenangan ruh adalah di alam samawi.
· Pengaruh paham Budha dan Hindu dalam konsep Nirwana.
· Emanasi Plotinus.
Adapun macam madzhab dalam bidang tasauf/tariqat diantaranya adalah sbb :
a. Qodiriyah : yaitu suatu faham yang mengagung-agungkan ulama besar Abdul Qodir Al-Jilani (wafat th.1166 M), para pengikutnya menganggap Al-Jilani sebagai orang suci, yang malah sampai-sampai disembah seperti Alloh. Yang menjadi kepala Tarikat Qodiriyah adalah Juru-kunci kuburan Abdul Qodir di Baghdad.
b. Rifa’iyah : yaitu suatu faham yang didirikan oleh Muhammad Arrifa’i (wafat th.1183 M) Tariqat ini mengadakan upacara penyiksaan diri (mengiris-iris badan, menikam diri dengan senjata tajam) dengan diiringi dzikir-dzikir tertentu.
c. Sadziliyah : didirikan oleh Abu ‘L-Hasan Ali As-Sadzili (wafat th. 1256 M), silsilahnya dihubung-hubungkan dengan Hassan Bin Ali Bin Abi Tholib.
d. Naqsabandiyah : didirikan oleh Muhammad An-Naqsabandi (wafat th. 1388 M) di Turkestan.
e. Syatariyah : didirikan oleh Abdullah As-Satari (wafat th. 1417 M),
f. Tijaniyah : didirikan oleh Abul Abbas Ahmad Bin Muhammad Bin Mukhtar At-Tijani (wafat th. 1150 H = 1137/38 M), seorang ulama Al Jazair.
g. Sanusiyah : didirikan oleh Muhammad Ali As-Sanusi (wafat th. 1837 M), di Libiya.
III. PEMIKIRAN YANG MELAHIRKAN GERAKAN PEMBAHARUAN
Sebab utama lahirnya pemikiran yang melahirkan pembaharuan diantaranya adalah :
1. Pengaruh pergesekan dengan budaya barat, muncul di berbagai negara.
2. Temanya adalah dalam rangka mengangkat kehidupan ummat agar hidup lebih maju, umumnya melepaskan diri dari kaitannya dengan aliran atau madzhab, khususnya madzhab fiqh.
3. Slogan utamanya adalah ar-ruju’ ila Kitabillah wa sunnati rasulillah.
4. Khusus di Indonesia dan Mesir pasca Muhammad Rasyid Ridla adalah karena belajar sejarah, yang melahirkan bentuk organisasi da’wah.
Contoh pemikiran pembaharuan di berbagai negara diantaranya adalah :
1. TURKI : Ibrahim Mutafariqo yang membuka percetakan, Sadik Rifa’at Pasya (1807-1856) mempunyai pemikiran bahwa Turki akan maju kalau Ilmu, ekonomi dan industri dimajukan dan dikembangkan, Kekuasaan Sultan Turki juga dibatasi
2. MESIR : Muhammad Ali merebut kekuasaan dari Perancis dan diakui oleh Turki 1805, Militer, ekonomi dan pendidikan ditingkatkan, beberapa perguruan tinggi didirikan.
5
Rifa’at Badawi at-Tahtawi (1801-1873) mengarang buku-buku, dengan pokok pemikiran : ekonomi itu penting, kekuasaan Raja Islam harus dibatasi, Pendidikan universal, Patriotisme, Rasionalisme dan Dinamisme.
Jamaludin Al-Afghani (1839-1897) dengan pemikiran bahwa kemunduran Islam dan penjajahan adalah karena ummat Islam sendiri, terapinya hilangkan Taklid, Jumud, fanatisme ; Tingkatkan Ilmu, perbaiki Akhlaq, praktekan sistem syura. Sebagai peletak dasar Pan Islamisme.
Muhammad Abduh, (1845-1905) murid Afghani yang dibuang ke Eropah (Paris & London), pokok ajarannya yaitu kembali kepada kemurnian Islam, membersihkan Islam dari bid’ah, khurofat, tahayul ; Mengikis taklid dan menggalakkan Ijtihad, mengejar Ilmu Pengetahuan dan memperbaharui sistim pendidikan Islam. Pengikutnya antara lain adalah Rasyid Ridlo.
3. SAUDI ARABIA : Muhammad bin Abdul Wahab (1703-1787) seorang ulama besar yang gigih ingin mengembalikan ummat Islam kepada al-Qur’an dan as-Sunnah, memberantas syirik, tahayul dan khurofat (lapapangan Aqidah), mengikis bid’ah (lapangan ibadah), menetang paham taklid dan membuka ijtihad, menyerang aliran tariqat. Setelah berhasil didukung oleh Raja Ibnu Su’ud.
4. INDIA/PAKISTAN : Sayyid Ahmad Khan (1817-1898) tahun 1876 mendirikan Muhammedan Anglo Oriental College di Aligar (Aligar movement), untuk meningkatkan Ilmu, menentang taklid, menggalakkan akal, berhujjah dengan al-Qur’an dan hadits yang shohih.
Muhammad Iqbal (1876-1938) ahli fikir dan penyair Islam yang turut meletakkan dasar pembentukan negara Pakistan. Muhammad Ali, Syaukat Ali, Syed Ammer Ali dan Abul A’la Maududi adalah tokoh-tokoh lain di India/Pakistan.
5.
a. Jauh sebelum tahun 1900 telah berlangsung pengajian di Surau Jembatan besi Padang Panjang yang kemudian berdirilah Sumatera Thowalib-Padang panjang. Dari Sumatera Thowalib inilah lahir ulama dan zu’ama besar yang bertebaran di
b. Th 1905 lahir Jami’atul Khoir oleh ulama-ulama alumni Timur Tengah dan Sumatera Thowalib.
c. Thn 1912 lahir Muhammadiyah oleh KHA. Dahlan.
d. Thn 1914 lahir Al Irsyad Al Aslamiyah oleh Syaih Ahmad Surkati al-Anshori.
e. Tahun 1923 lahir Persis oleh KH. Zamzam.
f. Tahun 1926 lahir N U oleh Syaih Hasyim Asy’ari. *)
CATATAN *) : Jika dilihat dari sejarah kelahirannya, berdirinya NU adalah merupakan reaksi terhadap gerakan pembaharuan terutama oleh Muhammadiyah. Tapi melihat usaha-usaha dan amalannya, sebagian pemikir telah memasukkan dalam kelompok pembaharu, walau masih terikat pada aliran madzhab.
IV. PEMIKIRAN YANG MELAHIRKAN GERAKAN EKLUSIVISME
Gerakan ini ada juga yang menyebutnya gerakan sempalan.
1. Gerakan eklusivisme, yakni suatu gerakan yang cenderung memisahkan diri dari kelompok ramai (jumhur). Orang tidak bisa melepaskan diri dari berbicara gerakan theologi Islam, semisal Muktazilah, Jabariyah, Qodariyah, Murji’ah, Maturidiyah dan lain sebagainya, mengingat dari aliran-aliran tersebutlah eklusivisme terimbas.
6
Dilain pihak orangpun tidak bisa melepaskan pembicaraan dari sejarah Islam yang menjadi Ibu kandungnya.
2. Munculnya pemikiran baru dalam kalangan ummat untuk memikirkan kembali tentang theologinya (dewasa ini) dalam rangka mencari upaya pemikiran yang bersifat antisipasi terhadap dampak pembangunan yang bukan saja menjadi slogan, tetapi sudah menjadi kenyataan. Pemikiran tersebut berawal dari keinginan dasar agar :
a. Ummat Islam agar lebih bisa berperan aktif dalam pembangunan bangsa.
b. Ummat Islam tidak kehilangan eksistensi ataupun jati diri dalam arus modernisasi dan globalisasi.
3. Gerakan ekslusivisme yang ada di masyarakat betumpu pada aliran-aliran theologi klasik dalam Islam, antara lain dapat kita temukan sebagai berikut :
a. Aliran Teologi Tradisional, dengan ciri-ciri antara lain :
- Berpangkal pada teologi Asy’ariyah, namun lebih dekat pada Jabariyah.
- Lamban dalam mengikuti perkembangan jaman, baik Ilmu maupun Teknologi.
- Bersifat kompromistis dengan kebudayaan Jawa, oleh karena itu bersifat statis.
- Melihat masa lalu sebagai masa keemasan dan penuh pemujaan.
- Semboyannya : “Al Muhafadhoh ‘alal Qodimina Ash Sholih ”.
- Wawasannya terbatas dan bersifat isolatif.
- Kedekatan seseorang dengan Tuhannya dilihat dari ada atau tidaknya Karomah, Konsep ini menjadi lebih lekat dan subur dengan legitimasi orang Jawa dalam konsep KESAKTIAN.
b. Aliran Teologi Liberal, dengan ciri-ciri antara lain :
- Berpangkal pada teologi Rasional Mu’tazilah, dan merupakan antithesis terhadap teologi tradisional.
- Bersemboyan kembali kepada al-Qur’an dan as-Sunnah.
- Bersifat dinamis dan malah bisa menimbulkan sifat individualistis.
- Kedekatan seseorang dengan Tuhannya bukan atas dasar konsep karomah dan keajaiban.
- keajaiban yang diperolehnya, melainkan atas dasar TAQWA-nya kepada Alloh swt.
- Mendahulukan prestasi dari pada pretise, berskala effektifitas dan effisiensi.
- Semboyannya : “ Al Ahdzu Bil Jadid Al Ashlah ”.
- Masuk ke
c. Aliran Teologi Sempalan, mempunyai ciri-ciri antara lain sbb :
- Merupakan antisipasi dari teologi tradisional dan meluasnya aliran teologi liberal.
- Akar teologinya berangkat dari teologi Khowarij.
- Budayanya menganggap kafir terhadap orang-orang yang tidak sepaham dengannya.
- Biasanya wawasan ke-Islamannya bersifat parsial (sepotong-potong).
- Semboyannya ialah : “ Man lam yahkum bimaa anzalallahu fa ulaaika humul kaafirun ”.
7
d. Aliran Teologi Minimalis, dengan ciri utamanya antara lain :
- Berakar pada teologi Murji’ah.
- Merupakan reaksi terhadap berkembangnya aliran teologi sempalan.
- Bersifat evolusioner dan tasamuh yang sangat berlebihan.
- Semboyannya ialah : “ Manqola LAA ILAAHA ILALLOH dakholal jannah ”.
e. Aliran Alternatif, mempunyai ciri-ciri antara lain sbb :
- Merupakan perpaduan antara aliran teologi tradisional dengan teologi liberal.
- Merupakan juga perpaduan antara idealismenya sempalan dengan tasamuhnya minimalis.
- Konsep dasar akar teologinya merujuk pada konsep Maturidiyah.
- Bersifat keseimbangan dalam meletakkan manusia sebagai kholifah Alloh dengan manusia sebagai ciptaan Alloh.
- Semboyannya ialah : “ Al muhaafadzoh ‘alal Qodimina Ash Sholih wal akhdu bil Jaddid al ashlah ”.
4. Gerakan Ekslusivisme Islam di Indonesia
Tanda-tanda yang dapat kita tangkap antara lain adalah :
a. Merujuk pada teologi sempalan.
b. Merupakan gerakan protes terhadap tradisionalnya NU dan liberalnya Muhammadiyah.
c. Ingin menghadlirkan kehidupan jaman Rosul di tengah-tengah jaman yang modern, ini lebih tradisional dari pada yang tradisional.
d. Bersifat ekstrim dalam pemahaman Islam kafah, sebagai akibat pemahaman Islam yang parsial.
e. Mengambil pola GTM (Gerakan Tutup Mulut) atau taqiyyah.
f. Berpikiran liberal, lebih liberal dari pada teologi liberal.
g. Mengambil bentuk kelompok2 kecil (jama’ah, usroh dlsb dengan model bai’at)
h. Cenderung menomor satukan tercapainya tujuan ketimbang berpikir bagaimana strategi untuk mencapai tujuan.
i. Dengan dalih mengikuti Rosulullah, menafikan apa yang disebut budaya lingkungan.
j. Sebagai gerakan sempalan, sering menyatakan di luar kelompoknya adalah kafir dan ibadahnya tidak syah.
k. Semboyan yang dihembuskan ialah BAI’AT.
IV. PAHAM AGAMA MENURUT MUHAMMADIYAH.
Yang dimaksud dengan Paham Agama menurut Muhammadiyah adalah pemikiran formal Muhammadiyah yang mendasar dalam memahami dan mengamalkan Agama Islam sebagai gerakan Islam, gerakan da’wah dan gerakan tajdid. Untuk dapat memahami apa yang dimaksud dengan Paham Agama dalam Muhammadiyah secara terperinci, dapat ditelusuri dari pada perkembangan pemikiran Muhammadiyah dari waktu ke waktu yang merupakan ciri sebagai gerakan tajdid, diantaranya melalui :
1. Pokok-pokok Pikiran KH. Ahmad Dahlan.
2. Masalah Lima.
3. Muqadimah Anggaran Dasar Muhammadiyah.
8
4. Matan Kepribadian Muhammadiyah.
5. Hittah Perjuangan Muhammadiyah.
6. Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup (MKCH) Muhammadiyah.
7. Pokok-pokok Manhaj Majlis Tarjih Muhammadiyah.
8. Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah.
9. Putusan-putusan Majlis Tarjih yang telah terangkum dalam Kitab HPT.
Pokok-pokok Pikiran Kyai Ahmad Dahlan yang dimaksud disini adalah merupakan kesimpulan dari pengamatan para murid-murid beliau, dari berbagai usaha dan kegiatan perjuangan beliau yang telah dikerjakan jauh sebelum persyarikatan Muhammadiyah secara resmi didirikan dan juga selama beliau memimpin persyarikatan secara langsung.
Adapun masalah
Muqadimah Anggaran Dasar Muhammadiyah dibuat dan diputuskan pada Muktamar ke 31 tahun 1950, atas usul Ki Bagus Hadikusumo. Pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam Muqadimah Anggaran Dasar Muhammadiyah sejak dibuat hingga sekarang belum ada perobahan.
Matan Kepribadian Muhammadiyah diputuskan pada Muktamar ke 35 tahun 1962, konsepnya disusun oleh KH. Faqih Usman. Hittah perjuangan Muhammadiyah diputuskan dalam Muktamar ke 34 tahun 1959, Muktamar ke 35 tahun 1962, Tanwir tahun 1969 dan Muktamar ke 40 tahun 1985, kemudian disempurnakan pada tanwir tahun 2002 di Bali.
Hasil-hasil keputusan Majlis Tarjih dari waktu ke waktu telah dihimpun dan dibukukan yang diharapkan dijadikan rujukan oleh warga Muhammadiyah khususnya dan ummat Islam pada umumnya. Majlis Tarjih dalam memutuskan mendasarkan pada metode tarjih yang terangkum dalam Pokok-pokok Manhaj Majlis Tarjih Muhammadiyah.
Beberapa prinsip dasar bagi Paham Agama dalam Muhammadiyah, disebutkan di dalam penjelasan MKCH (Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup) Muhammadiyah. Keyakinan dan Cita-Cita Hidup Muhammadiyah diputuskan dalam Tanwir tahun 1969 di Ponorogo, kemudian diadakan perubahan dan perbaikan oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah atas kuasa Tawir tahun 1970 di
Dengan mendasarkan pemikiran-pemikiran formal tersebut di atas, pada Muktamar ke 44 tahun 2000 di Jakarta telah diputuskan tentang Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah (PHIWM).
Cilacap, 22 Pebruari 2004
Disalin dan di perbanyak darisumber tulisan :
1. Pahan Agama dalam Muhammadiyah oleh Bpk. Drs. Daelami. SP, dalam pengajian AMM Cilacap 1998
2. Paham Agama dalam Muhammadiyah oleh Bpk. H. AK. Anshori, dalam pengajian PDM Cilacap 1993
3. Drs. Endang Syaifudin Anshori MA. Wawasan Islam, penerbit Pustaka Bandung, tahun 1981.
4. BPK Pusat, Materi Induk Perkaderan Muhammadiyah, tahun 1415 H/1994M.
9
POKOK-POKOK PIKIRAN KH. AHMAD DAHLAN
I. PENDAHULUAN :
Sejarah berdirinya suatu organisasi tidak dapat dipisahkan dari gagasan dan pikiran pendirinya. Sebab orang-orang yang kemudian bergabung menjadi anggota secara sadar telah menyepakati dasar dan tujuan organisasi tersebut yang pada hakikatnya merupakan perwujudan dari gagasan pendirinya. PSII tidak mungkin dipisahkan dengan HOS Cokroaminoto. NU tidak mungkin dipisahkan dengan Hasyim Asya’ari. Demikian juga Muhammadiyah tidak mungkin dipisahkan dari KH. Ahmad Dahlan.
Dengan demikian maka warga Muhammadiyah perlu mempelajari gagasan dan pikiran KH. Ahmad Dahlan. Baik yang berkaitan dengan masalah aqidah,akhlaq, ibadah maupun mu’amalah duniawiyah, hal itu tidak dimaksudkan untuk mengikuti jejaknya secara dokmatik tetapi untuk memberi makna kreatif guna penerapannya pada masa kini. Sebab gagasan dan pikiran KH. Ahmad Dahlan jelas merupakan gagasan dan pikiran kretif dan inovatif. Sedangkan gagasan dan pemikiran KH. Ahmad Dahlan yang diungkapkan oleh Haji R. Hajid, murid langsung beliau, menuturkan bahwa KH. Ahmad Dahlan dalam berorganisasi berpegang pada prinsip:
a. Senantiasa menghubungkan diri (mempertanggungjawabkan tindakannya) kepada Allah.
b. Perlu adanya ikatan persaudaraan berdasar kebenaran (sejati).
c. perlunya setiap orang, terutama para pemimpin terus-menerus menambah ilmu, sehingga dapat mengambil keputusan yang bijaksana.
d. Ilmu harus diamalkan.
e. Perlunya dilakukan perubahan apabila memang diperlukan untuk menuju keadaan yang lebih baik.
f. Mengorbankan harta sendiri untuk kebenaran, Ikhlas dan bersih.
Sangat ironis manakalah warga Muhammadiyah mengabaikan sama sekali gagasan dan pikiran pendiri organisasinya ini. Seorang tokoh yang gagasannya telah menghasilkan salah satu organisasi terbesar di Indonesia dan sekarang banyak kalangan menikmatinya walaupun dalam berbagai gaya plus bermacam-macam ragam kepentingan (dalam tanda kutip!), baik dalam amal usaha maupun dalam persyarikatan Muhammadiyah. Gagasan pikiran cemerlang tersebut, jelas tidak layak untuk diabaikan.
II. PEMBAHARU PRAKTIKAL/LAPANGAN
Perlu diketahui, nama-nama seperti Ibnu Taimiyah, Jamaludin al Afghani dan Muhammad Abduh, di kalangan umat Islam dikenal sebagai ulama penggerak pembaharuan. Gagasan dan pikiran KH. Ahmad Dahlan dikenal juga sebagai gagasan yang dipengaruhi oleh ulama-ulama tersebut.
Oleh karena itu Ahmad Dahlan oleh banyak pakar sering dinyatakan sebagai tokoh pembaharu dan Muhammadiyah dinyatakan sebagai gerakan pembaharuan. Akan tetapi perlu dicatat bahwa gerakan pembaharuan yang dilakukan ketiga tokoh tersebut di laksanakan di negara-negara di mana institusi keagamaan dan fasilitasnya sudah tersedia dengan lengkap.
10
Bahkan Muhammad Abduh sendiri adalah salah seorang ulama di Mesir yang mempunyai kedudukan terhormat di Universitas alAzhar dan Darul Ulum yang merupakan perguruan Tinggi yang sangat berwibawa dalam keilmuan agama Islam, tidak saja di negerinya sendiri Mesir, tetapi juga seluruh dunia Islam. Dengan demikian gagasan pemabaharuan Muhammad Abduh didukung oleh dua Universitas besar tersebut, sehingga cenderung merupakan gagasan intelektual.
Sedangkan gagasan pembaharuan yang dilakukan oleh Ahmad Dahlan sama sekali tidak memperoleh dukungan dari lembaga pendidikan apapun. Sebab pada waktu itu belum ada sebuah sekolah pendidikan dasar sekalipun di kalangan umat Islam, sehingga dapat difahami kalau gerakan pembaharuan KH. Ahmad Dahlan bersifat sangat pratikal, ialah mengembangkan gagasan dan pikiran sekaligus mengusahakan fasilitas pendukung untuk melaksanakan gagasan dan pikiranya itu.
III. Perkembangan Dakwah KH. Ahmad Dahlan.
1. Lahir tahun 1868 dengan nama Muhammad Darwis, KH. Ahmad Dahlan adalah anak ke 4 dari 7 bersaudara, Ayahnya bernama KH. Abu Bakar, imam dan khatib Masjid besar Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, yang merupakan keturunan ke-11 dari Maulana Malik Ibrahim (Sunan Gresik/Sunan Giri) seorang penyebar agama di Jawa Timur. Ibunya bernama Siti Aminah adalah putri Kyai Haji Ibrahim yang pernah menjabat penghulu Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat.
2. Pada usia 21 tahun (1889) menikah dengan Siti Walidah yang masih sepupunya, dan dikaruniai 6 orang putra, Siti Walidah yang selanjutnya dikenal dengan Nyai Haji Ahmad Dahlan ini mendampingi Kyai hingga wafatnya.
3. Pada usia 22 tahun (th. 1890) menunaikan haji, di Mekah ini digunakan untuk belajar kepada Imam Syafi’i Sayyid Bakir Syantha dan sejak itu namanya diganti menjadi Ahmad Dahlan.
4. Pada tahun 1892 ada seseorang yang memberi modal 500 goden untuk berdagang, tetapi oleh beliau digunakan untuk membeli buku-buku dan kitab.
5. Pada usia 28 tahun (1896) diangkat menjadi khatib dengan gelar Khatib Amin di Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat. setahun kemudian mempelopori MUSYAWARAH ALIM ULAMA di Yogyakarata. Pada waktu berlangsung Musyawarah Alim Ulama, membahas tentang arah kiblat Masjid Besar Ngayogyakata Hadiningrat dan Kyai berpendapat agar kiblat Masjid untuk dibetulkan. Untuk beberapa lama Kiblat Masjid besar tetap seperti semula, tetapi akhirnya diubah seperti yang ada sekarang.
6. Tahun 1899 Kyai merehab Surau (mushola) di samping rumahnya di Kauman sekaligus membetulkan kiblat Surau tersebut, tetapi oleh ulama dan masyarakat ditentang bahkan suraunya sampai dirobohkan. Untuk menghindari bentrok fisik Kyai memilih pergi ketika Suraunya dirobohkan. Tetapi dikemudian hari ulama dan masyarakat yang merobohkan surau inilah yang menjadi pendukung fanatik gerakan pembaharuan KHA. Dahlan.
7. Dalam ilmu agama KH. Ahmad Dahlan tidak pernah sekolah formal, sedang ilmu yang dimilikinya sebagian besar merupakan hasil otodidaknya. Membaca dan menulis didapat dari ayah dan saudara iparnya. Menjelang dewasa belajar ilmu Fiqh kepada KH. Muhammad Shaleh, Ilmu Nahwu kepada KH. Mukhsin, Ilmu Falaq kepada KH. Raden Dahlan (putra K.Termas), Ilmu hadits kepada K.Mahfud dan Sjech Khayyat, ilmu Qiroatul Qur’an kepada Syech Amin dan Sayid Bakri Satock, ilmu pengobatan dan racun binatang kepada Syech Hasan. Sedang guru-guru yang lain RNg.Sosro Soegondo, R.Wedono Dwijo Sewoyo dan Syech Jamil Jambek dari Bukitinggi.
11
8. Pada tahun 1903 menunaikan haji yang ke-2 kali bersama putranya yang berumur 13 tahun. Dalam menunaikan haji ini beliau mukim di Mekah selama 1,5 tahun untuk memperdalam Ilmu Fiqh dan Hadits. Dan ketika itulah belau bertemu dengan ulama-ulama Indonesia yang mukim di Mekah seperti Syech Muhammad Khatib dari Minangkabau, Kyai Nawawi dari Banten, Kyai Mas Abdullah dari Surabaya, Kyai Mas Kumambang dari Gresik, dalam pertemuan ini juga digunakan untuk belajar tukar pikiran. Disampin berguru langsung KHA. Dahlan banyak juga belajar dari kitab-kitab yang cukup banyak tentang ilmu kalam ahli sunnah wal jama’ah, kitab fiqhnya Imam Syafi’i, tasawufnya Imam Ghozali, kitab Syech Muhammad Abduh dan Ibnu Taimiyah dan lain-lain.
9. Sekitar tahun 1904-1905 KHA. Dahlan mendirikan pemondokan untuk menampung siswa yang sedang belajar di Yogya dan disinilah beliau menyebarkan/mengajarkan agama, yang waktu itu di Sekolah Belanda diajarkan agama Kristen.
10. Sekitar tahun 1909 beliau memasuki BOEDHI OETOMO yang merupakan organisasi kaum ningrat Jawa, dengan maksud dapat mengajarkan Islam kepada anggota Boedhi Oetomo.
11. Sekitar tahun 1908-1909 mendirikan Sekolah yang pertama secara formal di rumah beliau pada ruang tamu yang berukuran 4m x 6m. Inilah sekolah yang pertama dibangun dan dikelola oleh pribumi secara mandiri yang diatur dengan perlengkapan modern menurut ukuran waktu itu (memakai meja, bangku, papan tulis dan lain-lain) yang pengajarannya secara klasikal. Murid sekolah ini pertama kali hanya 6 orang, setengah tahun kemudian naik 300 % menjadi 20 orang.
12. Keanggotaan KHA.Dahlan di Boedhi Oetomo inilah yang memperlancar pengesahan berdirinya Moehammadiyah oleh Gubernur Jendral Hindia Belanda yaitu 3 tahun kemudian.
13. Proses pengesahan berdirinya Muhammadiyah oleh Pemerintah Hindia Belanda menyimpan sesuatu yang menarik, karena terbitnya pengesahan berdirinya Muhammadiyah diperlukan rekomendasi Boedhi Oetomo. Sedang Buedhi Oetomo bersedia memberikan rekomendasi jika pengurus Muhammadiyah masuk menjadi anggota Boedhi Oetomo Pemerintah Hindia Belanda. Persyaratan ini menjadi menarik jika dikaitkan dengan integritas Kyai dalam mengembangkan da’wah dan pendidikan yang dimulai sejak tahun 1904/1905. Boedhi Oetomo melihat pengaruh soasial Kyai dan tokoh Muhammadiyah lainnya terhadap masyarakat. Setelah mempertimbangkan secara masak akhirnya 7 orang pengurus Muhammadiyah menjadi anggota Boedi Oetomo pada tahun 1909.
14. Muhammadiyah memproklamirkan berdirinya pada bulan Desember 1912 dengan upacara resmi di Malioboro yang dihadliri oleh 70 orang. Tempat ini sekarang menjadi gedung DPRD DIY. Dua tahun kemudian (1914) Pemerintah Hindia Belanda memberikan
15. KH. Ahmad Dahlan memimpin persyarikatan Muhammadiyah secara langsung hanya selama 11 tahun hingga wafatnya tahun 1923.
IV. POKOK-POKOK PIKIRAN KH. Ahmad Dahlan.
Dari kesimpulan pengamatan para murid-murid beliau baik sebelum maupun sesudah mendirikan persyarikatan Muhammadiyah, maka Pokok-pokok Pikiran KH. Ahmad Dahlan dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Dalam bidang aqidah sejalan dengan pandangan dan pemikiran ulama salaf.
2. Beragama adalah beramal, beramal berarti berkarya dan berbuat sesuatu. Melakukan tindakan sesuai dengan isi pedoman Qur’an dan Sunnah. Orang yang beragama ialah orang yang menghadapkan jiwa dan hidupnya hanya kepada Alloh SWT,
12
yang dibuktikan dengan tindakan dan perbuatan seperti rela berqurban baik dengan harta miliknya maupun dirinya, serta bekerja dalam kehidupannya untuk Alloh.
3. Dasar pokok hukum Islam ialah Al Qur’an dan Sunnah dan dari keduanya tidak diketemukan kaidah hukum yang eksplisit maka ditentukan berdasarkan penalaran dengan mempergunakan kemampuan berpikir logis (akal pikiran) serta ijma’ dan qiyas.
4. Terdapat
a. Pertama mengerti artinya.
b. Memahami tafsir dan maksudnya.
c. Jika mendapat larangan, bertanyalah kepada diri sendiri apakah larangan itu sudah ditinggalkan.
d. Jika mendapati ammar/perintah, bertanyalah kepada diri sendiri apakah perintah itu sudah dilaksanakan.
e. Jika keempat tersebut belum diamalkan, janganlah membaca ayat yang lain.
5. Dalam kaitan dengan metodologi memahami al Qur’an dan kehidupan duniawi, KH. Ahmad Dahlan menyatakan bahwa tindakan nyata adalah wujud kongkret dari penerjemahan al Qur’an, dan organisasi adalah wadah dari tindakan nyata tersebut. Untuk itu manusia perlu mempergunakan dan mempertajam kemampuan akal fikiran dengan Ilmu mantiq(Logika).
6. Landasan agar seseorang suka dan senang serta gembira dalam beramal, maka orang tersebut harus yakin bahwa :
a. Mati adalah bahaya, akan tetapi lupa kepada kematian merupakan bahaya yang jauh lebih besar dari pada kematian itu sendiri.
b. Keikhlasan hati dalam beramal adalah landasan moral, gairah dan gerak hati seseorang untuk maju
7. Kunci persoalan untuk meningkatkan kemajuan Ummat Islam ialah pemahaman terhadap berbagai Ilmu Pengetahuan yang sedang berkembang dalam tata kehidupan masyarakat. Oleh karena itu menjadilah Insinyur, Guru, Master dan kembalilah berjuang dalam Muhammadiyah.
8. Dalam membina dan menciptakan kader, perlu ditempuh methode kaderisasi dengan jalan melakukan binaan secara langsung generasi muda, untuk menyiapkan fungsionaris Gerakan Organisasi Muhammadiyah. (Dalam hal ini Kyai mendirikan HW, pengajian pemuda/remaja dan lain-lain).
9. Pendekatan yang perlu dilakukan dalam menghadapi perubahan dan perkembangan dunia modern adalah :
a. Kembali rujuk kepada al Qur’an dan Sunnah.
b. Menghilangkan sifat fatalisme.
c. Menjauhkan diri dari sikap taklid melalui jalan menghidupkan jiwa dan semangat ijtihad, meningkatkan kemampuan berfikir logis rasional, membebaskan diri dan pemikiran dari otoritas tradisi, kembali kepada al Qur’an dan memperhatikan kenyataan hidup.
10. Rakyat kecil, kaum fakir-miskin, para hartawan dan para intelektual adalah merupakan
V. PENUTUP
*) Sumber : Abdul Munir Mulkan, SU, Drs. Warisan Intelektual KH. Ahmad Dahlan dan Amal Muhammadiyah, penerbit PT. Percetakan Persatuan Yogyakarta, tahun 1990.
13
KEPRIBADIAN MUHAMMADIYAH
A. MATAN KERPIBADIAN MUHAMMADIYAH
I. Apakah Muhammadiyah itu ?
Muhammadiyah adalah suatu persyarikatan yang merupakan Gerakan Islam maksud gerakannya ialah Da’wah Islam Amar Ma’ruf Nahi Munkar yang ditujukan kepada dua bidang perseorangan dan masyarakat.
1). Da’wah Amar Ma’ruf Nabi Mungkar pada bidang pertama terbagi kepada 2 golongan :
a. Kepada yang telah Islam bersifat pembaharuan (tajdid), yaitu mengembalikan kepada ajaran-ajaran Islam yang murni.
b. Kepada yang belum Islam, bersifat seruan dan ajakan untuk memeluk agama Islam.
2). Adapun Da’wah Ammar Ma’ruf Nahi Munkar bidang kedua, ialah kepada masyarakat, bersifat perbaikan, bimbingan dan peringatan.
Kesemuanya itu dilaksanakan bersama dengan musyawara atas dasar taqwa dan mengharap ridlo Alloh semata-mata. Dengan melaksanakan Da’wah Ammar Ma’ruf Nahi Munkar dengan caranya masing-masing yang sesuai. Muhammadiyah menggerakan masyarakat menuju tujuannya, yakni terwujudnya masyarakat utama, adil dan makmur yang diridloi Alloh SWT.
II. Dasar dan Amal Usaha Muhammadiyah
Dalam perjuangan melaksanakan usaha menuju terwujudnya masyarakat utama, adil dan makmur yang diridloi Alloh SWT, dimana kesejahteraan, kebaikan dan kebahagiaan luas merata, Muhammadiyah mendasarkan segala gerak dan amal usahanya atas prinsip-prinsip yang tersimpul dalam Muqodimah Anggaran Dasar, yaitu :
1. Hidup manusia harus berdasar tauhid, ibadah dan taat kepada Alloh.
2. Hidup manusia bermasyarakat.
3. Mematuhi ajaran-ajaran agama Islam dengan keyakinan bahwa ajaran Islam itu satu-satunya landasan kepribadian dan ketertiban bersama untuk kebahagiaan dunia dan akhirat.
4. Menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam dalam masyarakat adalah kewajiban sebagai ibadah kepada Alloh dan ikhsan kepada kemanusiaan.
5. Ittiba’ kepada langkah perjuangan nabi Muhammad SAW.
6. Melancarkan usaha dan perjuangan dengan ketertiban organisasi.
III. Pedoman amal usaha dan perjuangan Muhammadiyah
Menilik dasar prinsip tersebut di atas maka apapun yang diusahakan dan bagaimanapun cara perjuangan Muhammadiyah untuk mencapai tujuan tunggalnya, harus berpedoman „Berpegang teguh atas ajaran Alloh dan Rasul-Nya, bergerak membangun di segenap bidang dan lapangan dengan menggunakan cara serta menempuh jalan yang diridloi Alloh“
14
IV. Sifat Muhammadiyah
Menilik :
a. Apakah Muhammadiyah itu.
b. Dasar amal usaha Muhammadiyah.
c. Pedoman amal usaha Muhammadiyah dan perjuangan Muhammadiyah, maka Muhammadiyah memiliki dan wajib memelihara sifat-sifatnya, terutama yang terjalin di bawah ini :
1. Beramal dan berjuang untuk perdamaian dan kesejahteraan.
2. Memperbanyak kawan dan mengamalkan ukhuwah Islamiyah.
3. Lapang dada, luas pandangan, dengan memegang teguh ajaran Islam.
4. Bersifat keagamaan dan kemasyarakatan.
5. Mengindahkan segala hukum, undang-undang peraturan serta dasar dan falsafah negara yang syah.
6. Amar ma’ruf nahi munkar dalam segala lapangan serta menjadi contoh teladan sesuai ajaran Islam.
7. Aktif dalam perkembangan masyarakat dengan maksud ishlah dan pembangunan, sesuai dengan ajaran Islam.
8. Bekerjasama dengan golongan Islam manapun dalam usaha menyiarkan dan mengamal-kan agama Islam serta membela kepentingannya.
9. Membangun pemerintah serta kerjasama dengan golongan lain dalam membangun Negara untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur yang diridloi Alloh.
10. Bersifat adil serta korektif ke dalam dan ke luar dengan bijaksana
Matan Kepribadian Muhammadiyah
diputuskan pada Muktamar ke 35 tahun 1962.
B. SEJARAH PERUMUSAN
Kepribadian Muhammadiyah ini timbul pada waktu Muhammadiyah dipimpin oleh Bapak Kolonel H.M. Yunus Anis, ialah pada periode 1959-1962. Kepribadian Muhammadiyah ini semula berasal dari uraian Bapak KH. Fakih Usman, sewaktu beliau memberikan uraian dalam suatu latihan yang diadakan oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah di Madrasah Mu’alimat Muhammadiyah Yogyakarta. Pada saat itu almarhum KH. Faqih Usman menjelaskan bahasan yang berjudul Apa sih Muhammadiyah itu.
Kemudian oleh Pimpinan Pusat dimusyawarahkan bersama-sama PWM Jawa Timur (HM. Saleh Ibrahim), Jawa Tengah (R. Darsono), dan PWM Jawa Barat (H. Adang Affandi). Sesudah itu disempurnakan oleh suatu team yang antara lain terdiri dari : KH. Muh. Wardan, Prof. KH. Farid Ma’ruf, M. Djarnawi Hadikusuma, M. Djindar Tamimi, kemudian turut membahas pula Prof. H. Kasman Singodimejo,SH disamping pembawa prakarsa sendiri yakni KH. Faqih Usman.
Setelah rumusan itu sudah agak sempurna, maka diketengahkan dalam Sidang Tanwir menjelang Muktamar ke 35 di Jakarta (Muktamar Setengah Abad). Dan di Muktamar ke 35 itulah Kepribadian Muhammadiyah di sahkan setelah mengalami usul-usul penyempurnaan. Dengan demikian maka rumusan Kepribadian Muhammadiyah ini adalah merupakan hasil yang telah disempurnakan dalam Muktamar ke 35 (setengah abad) pada tahun 1962, yaitu akhir periode kepemimpinan H.M. Yunus Anis.
15
I. Apakah KEPRIBADIAN Muhammadiyah itu ?
Sesungguhnya Kepribadian Muhammadiyah itu merupakan ungkapan dari kepribadian yang memang sudah ada pada Muhammadiyah sejak lama berdiri. KH. Faqih Usman pada saat itu hanyalah mengkonstatir(meng-idhar-kan) apa yang telah ada; jadi bukan merupakan hal-hal yang baru dalam Muhammadiyah. Adapun mereka yang menganggap bahwa Kepribadian Muhammadiyah sebagai perkara baru, hanyalah karena mereka mendapati Muhammadiyah sudah tidak dalam keadaan yang sebenarnya.
KH. Faqih Usman sebagai seorang yang telah sejak lama berkecimpung dalam Muhamadiyah, sudah benar-benar memahami apa sesungguhnya sifat-sifat khusus (ciri-ciri khas) Muhammadiyah itu. Karena itu kepada mereka yang berlaku tidak sewajarnya dalam Muhammadiyah, beliaupun dapat memahami dengan jelas.
Yang benar-benar dirasakan oleh almarhum ialah bahwa Muhammadiyah adalah Gerakan Islam, berdasar Islam, menuju terwujudnya masyarakat utama, adil dan makmur yang diridloi Alloh SWT (masyarakat Islam yang sebenar-benarnya), bukan dengan jalan politik, bukan dengan jalan ketatanegaraan, melainkan dengan melalui pembentukan masyarakat, tanpa mempedulikan bagaimana struktur politik yang menguasainya; sejak zaman Belanda, zaman militerisme Jepang, dan sampai pada zaman kemerdekaan Republik Indonesia.
Muhammadiyah tidak buta politik, tidak takut politik, tetapi Muhammadiyah bukan organisasi politik. Muhammadiyah tidak mencampuri soal-soal politik, tetapi apabila soal-soal politik mendesak-desak urusan Agama Islam, maka Muhammadiyah akan bertindak menurut kemampuan, cara dan irama Muhammadiyah sendiri.
Sejak partai politik Isman Msyumi dibubarkan oleh Presiden Soekarno, maka warga Muhammadiyah yang selama ini berjuang dalam medan politik praktis, mereka masuk kembali dalam Muhammadiyah. Namun karena sudah terbiasa dengan perjuangan cara politik, maka dalam mereka berjuang dan beramal dalam Muhammadiyah pun masih membawa cara dan nada berpolitik secara partai.
Oleh almarhum KH. Fakih Usman dan Pimpinan Pusat Muhammadiyah pada saat itu, cara-cara demikian dirasakan sebagai cara yang dapat merusak nada dan irama Muhammadiyah.
Muhammadiyah telah mempunyai cara perjuangan yang khas. Muhammadiyah bergerak bukan untuk Muhammadiyah sebagai golongan. Muhammadiyah bergerak dan berjuang untuk tegaknya Islam, untuk kemenangan
Kalimah Alloh, untuk terwujudnya masyarakat utama, adil dan makmur yang diridloi Alloh SWT. Hanya saja Islam yang digerakkan oleh Muhammadiyah adalah Islam yang sadajah, Islam yang lugas (apa adanya), Islam yang menurut al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW; dan menjalankannya dengan menggunakan akal pikiran yang sesuai dengan ruh Islam.
Dengan demikian, perlu difahamkan kepada para warga Muhammadiyah : Apa Muhammadiyah itu sebenarnya dan bagaimana cara membawa/menyebarluaskannya. Menyebarkan faham Muhammadiyah itu pada khakekatnya menyebarkan Islam yang sebenar-benarnya; dan oleh karena itu, cara menyebarkannya pun kita perlu mengikuti cara-cara Rasulullah SAW menyebarkan Islam pada awal pertumbuhannya.
II. MEMAHAMI KEPRIBADIAN Muhammadiyah ?
Memahami Kepribadian Muhammadiyah berarti :
1. Memahami apa sebenarnya Muhammadiyah.
2. Karena Muhammadiyah ini sebagai organisasi, sebagai suatu persyarikatan yang beraqidah Islam dan bersember pada Al-Qur’an dan Sunnah,
16
maka perlu pula dipahami, Islam yang bagaimanakah yang hendak ditegakkan dan dijunjung tinggi itu. Mengingat
telah banyak kekaburan-kekaburan dalam Islam di Indonesia ini. Dan hal ini pulalah yang hendak dipergunakan untuk mendasari atau menjiwai segala amal usaha Muhammadiyah sebagai organisasi.
3. Kemudian dengan sifat-sifat dan cara-cara yang kita contoh atau kita ambil dari bagaimana sejarah dakwah Rasulullah yang mula-mula dilaksanakan, itu pulalah yang kita jadikan sifat gerak dakwah Muhammadiyah, dengan kita sesuaikan pada keadaan dan kenyataan-kenyataan yang kita hadapi.
III. KEPADA SIAPA KEPRIBADIAN Muhammadiyah INI KITA PIMPIN/BERIKAN ?
Seperti telah kita uraikan di atas, bahwa Kepribadian Muhammadiyah ini pada dasarnya adalah memberikan pengeretian dan kesadaran kepada warga kita, agar mereka itu tahu tugas dan kewajibannya, tahu sandaran atau dasar-dasar beramal-usahanya, juga tahu sifat-sifat atau bentuk/irama bagaimana mereka bertindak/bersikap pada saat melaksanakan tugas kewajibannya.
IV. CARA MEMBERIKAN ATAU MENUNTUNKAN
Tidak ada cara lain dalam memberikan atau menuntunkan Kepribadian Muhammadiyah ini, kecuali harus dengan teori dan praktek penanaman pengertian dan pelaksanaan.
1. Penandasan atau pendalaman pengertian tentang dakwah/bertabligh.
2. Menggembirakan dan memantapkan tugas berdakwah. Tidak merasa rendah diri dalam menjalankan dakwah, namun tidak memandang rendah kepada yang bertugas dalam lapangan lainnya (politik, ekonomi, seni-budaya dan lain-lain).
3. Kepada mereka (para warga) hendaklah ditugaskan dengan tugas yang tentu-tentu, bukan hanya dengan sukarela. Bila perlu dilakukan dengan suatu ikatan, misalnya dengan perjanjian, dengan bai’at dan lain-lain.
4. Sesuai dengan masa seklarang, perlu dilakukan dengan musyawarah yang sifatnya mengevaluasi tugas-tugas itu.
5. Sesuai dengan masa seklarang, perlu dilakukan dengan formalitas yang menarik, yang tidak melanggar hukum-hukum agama dan juga dengan memberikan dukungan logistik.
6. Pimpinan Cabang/Ranting bersama-sama dengan anggota-anggotanya memusyawarahkan sasaran-sasaran yang dituju, bahan-bahan yang perlu dibawakan dan membagi petugas-petugas sesuai dengan kemampuan dan sasarannya.
7. Pada musyawarah yang melalukan evaluasi, sekaligus dapat ditambahkan bahan-bahan atau bekal yang diperlukan, yang akan dibagikan kepada para warga selaku muibaligh/mubalighot.
Cilacap, 22 Pebruari 2004
Disalin dan diperbanyak oleh
PIMPINAN DAERAH MUHAMMADIYAH CILACAP
17
MUQADIMAH
ANGGARAN DASAR MUHAMMADIYAH
Amma Ba’du, bahwa sesungguhnya ke Tuhanan itu adalah hak Allah semata-mata. Ber-Tuhan dan ber’ibadah serta tunduk dan tha’at kepada Allah adalah satu-satunya ketentuan yang wajib atas tiap-tiap makhluq terutama nanusia.
Hidup bermasyarakat itu adalah sunnah (hukum qadrat-iradat) Allah atas kehidupan manusia di dunia ini.
Masyarakat yang sejahtera, aman, damai, makmur dan bahagia hanyalah dapat ditujukan di atas dasar keadilan, kejujuran, persaudaraan dan gotong-royong bertolong-tolongan dengan bersendikan hukum Allah yang sebenar-benarnya, lepas dari pada pengaruh syaitan dan hawa nafsu.
Agama Allah yang dibawa dan diajarkan oleh sekalian Nabi yang bijaksana dan berjiwa suci, adalah satu-satunya pokok hukum dalam masyarakat yang utama dan sebaik-baiknya.
Menjunjung tinggi hukum Allah lebih dari pada hukum yang manapun juga, adalah kewajiban mutlak bagi tiap-tiap orang yang mengaku ber-Tuhan kepada Allah.
Agama Islam adalah agama Allah yang dibawa oleh sekalian Nabi sejak Nabi Adam sampai Nabi Muhammad s.a.w. dan diajarkan kepada ummatnya masing-masing untuk mendapat hidup bahagia Dunia dan Akhirat.
Syahdan, untuk menciptakan masyarakat yang bahagia dan sentausa sebagai yang tersebut di atas itu, tiap-tiap orang terutama ummat Islam, ummat yang percaya akan Allah dan Hari Kemudian, wajiblah mengikuti jejak sekalian Nabi yang suci itu;
ber’ibadah kepada Allah dan berusaha segiat-giatnya mengumpulkan segala kekuatan dan menggunakannya untuk menjelaskan masyarakat itu di Dunia ini, dengan niat yang murni tulus dan ikhlas karena Allah semata-mata dan hanya mengharapkan karunia Allah dan ridlaNya belaka serta mempunyai rasa tanggung jawab di hadlirat Allah atas segala perbuatannya; lagi pula harus sabar dan tawakal bertabah menghadapi segala kesukaran atau kesulitan yang menimpa dirinya, atau rintangan yang menghalangi pekerjaannya, dengan penuh pengharapan akan perlindungan dan pertolongan Allah yang Maha Kuasa.
18
Untuk melaksanakan terwujudnya masyarakat yang demikian itu, maka dengan berkah dan rahmat Allah dan didorong oleh firman Allah dalah Qur’an, surat Ali ‘Imran ayat 104 :
Pada tanggal 8 Dzulhijjah 1330 Hijriyah atau 18 Nopember 1912 Masehi oleh Almarhum KHA. Dahlan didirikan suatu persyarikatan, bernama “Muhammadiyah” yang disusun dengan Majlis-majlis (Bagian-bagiannya) mengikuti peredaran zaman serta berdasarkan :Syura” yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan atau “Muktamar”
Kesemuanya itu perlu untuk menunaikan kewajiban mengamalkan perintah-perintah Allah dan mengikuti sunnah Rasul-Nya, Nabi Muhammad s.a.w. guna mendapatkan karunia dan ridlaNya di Dunia dan Akherat, dan untuk mencapai masyarakat yang sentausa dan bahagia disertai ni’mat dan rahmat Allah yang melimpah-limpah, sehingga merupakan :
Suatu negara yang indah, bersih, suci dan makmur di bawah perlindungan Tuhan yang Maha Pengampun.
Maka dengan Muhammadiyah ini, mudah-mudahan ummat Islam dapatlah diantarkan ke pintu gerbang “Jannatun Na’im” dengan keridlaan Allah yang Rahman dan Rahim.
PENJELASAN TENTANG
MUQADIMAH ANGGARAN DASAR MUHAMMADIYAH
A. Penyusunan redaksi :
Muqadimah Anggaran Dasar Muhammadiyah dibuat dan diputuskan pada Muktamar ke 31 tahun 1950, atas usul Ki Bagus Hadikusumo. Pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam Muqadimah Anggaran Dasar Muhammadiyah sejak dibuat hingga sekarang belum ada perobahan. Adapun susunan redaksionalnya adalah sebagaimana tersebut di atas.
B. Pokok-pokok Pikiran Yang terkandung :
Sebagimana telah disebutkan di atas bahwa sejak disusun hingga sekarang Pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam Muqadimah Anggaran Dasar Muhammadiyah belum ada perobahan. Adapun pokok-pokok pikirang tersebut adalah sebagai berikut :
1. Hidup manusia harus berdasar tauhid (mengesakan) Allah, ber Tuhan, beribadah serta tunduk dan taat hanya kepada Allah.
2. Hidup manusia itu bermasyarakat.
19
3. Hanya hukum Allah yang sebenar-benarnya satu-satunya yang dapat dijadikan sendi untuk membentuk pribadi yang utama dan mengatur ketertiban hidup bersama (masyarakat) dalam menuju hidup bahagia dan sejahtera yang hakiki, di dunia dan akherat.
4. Berjuang menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam untuk mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya, adalah wajib, sebagai ibadah kepada Allah, berbuat ihsan dan islah kepada manusia/masyarakat.
5. Perjuangan menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya, hanyalah akan berhasil bila dengan mengikuti jejak (ittiba’) perjuangan para nabi terutama perjuangan Nabi besar Muhammad SAW.
6. Perjuangan menegakkan pokok-pokok pikiran tersebut hanyalah akan dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya dan berhasil, bila dengan cara berorganisasi. Organisasi adalah satu-satunya alat atau cara perjuangan yang sebaik-baiknya.
7. Merupakan kesimpulan, pokok-pokok pikiran seperti yang diuraikan dan diterangkan di muka itu, adalah yang dapat untuk melaksanakan ideologinya terutama untuk mencapai tujuan yang menjadi cita-citanya, yaitu terwujudnya masyarakat adil dan makmur lahir bathin yang diridloi Allah SWT, ialah masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
Cilacap, Januari 2004
Disalin dan diperbanyak oleh
PIMPINAN DAERAH MUHAMMADIYAH CILACAP
20
KEYAKINAN DAN CITA-CITA HIDUP (MKCH)
MUHAMMADIYAH
I. MATAN
1. Muhammadiyah adalah Gerakan Islam dan Gerakan Dakwah amar makruf nahi munkar, beraqidah Islam dan bersumber pada Al Qur’an dan Sunnah., bercita-cita dan bekerja untuk terwujudnya masyarakat utama, adil dan makmur yang diridloi Alloh swt, untuk melaksanakan fungsi dan misi manusia sebagai hamba dan khalifah Alloh di muka bumi.
2. Muhammadiyah berkeyakinan, bahwa Islam adalah agama Alloh yang diwahyukan kepada para Rasul-Nya, sejak nabi Adam, Nuh, Ibrahim, Musa , Isa dan seterusnya sampai kepada nabi penutup Muhammad SAW, sebagai hidayah dan rahmat Alloh kepada ummat manusia sepanjang masa, dan menjamin kesejahteraan hidup meteriil dan spirituil, duniawi dan uhrowi.
3. Muhammadiyah dalam mengamalkan Islam berdasarkan :
a. Al Qur’an : Kitab Alloh yang diwahyukan kepada nabi Muhammad SAW.
b. Sunnah Rasul : Penjelasan dan pelaksanaan ajaran-ajaran Al Qur’an yang diberikan oleh nabi Muhammad SAW , dengan menggunakan akal pikiran sesuai dengan jiwa ajaran Islam.
4. Muhammadiyah bekerja untuk terlaksananya ajaran-ajaran Islam yang meliputi :
(a) Aqidah.
(b) Akhlaq.
(c) Ibadah.
(d) Mu’amalah duniawiyah :
4.1. Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya ajaran Islam yang murni, bersih dari gejala-gejala kemusyrikan , bid’ah dan khurofat, tanpa mengabaikan prinsip toleransi menurut ajaran Islam.
4.2. Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya nilai-nilai akhlaq mulia dengan berpedoman ajaran-ajaran Al Qur’an dan Sunnah Rasul, tidak bersendi kepada nilai-nilai ciptaan manusia.
4.3. Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya ibadah yang dituntunkan oleh Rosululloh SAW tanpa tambahan dan perubahan dari manusia.
4.4. Muhammadiyah bekerja untuk terlaksananya mu’amalat duniawiyat (pengolahan dunia dan pembinaan masyarakat) dengan berdasarkan ajaran Agama serta menjadikan semua kegiatan dalam bidang ini sebagai ibadah kepada Alloh SWT.
5. Muhammadiyah mengajak segenap lapisan bangsa Indonesia yang telah mendapat karunia Alloh berupa Tanah air yang mempunyai sumber-sum-ber kekayaan kemerdakaan bangsa dan Negara Indonesia yang berda-sarkan Pancasila dan UUD 45, untuk berusaha bersama-sama menjadikan suatu negara yang adil dan makmur yang diridloi Alloh SWT :
“BALDATUN THOYYIBATUN WA ROBBUN GHOFUR”
Keputusan Tanwir Tahun 1969 Di Ponorogo
21
II. PEDOMAN UNTUK MEMAHAMI MKCH :
A. TAFSIR MKCH :
1. Rumusan matan “ Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah” terdiri dari 5 angka.
2. Kelima angka tersebut dapat dibagi dalam 3 kelompok , yaitu :
a. Kelompok-I mengandung pokok-pokok yang bersifat idiologis yaitu pada angka 1 dan angka 2.
b. Kelompok-II mengandung persoalan mengenai faham Agama menurut Muhammadiyah, yaitu pada angka 3 dan 4.
c. Kelompok-III, mengandung persoalan mengenai fungsi dan misi Muhammadiyah dalam masyarakat Negara Republik Indonesia yaitu pada angka 5.
B. URAIAN SINGKAT TAFSIR MKCH :
1. Pokok persoalan yang bersifat idiologis terkandung dalam angka 1 dan 2 sbb :
a. Aqidah : Muhammadiyah adalah gerakan beraqidah Islam.
b. Cita-Cita/tujuan : Bekerja untuk terwujudnya masyarakat utama, adil dan makmur yang diridloi Alloh SWT (Masyarakat Islam yang sebenar-benarnya).
c. Ajaran yang dipakai untuk melaksanakan Aqidah dalam mencapai tujuan/cita-cita tersebut adalah : Agama Islam, adalah agama Alloh sebagai hidayah dan rahmat Alloh kepada ummat manusia sepanjang masa , dan menjamin kesejahteraan hidup materiil dan spirituil, duniawi dan ukhrowi.
2. Fungsi Aqidah dalam persoalan KCH adalah sebagai sumber yang menemukan bentuk keyakinan dan cita-cita hidup itu sendiri. Berdasarkan Islam, artinya Islam sebagai sumber ajaran yang menentukan keyakinan dan cita-cita hidupnya. Ajaran Islam, yang inti ajarannya berupa kepercayaan tauhid membentuk keyakinan dan cita-cita hidup; bahwa hidup manusia didunia ini semata-mata hanyalah untuk beribadah kepada Alloh SWT, demi untuk kebahagiaan dunia dan akhirat. Hidup beribadah menurut ajaran Islam, ialah hidup bertaqorub kepada Alloh SWT dengan menunaikan amanahNya serta mematuhi ketentuan-ketentuan yang menjadi peraturanNya guna mendapatkan keridloanNya.
Amanah Alloh yang menentukan fungsi dan misi manusia dalam hidupnya di dunia, ialah manusia sebagai hamba Alloh dan khalifahNya yang bertugas mengatur dan membangun dunia serta menciptakan dan memelihara keamanan dan ketertiban untuk memakmurkannya.
3. Fungsi tujuan/cita-cita dalam persoalan KCH ialah sebagai kelanjutan/konsekwensi dari Aqidah. Hidup yang beraqidah Islam seperti yang disimpulkan pada angka 4 diatas, tidak bisa lain kecuali menimbulkan kesadaran pendirian, bahwa cita-cita/tujuan yang akan dicapai dalam hidupnya di dunia, ialah terwujudnya tata kehidupan masyarakat yang baik , guna mewujudkan kemakmuran dunia dalam rangka ibadahnya kepada Alloh SWT. Dalam hubungan ini , Muhammadiyah telah menegaskan cita-cita/tujuan perjuangannya dengan “.... sehingga terwujudnya masyarakat utama, adil makmur, yang diridloi Alloh SWT”. (AD Ps.3).
Bagaimana bentuk/wujud masyarakat utama adil dan makmur, yang diridloi Alloh SWT yang dimaksud itu, harus dirumuskan dalam satu konsepsi yang jelas, gamblang dan menyeluruh.
22
4. Berdasarkan KCH yang beraqidah Islam dan dikuatkan oleh hasil penyelidikan secara ilmiah, historis dan sosiologis, Muhammadiyah berkeyakinan, bahwa ajaran yang dapat untuk melaksanakan hidup yang sesuai dengan aqidah nya dalam mencapai cita-cita/tujuan hidup dan perjuangannya sebagaimana dimaksud, hanyalah ajaran Islam. Untuk itu sangat diperlukan adanya rumusan secara konkrit, sistematis dan menyeluruh tentang konsepsi ajaran Islam yang meliputi seluruh aspek hidup dan kehidupan manusia/masyarakat, sebagai isi dari pada masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
5. KCH Muhammadiyah yang persoalan-persoalan pokoknya telah diuraikan dengan singkat diatas, adalah dibentuk/ditentukan oleh pengertian dan faham mengenai agama Islam. Agama Islam adalah sumber keyakinan dan cita-cita hidup Muhammadiyah. Maka dari itu, faham agama bagi Muhammadiyah adalah merupakan persoalan yang esensial bagi adanya KCH Muhammadiyah.
6. Paham Agama
a. Agama Islam adalah Agama Alloh yang diturunkan kepada para RasulNya, sejak nabi Adam sampai nabi terakhir, ialah Nabi Muhammad SAW. Nabi Muhammad SAW sebagai nabi terakhir, diutus dengan membawa syariat agama yang sempurna, untuk seluruh ummat manusia sepanjang masa . Maka dari itu agama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW itulah yang tetap berlaku sampai sekarang dan untuk masa-masa yang selanjutnya.
b. Dasar Agama Islam :
1. Al-Qur’an : Kitab Alloh yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW.
2. Sunnah Rasul : Penjelasan dan pelaksanaan ajaran al-Qur’an yang diberikan oleh nabi Muhammad SAW dengan menggunakan akal fikiran sesuai dengan jiwa ajaran Islam (nukilan MKCH).
c. Al-Qur’an dan Sunnah Rosul sebagai penjelasannya adalah pokok dasar hukum/ajaran Islam yang mengandung ajaran yang benar. Akal pikiran/Ar Ra’yu adalah untuk :
1. Mengungkap kebenaran yang terkandung dalam al-Qur’an dan Sunnah Rosul.
2. Mengetahui maksud yang tercakup dalam pengertian al-Qur’an dan Sunnah Rosul. Sedang untuk mencari cara dan jalan melaksanakan ajaran al-Qur’an dan Sunnah Rosul dalam mengatur dunia guna memakmurkannya, akal fikiran yang dinamis dan progresif mempunyai peranan yang penting dan lapangan yang luas. Begitu pula akal pikiran bisa untuk mempertimbangkan seberapa jauh pengaruh keadaan dan waktu terhadap penerapan suatu ketentuan hukum dalam batas maksud-maksud pokok ajaran agama.
d. Muhammadiyah berpendirian bahwa pintu ijtihad senantiasa terbuka.
e. Muhammadiyah berpendirian bahwa orang dalam beragama hendaklah berdasarkan pengertian yang benar dengan ijtihad dan ittiba’
f. Muhammadiyah dalam menetapkan tuntunan yang berhubungan dengan masalah agama, baik bagi kehidupan perseorangan ataupun gerakan, adalah dengan dasar-dasar seperti tersebut diatas; dilakukan dalam musyawarah oleh ahlinya, dengan cara yang sudah lazim disebut tarjih, ialah membanding-banding pendapat-pendapat dalam musyawarah dan kemudian mengambil mana yang mempunyai alasan yang lebih kuat.
g. Dengan dasar dan cara memahami agama seperti tersebut diatas, Muhammadiyah berpendirian bahwa ajaran Islam mempunyai kesatuan ajaran yang tidak boleh dipisah-pisahkan dan meliputi :
23
1). Aqidah : Ajaran yang berhubungan dengan kepercayaan.
2). Akhlaq : Ajaran yang berhubungan dengan pembentukan sikap mental.
3). Ibadah mahdloh : Ajaran yang berhubungan dengan peraturan dan tata cara hubungan manusia dengan Tuhan.
4). Mu’amalah duniawiyat : Ajaran yang berhubungan dengan pengolahan dunia dan pembinaan masyarakat. Dimana semuanya itu bertumpu dan untuk mencerminkan kepercayaan Tauhid dalam kehidupn manusia, dalam wujud dan bentuk hidup dan kehidupan yang semata-mata untuk beribadah kepada Alloh SWT dalam arti yang luas dan penuh, seperti arti ibadah yang dirumuskan oleh Majelis Tarjih :
Ibadah ialah bertaqorub (mendekatkan diri) kepada Alloh, dengan mentaati segala perintah-perintahNya, menjauhi larangan-laranganNya, dan mengamalkan segala yang diijinkan Alloh. Ibadah itu ada yang umum dan ada yang khusus.
4.1). Yang umum, ialah segala amalan yang diijinkan Alloh.
4.2). Yang khusus, ialah apa yang telah ditetapkan Alloh akan perincian-perinci-annya, tingkah dan cara-caranya yang tertentu.
7. Fungsi dan misi Muhammadiyah :
a. Berdasarkan KCH yang bersumberkan ajaran Islam yang murni seperti tersebut diatas, Muhammadiyah menyadari kewajibannya , berjuang dan mengajak segenap golongan dan lapisan bangsa Indonesia , untuk mengatur dan membangun tanah air dan Negara Republik Indonesia, sehingga merupakan masyarakat yang adil dan makmur, sejahtera bahagia, materiil dan spirituil yang diridloi Alloh SWT.
b. Mengingat perkembangan sejarah dan kenyataan bangsa Indonesia sampai dewasa ini, semua yang ingin dilaksanakan dan dicapai oleh Muhammadiyah dari pada keyakinan dan cita-cita hidupnya, bukanlah hal yang baru, dan hahekatnya adalah sesuatu yang wajar.
c. Sedang pola perjuangan Muhammadiyah dalam melaksanakan dan mencapai keyakinan dan cita-cita hidupnya dalam masyarakat Negara Republik Indonesia, Muhammadiyah menggunakan dakwah Islam amar ma’ruf nahi munkar dalam arti dan proporsi yang sebenar-benarnya, sebagai jalan satu-satunya. Lebih lanjut mengenai soal ini dapat diketahui dan dipahami dalam Khittah Perjuangan Muhammadiyah.
C. PERUMUSAN MKCH :
Keyakinan dan Cita-Cita Hidup Muhammadiyah diputuskan dalam Tanwir tahun 1969 di Ponorogo, kemudian diadakan perubahan dan perbaikan oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah atas kuasa Tawir tahun 1970 di
Cilacap, Januri 2004
PD. MUHAMMADIYAH CILACAP
24
KHITTAH PERJUANGAN MUHAMMADIYAH
======================================
Keputusan Muktamar Muhammadiyah ke 40
Di Surabaya
1. HAKEKAT MUHAMMADIYAH
Perkembangan masyarakat Indonesia, baik yang disebabkan oleh daya dinamik dari dalam maupun karena persentuhan dengan kebudayaan dari luar, telah menyebabkan perubahan tertentu. Perubahan ini menyangkut seluruh segi kehidupan masyarakat, di antaranya bidang social, ekonomi, politik dan kebudayaan, yang menyangkut perubahan strukturil dan perubahan pada sikap serta tingkah laku dalam hubungan antar manusia.
Muhammadiyah sebagai gerakan, dalam mengikuti perkembangan dan perubahan itu, senantiasa mempunyai kepentingan untuk melaksanakan amar ma’ruf mani mungkar, serta menyelenggarakan gerakan dan amal usaha yang sesuai dengan lapangan yang dipilihnya, ialah masyarakat, sebagai usaha Muhammadiyah untuk mencapai tujuannya menegakkan dan menjunjung tinggi Agama Islam sehingga terwujud masyarakat utama, adil dan makmur yang diridlai Allah Subhanahu wata’ala.
Dalam melakukan usaha tersebut, Muhammadiyah berjalan di atas prinsip gerakannya, seperti yang dimaksud di dalam Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah.
Keyakinan dan Cita-Cita Hidup Muhammadiyah itu senantiasa menjadi landasan gerakan Muhammadiyah, juga bagi gerakan dan amal usaha dan hubungannya dengan kehisupan masyarakat dan ketatanegaraan, serta dalam bekerjasama dengan golongan Islam Lainnya.
2. MUHAMMADIYAH DAN MASYARAKAT
Sesuai dengan khittahnya, Muhammadiyah sebagai persyarikatan memilih dan menetapkan diri sebagai Gerakan Islam amar ma’ruf nahi mungkar dalam masyarakat, dengan maksud yang terutama ialah membentuk keluarga dan masyarakat sejahtera sesuai dengan Da’wahn Jama’ah.
Di samping itu Muhammadiyah menyelenggarakan amal usaha seperti tersebut pada Anggaran dasar Pasal 4, dan senantiasa beikhtiar untuk meningkatkan mutunya.
Penyelenggaraan amal-usaha tersebut merupakan sebagian ikhtiar Muhammadiyah untuk mencapai Keyakinan dan Cita-cita Hidup yang bersumberkan ajaran Islam, dan bagi usaha untuk terwujudnya masyarakat utama, adil dan makmur yang diridlai Allah Subhanahu wata’ala.
3. MUHAMMADIYAH DAN POLITIK
Dalam bidang politik, Muhammadiyah berusaha sesuai dengan khittahnya; dengan da’wah amar ma’ruf nahi mungkar dalam arti dan proporsi yang sebenar-benarnya, Muhammadiyah harus dapat membuktikan secara teoritis konsepsionil, secara
operasionil dan secara kongkrit riil, bahwa ajaran Islam mampu mengatur masyarakat
25
dalam Negara Republik Indonesia yang berdasar Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 menjadi masyarakat yang adil dan makmur serta sejahtera, bahagia, materiil dan spirituil yang diridlai Allah SWT. Dalam melaksanakan usaha itu, Muhammadiyah tetap berpegang teguh pada kepribadiannya.
Usaha Muhammadiyah dalam bidang politik tersebut merupakan bagian gerakannya dalam masyarakat, dan dilaksanakan berdasarkan landasan dan peraturan yang berlaku dalam Muhammadiyah.
Dalam hubungan ini Muktamar Muhammadiyah ke 38 telah menegaskan bahwa :
1). Muhammadiyah adalah Gerakan Da’wah Islam yang beramal dalam segala bidang kehidupan manusia dan masyarakat, tidak mempunyai hubungan organisatoris dengan dan tidak merupakan afiliasi dari suatu Partai Politik atau Organisasi apapun.
2). Setiap anggota Muhammadiyah sesuai dengan hak azasinya dapat tidak memasuki atau memasuki organisasi lain, sepanjang tidak menyimpang dari Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga dan ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam Persyarikatan Muhammadiyah.
4. MUHAMMADIYAH DAN UKHUWAH ISLAMIYAH
Sesuai dengan kepribadiannya, Muhammadiyah akan bekerjasama dengan golongan Islam manapun juga dalam usaha menyiarkan dan mengamalkan Agama Islam serta membela kepentingannya.
Dalam melakukan kerjasama tersaebut, Muhammadiyah tidak bermaksud menggabungkan organisasinya dengan organisasi atau institusi lainnya.
5. DASAR PROGRAM MUHAMMADIYAH
Berdasarkan landasan serta pendirian tersebut di atas dan dengan memperhatikan kemampuan dan potensi Muhammadiyah dan bagiannya perlu ditetapkan langkah kebijaksanaan sebagai berikut :
1). Memulihkan kembali Muhammadiyah sebagai Persyarikatan yang menghimpun sebagian anggota masyarakat, terdiri dari muslimin dan muslimat yang beriman teguh, taat beribadah, berakhlaq mulia, dan menjadi teladan yang baik di tengah0-tengah masyarakat.
2). Meningkatkan pengertian dan kematangan anggota Muhammadiyah tentang hak dan kewajibannya sebagai warga negara dalam Negara Kesatuan Republik
3). Menepatkan kedudukan Persyarikatan Muhammadiyah sebagai gerakan untuk melaksanakan da’wah amar ma’ruf nahi-mungkar ke segenap penjuru dan lapisan masyarakat serta di segala bidang kehidupan di Negara Republik
26
KHITTAH MUHAMMADIYAH DALAM KEHIDUPAN
BERBANGSA DAN BERNEGARA
=========================================
Keputusan Tanwir Muhammadiyah Tahun 2002, di Denpasar - Bali
10 -13 Dzulqa’idah 1422 H / 24 - 27 Januari 2002 M
Muhammadiyah adalah gerakan Islam yang melaksanakan da’wah amar ma’ruf nahi munkar dengan maksud dan tujuan menegakkan dan menjunjung tinggi Agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Muhammadiyah berpandangan bahwa Agama Islam menyangkut seluruh aspek kehidupan meliputi aqidah, Ibadah, akhlaq, dan mu’amalah duniawiyah yang merupakan satu kesatuan yang utuh dan harus dilaksanakan dalam kehidupan perseorangan maupun kolektif. Dengan mengemban misi gerakan tersebut Muhammadiyah dapat mewujudkan atau mengaktualisasikan Agama Islam menjadi rahmatan lil-‘alamin dalam kehidupan di muka bumi ini.
Muhammadiyah berpandangan bahwa berkiprah dalam kehidupan bangsa dan negara merupakan salah satu perwujudan dari misi dan fungsi melaksanakan da’wah amar ma’ruf nahi munkar sebagaimana telah menjadi panggilan sejarahnya sejak zaman pergerakan hingga masa awal dan setelah kemerdekaan Indonesia. Peran dalam kehidupan bangsa dan negara tersebut diwujudkan dalam langkah-langkah strategis dan taktis sesuai kepribadian, keyakinan dan cita-cita hidup, serta hittah perjuangannya sebagai acuan gerakan sebagai wujud komitmen dan tanggung jawab dalam mewujudkan “Bandatun Thoyibatun Wa Rabbun Ghafur”
Bahwa peran dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dapat dilakukan melalui dua strategi dan lapangan perjuangan. Petama, melalui kegiatan-kegiatan politik yang berorientasi pada perjuangan kekuasaan/kenegaraan (real pilitics, pilitik praktis) sebagaimana dilakukan oleh parta-partai politik atau kekuatan-kekuatan politik formal di tingkat kelembagaan negara. Kedua, melalui kegiatan-kegiatan kemasyarakatan yang bersifat pembinaan atau pemberdayaan masyarakat maupun kegiatan-kegiatan politik tidak langsung (high politics) yang bersifat mempengaruhi kebijakan negara dengan perjuangan moral (moral force) untuk mewujudkan kehidupan yang lebih baik di tingkat masyarakat dan negara sebagaimana dilakukan oleh kelompok-kelompok kepentingan (interest groups).
Muhammadiyah secara khusus mngambil peran dalam lapangan kemasyarakatan dengan pandangan bahwa aspek kemasyarakatan yang mengerah kepada pemberdayaan masyarakat tidak kalah penting dan strategis dari pada aspek perjuangan politik kekuasaan. Perjuangan di lapangan kemasyarakatan diarahkan untuk terbentuknya masyarakat utama atau masyarakat madani (civil society) sebagai pilar utama terbentuknya negara yang berkedaulatan rakyat. Peran kemasyarakatan tersebut dilakukan oleh organisasi-organisasi kemasyarakatan seperti halnya Muhammadiyah.
Sedangkan perjuangan untuk meraih kekuasaan (power struggle) ditujukan untuk membentuk pemerintahan dalam mewujudkan tujuan negara, yang peranannya secara formal dan langsung dilakukan oleh partai politik dan institusi-institusi politik negara melalui sistem politik yang berlaku.
27
Kedua peranan tersebut dapat dijalankan secara objektif dan saling terkait melalui bekerjanya sistem politik yang sehat oleh seluruh kekuatan nasional menuju terwujudnya tujuan negara.
Muhammadiyah sebagai organisasi social-keagamaan (organisasi kemasyarakatan) yang mengemban misi da’wah amar ma’ruf nahi munkar senantiasa bersikap aktif dan konstruktif dalam usaha-usaha pembangunan dan reformasi nasional sesuai dengan hittah (garis) perjuangan serta tidak akan tinggal diam dalam menghadapi kondisi-kondisi kritis yang dialami oleh bangsa dan negara. Karena itu, Muhammadiyah senantiasa terpanggil untk berkiprah dalam kehidupan berbangsa dan benegara dengan berdasarkan pada hittah perjuangan sebagai berikut :
1. Muhammadiyah meyakini bahwa politik dalam kehidupan bangsa dan negara merupakan salah satu aspek dari ajaran Islam dalam urusan keduniawian (al-umur ad-duniawiyat) yang harus selalu dimotifasi, dijiwai, dan dibingkai oleh nilai-nilai luhur agama dan moral yang utama. Karena itu diperlukan sikap dan moral yang positif dari seluruh warga Muhammadiyah dalam menjalani kehidupan politik untuk tegaknya kehidupan berbangsa dan bernegara.
2. Muhammadiyah meyakini bahwa negara dan usaha-usaha membangun kehidupan berbangsa dan bernegara, baik melalui perjuangan politik maupun melalui pengembangan masyarakat, pada dasarnya merupakan wahana yang mutlak diperlukan untuk membangun kehidupan dimana nilai-nilai Ilahiah melandasi dan tumbuh subur bersamaan dengan tegaknya nilai-nilai kemanusiaan, keadilan, perdamaian, ketertiban, kebersamaan, dan keadaban untuk terwujudnya “Baldatun Thayyibatun Wa Rabbun Ghafur”
3. Muhammadiyah memilih perjuangan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara melalui usaha-usaha pembinaan atau pemberdayaan masyarakat guna terwujudnya masyarakat madani (civil society) yang kuat sebagai mana tujuan Muhammadiyah untuk mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Sedangkan hal-hal yang berkaitan dengan kebijakan-kebijakan kenegaraan sebagai proses dan hasil dari fungsi politik pemerintahan akan ditempumelalui pendekatan-pendekatan secara tepat dan bijaksana sesuai prinsip-prinsip perjuangan kelompok kepentingan yang efektif dalam kehidupan negara yang demokratis.
4. Muhammadiyah mendorong secara kritis atas perjuangan politik yang bersifat praktis atau berorientasi pada kekuasaan (real politics) untuk dijalankan oleh parta-partai politik dan lembaga-lembaga formal kenegaraan dengan sebaik-baiknya menuju terciptanya system politik yang demokratis dan berkedaban sesuai dengan cita-cita luhur bangsa dan negara. Dalam hal ini perjuangan politik yang dilakukan oleh kekuatan-kekuatan politik hendaknya benar-benar mengedepankan kepentingan rakyat dan tegaknya nilai-nilai utama sebagaimana yang menjadi semangat dasar dari dan tujuan didirikannya negara Republik Indonesia yang diproklamasikan tahun 1945.
5. Muhammadiyah senantiasa memainkan peranan politiknya sebagai wujud dari da’wah amar ma’ruf nahi munkar dengan jalan mempengaruhi proses dan kebijakan negara agar tetap berjalan sesuai dengan konstitusi dan cita-cita luhur bangsa. Muhammadiyah secara aktif menjadi kekuatan perekat bangsa dan berfungsi sebagai wahana pendidikan politik yang sehat menuju kehidupan nasional yang damai dan berkeadaban.
28
6. Muhammadiyah tidak berafiliasi dan tidak mempunyai hubungan organisatoris dengan kekuatan-kekuatan politik atau organisasi manapun. Muhammadiyah senantiasa mengembangkan sikap positif dalam memandang perjuangan politik dan menjalankan fungsi kritik sesuai dengan prinsip amar ma’ruf mahi munkar demi tegaknya system politik kenegaraan yang demokratis dan berkeadaban.
7. Muhammadiyah memberikan kebebasan kepada setiap anggota Persyarikatan untuk menggunakan hak pilihnya dalam kehidupan politik sesuai hati nurani masing-masing. Penggunaan hak pilih tersebut harus nerupakan tanggung jawab sebagai warga negara yang dilaksanakan secara rasional dan kritis, sejalan dengan misi dan kepentingan Muhammadiyah, demi kemaslahat bangsa dan negara.
8. Muhammadiyah meminta kepada segenap anggotanya yang aktif dalam politik untuk benar-benar melaksanakan tugas dan kegiatan politik secara sungguh-sungguh dengan mengedepankan tanggung jawab (amanah),akhlaik mulia (akhlak al-karimah), keteladanan (uswah hasanah), dan perdamaian (ishlah). Aktifitas politik tersebut harus sejalan dengan upaya memperjuangkan misi Persyarikatan dalam melaksanakan da’wah amar ma’ruf nahi munkar.
9. Muhammadiyah senantiasa bekerjasama dengan pihak atau golongan mana pun berdasarkan prinsip kebajikan dan kemaslahatan, menjauhi kemudlaratan, dan bertujuan untuk membangun kehidupan berbangsa dan bernegara ke arah yang lebih baik, maju, demokratis dan berkeadaban.
Disalin sesuai aslinya oleh :
PIMPINAN DAERAH MUHAMMADIYAH
KABUPATEN CILACAP
29
KITAB MASALAH
I. MATAN KITAB MASALAH
1. Agama :
1.1. Agama, yakni Agama Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw ialah apa yang diturunkan Alloh dalam al-Qur’an dan yang tersebut dalam Sunnah yang shohih, berupa perintah-perintah dan larangan-larangan serta petunjuk untuk kebaikan manusia di dunia dan akhirat.
1.2. Agama adalah apa yang disyariatkan Alloh dengan perantaraan nabi-nabi Nya, berupa perintah-perintah dan larangan-larangan serta petunjuk-petunjuk untuk kebaikan manusia di dunia dan akhirat.
2. Dunia :
Yang dimaksud urusan dunia dalam sabda Rosululloh saw : “Kamu lebih mengerti urusan duniamu” ialah segala perkara yang tidak menjadi tugas diutusnya para Nabi (yaitu perkara/pekerjaan-pekerjaan/urusan-urusan yang diserahkan sepenuhnya kepada kebijaksanaan manusia)
3. Ibadah :
‘Ibadah, ialah bertaqorub (mendekatkan diri) kepada Allah dengan jalan mentaati segala perintah-perintah Nya,menjauhi larangan-laranganNya, dan mengamalkan yang diijinkan Nya.
Ibadah itu ada yang umum dan ada yang khusus :
3.1. Yang umum ialah segala amalan yang diijinkan Allah.
3.2. Yang khusus ialah apa yang ditetapkan Allah akan rincian-rinciannya, tingkah dan caranya yang tertentu.
4. Sabilillah :
Sabilillah adalah jalan yang menyampaikan kepada keridloan Alloh, berupa segala amalan yang diijinkan Alloh untuk memuliakan kalimah (Agama) Nya dan melaksanakan hukum-hukum Nya.
5. Qiyas :
5.1. Bahwa dasar mutlak dalam agama Islam adalah Al-Qur’an dan Al-Hadits.
5.1. Bahwa dimana perlu dalam menghadapi soal-soal yang telah terjadi dan sangat dihajatkan untuk diamalkannya, mengenai hal-hal yang tak bersangkutan dengan ‘ibadah mahdloh padahal alasan atasnya tidak terdapat adanya nash shorih di dalam al-Qur’an dan as-Sunnah shohihah, maka dipergunakanlah alasan dengan jalan ijtihad dan istimbath dari pada nash-nash yang ada, melalui persamaan ‘illat sebagaimana telah dilakukan oleh ulama-ulama salaf dan khalaf.
30
II. PENJELASAN :
Disebut Kitab masalah
Adapun isi masalah
1. Masalah pertama tentang Agama :
a. Islam adalah satu-satunya Agama Alloh sejak periode Nabi Adam sampai Nabi Muhammad saw (periode akhir zaman).
b. Apa yang disyari’atkan Alloh dengan perantaraan Nabi-nabinya sebelum periode Muhammad SAW adalah berlingkup regional (terbatas pada waktu dan wilayah tertentu), Tetapi apa yang syari’atkan kepada Muhammad SAW dalam al-Qur’an dan yang tersebut dalam as-Sunnah shohihah adalah berlingkup universal dan eternal, kaafatan linaas dan rahmatan lil ‘alamin sampai akhir zaman.
c. Bahwa Islam adalah al-Qur’a, dan as-Sunnah shohihah yang meliputi Aqidah, Akhlaq, ‘Ibadah dan Mu’amalah duniawiyah.
d. Bahwa garis besar Agama Islam yang berupa perintah, larangan dan petunjuk untuk kebaikan manusia di dunia dan akhirat, adalah merupakan gambaran keseluruhan/ totalitas/keutuhan Islam sebagai jalan hidup yang harus ditempuh oleh pemeluknya.
2. Masalah kedua tentang Dunia :
a. Bahwa kata dunia yang dimaksud disini adalah khusus dalam pengertian sabda nabi tersebut diatas, dan jangan dihadapkan kepada akhirat. Maksudnya untuk membedakan antara urusan dalam bidang ‘Ibadah ( yang mahdloh/ritual ) dengan urusan dunia (yang sekulair dan manusiawi dan manusiawi) yang diserahkan kepada kebijaksanaan manusia menjadi bidang tugas akal budhi manusia ( iptek ).
b. Dalam hubungan ini dapat dipahami dengan pemikiran, bahwa ajaran Islam membagi masalah-masalah keduniaan itu menjadi 2 , yaitu : ( 1) Yang dituntun ajaran Islam seperti pembagian waris dan perkawinan ; ( 2 ) Masalah keduniaan yang tidak diatur oleh Agama seperti cara bertani, bertukang, membuat peralatan rumah tangga dan sebagainya, kesemuanya itu diserahkan kepada kehendak manusia sendiri sepanjang tidak bertentangan dengan hukum Alloh. Dan yang no. 2 inilah yang diserahkan kepada kebijaksanaan manusia dan tidak secara khusus (formal) menjadi tugas diutusnya para nabi
c. Dalam hubungan tajdid, urusan ‘Ibadah khusus/mahdloh/ritual keagamaan itu harus dimurnikan kembali sesuai al-Qur’an dan as-Sunnah shohihah. Sedang dalam urusan duniawi yang diserahkan kepada kebijaksanaan manusia itu berlaku pengembangan dan peningkatan (modernisasi).
d. Islam mengenal aspek sekulair dalam rangka kehidupan beragama (budaya hidup Islami), tetapi tidak mengenal sekularisme dan sekularisasi yang memisahkan antara urusan dunia dengan urusan Agama.
e. Fiddunya khasanah diwujudkan dengan kehidupan dunia dalam peradaban/kultur yang didukung oleh iptek yang dijiwai oleh Agama Islam (iptek yang Islami), karena Islam adalah Agama dunia untuk memperoleh kemaslahatan hidup manusia di dunia.
31
3. Masalah ketiga tentang “Ibadah” :
a. Bahwa pada dasarnya seluruh kehidupan manusia adalah untuk ‘Ibadah.
b. Dalam ajaran Islam yang dijalankan karena perintah, yang dijauhi karena larangan dan yang dilakukan karena diijinkan (tidak ada larangan), keseluruhannya harus menjadi (berstatus) ‘Ibadah.
c. Perbuatan hidup yang yang diijinkan Alloh (yang manusiawi/duniawi) menjadi berstatus ‘ibadah apabila dilakukan dengan memenuhi 3(tiga) syarat : niat yang ikhlas sebagai titik tolak, ridlo Alloh sebagai titik tuju dan amal sholeh sebagai garis amalannya.
d. Perbuatan hidup yang diijinkan Alloh (yang tidak dilarang/tidak bertentangan dengan al-Qur’an dan as-Sunnah) itulah yang termasuk bidang ‘ibadah umum yang memerlukan peningkatan/pengembangan/ kreasi dan modernisasi sepanjang tidak betentangan dengan Agama.
Perbuatan hidup yang ditetapkan Alloh rinciannya, tingkah dan caranya (disebut ibadah mahdloh) dilakukan dengan ittiba’ Rosul tanpa tambahan dan perubahan dari manusia.
4. Masalah keempat tentang Sabilillah :
a. Sabilillah adalah jalan yang ditempuh dalam upaya hidup menuju keridloan Alloh dalam totalitas hidupnya yang diijinkan Alloh dan untuk memuliakan Agama Alloh serta melaksanakan hukum-hukum Nya.
b. Sabilillah adalah perjuangan dijalan Alloh (yang berupa upaya/sarana dan pra sarana) untuk memuliakan kalimat (Agama) Alloh dan melaksanakan hukum-hukum Alloh.
c. Perjuangan Sabilillah pulalah yang berhak atas bagian zakat.
5. Masalah kelima tentang Qiyas :
a. Bahwa sumber hukum Islam yang mutlak adalah hanya ada 2 , dengan urutan al-Qur’an dan as-Sunnah.
b. Selainnya, yakni yang berupa Ijma’, Qiyas dan Istimbath adalah bukan sumber hukum, tetapi merupakan sistim/methode ijtihad yang bersumber pada kekuatan Ra’yu(akal) , sehingga maksimal akallah yang dapat disebut sebagai sumber tambahan (bukan sumber mutlak) / semi sumber.
c. Menempatkan Ijma’ , Qiyas dan Istidlal sebagai sumber berakibat timbulnya sikap taklidisme, bahkan pernah memunculkan sikap dan pernyataan bahwa pintu ijtihad telah tertutup.
d. Bahwa methode Qiyas dalam ijtihad adalah satu - satunya jalan yang ditempuh Muhammadiyah berijtihad dibidang urusan duniawi, bukan bidang Aqidah dan ‘Ibadah mahdloh, karena dalam bidang Aqidah dan ‘Ibadah mahdloh sudah final.
Cilacap, Pebruari 2004
Disalin dan diperbanyak oleh
PIMPINAN DAERAH MUHAMMADIYAH CILACAP
32
POKOK-POKOK MANHAJ
MAJLIS TARJIH MUHAMMADIYAH
Sebelum membahas pokok-pokok Manhaj Majlis Tarjih Muhammadiyah, sebaiknya kita memahami alasan Muhammadiyah membentuk Majlis Tarjih kemudian juga kita harus memahami Kaidah Pokok Manhaj Majlis Tarjih dan Pengembangan Pemikiran Islam Muhammadiyah.
Bahwa perbedaan dalam memahami masalah Agama sudah ada sejak Rasulullah masih hidup, hanya saja permasalahannya dapat langsung diatasi setelah Rasulullah memberikan fatwanya. Setelah Rasulullah wafat maka masalah agama dimintakan fatwa kepada para shahabat, kemudian tabi’in, tabiit tabi’in dan seterusnya akhirnya para ‘ulama dan zu’ama. Jumlah shahabat tentu banyak dan jumlah tabi’in banyak, jumlah tabiit tabi’in dan seterusnya jumlah ‘ulama lebih banyak lagi.
Dengan demikian maka perselisihan faham dalam masalah agama sudahlah timbul sejak dulu sebelum Muhammadiyah didirikan, karena masing-masing berpegang teguh pada pendapat seorang ulama atau yang tersebut pada suatu kitab, dengan tidak berusaha untuk mengakhiri perselisihannya itu dengan kembali kepada Al Qur’an dan Sunnah Rasulullah. Oleh karena khawatir akan adanya perselisihan dan perbedaan dalam kalangan Muhammadiyah dalam masalah Agama itu, maka didirikanlah Majlis Tarjih yang tugas utamanya memberikan fatwa tentang masalah agama.
Majlis Tarjih didirikan tahun 1927, dari tahun ke tahun Majlis Tarjih terus mengembangkan kajiannya dan diperluas masalah yang dibahas, yang akhirnya namanyapun disempurnakan menjadi Majlis Tarjih dan Pengembangan Pemikiran Islam. Keputusan Majlis Tarjih yang dimulai dari merundingkan suatu masalah sampai kepada menetapkan, tidak menentang ataupun menjatuhkan segala hal yang tidak dipilih oleh Tarjih. Putusan Tarjih yang mendasarkan pada Al Qur’an dan As Sunnah diharapkan dapat mempersatukan dan menjaga Muhammadiyah dari segala perselisihan faham Agama.
I. Kaidah Pokok Manhaj Majlis Tarjih.
Kaidah Pokok Manhaj Majlis Tarjih dan Pengembangan Pemikiran Islam Muhammadiyah, disusun mdalam 5 (
a. Pendahuluan.
b. Sumber Ajaran Islam.
c. Manhaj Ijtihad Hukum.
d. Pinsip-prinsip Pengembangan Pemikiran Islam.
e. P e n u t u p.
Adapun isi Kaidah Pokok Manhaj Majlis Tarjih dan Pemikiran Islam Muhammadiyah adalah sebagai berikut :
33
Bab I : Pendahuluan
A. Prinsip Dasar.
Hakekat agama Islam adalah agama Allah swt. yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw. yang bersumber kepada wahyu Al-Qur’an yang diturunkan Allah dan As-Sunnah Maqbulah berupa perintah-perintah (al-awamir), larangan-larangan (an-nawahi) dan petunjuk-petunjuk (al-irsyadah) untuk kemaslahatan manusia baik di dunia maupun di akherat. Al-Qur’an dan As-Sunnah (wahyu) adalah mutlak kebenarannya, sedangkan hasilijtihad adalah nisbi, maka hasil ijtihad Muhammadiyah bukan merupakan kebenaran mutlak.
B. Pengertian umum.
Untuk menyamakan persepsi tentang beberapa istilah teknis yang digunakan dalam kaidah pokok ini perlu dijelaskan pengertian-pengertian umum tentang istilah-istilah sebagai berikut :
Ijjtihad ialah mencurahkan segenap kemampuan berfikir dalam menggali dan merumuskan ajaran Islam baik bidang aqidah, hukum, filsafat, tasawwuf, maupun disiplin ilmu lainnya berdasarkan wahyu dengan pendekatan tertentu.
Maqasid asy-Syari’ah ialah tujuan ditetapkan hukum dalam Islam, yaitu untuk melindungi kemaslahatan manusia sekaligus untuk menghindari mafsadat, yakni melindungi agama, jiwa, akal, keturunan dan harta. Tujuan tersaebut dicapai melalui penetapan hukum yang pelaksanaannya tergantung pada pemahaman pada sumber hukum (Al-Qur’an dan As-Sunnah).
Ittiba’ ialah mengikuti ijtihad orang lain dengan mengetahui dalil dan argumentasinya. Ittiba’ merupakan sikap minimal yang harus dapat dilakukan oleh warga persyarikatan.
Taqlid ialah mengikuti ijtihad orang lain tanpa mengetahui dalil dan argumentasinya. Taqlid merupakan sikap yang tidak dibenarkan untuk diikuti oleh warga persyarikatan baik ulamanya maupun warga secara keseluruhan.
Talfiq ialah menggabungkan beberapa pendapat dalam suatu perbuatan syar’i dan talfiq terjadi dalam kontek taqlid dan ittiba’. Muhammadiyah membenarkan talfiq sepanjang telah dikaji lewat proses tarjih.
Tarjih secara teknis, adalah proses analisis untuk menetapkkan hukum dengan menetapkan dalil yang lebioh kuat (rajih), lebih tepat analogi dan lebih kuat maslahatnya. Sedangkan secara institusional Majlis Tarjih ialah lembaga ijtihad jama’i (organisatoris) di lingkungan Muhammadiyah yang anggota-anggotanya terdiri dari orang-orang yang memiliki kompetisi ushuliyah dan ilmiah dalam bidangnya masing-masing.
As-Sunnah Al-Maqbulah ialah perkataan, perbuatan dan ketetapan Nabi saw. yang menurut hasil analisis memenuhi kriteria sahih dan hasan sehingga dapat dijadikan hujjah syar’iyyah.
Ta’abbudi ialah perbuatan-perbuatan ubudiyah yang harus dilakukan oleh mukallaf sebagai wujud penghambaan kepada Allah tanpa boleh ada penambahan atau pengurangan. Perbuatan ta’abbudi yang tidak tedas makna tidak dapat dita’lil (dikausasi) secara rasional. Ta’aqquli ialah perbuatan-perbuatan ubudiyah mukallaf yang bersifat ta’aqquli, berkembang dan dinamis, perbuatan ta’aqquli bisa dianalisis secara rasional.
34
Sumber Hukum, yakni sumber hukum syar’i adalah Al-Qur’an dan As-Sunnah Al-Baqbulah.
Qat’iyyul wurud, ialah nas yang memiliki kepastian dalam aspek penerimaannya karena proses penyampaiannya meyakinkan dan tidak mungkin ada keterputusan atau kebohongan dari para penyampainya.
Qat’iyyul dalalah, ialah nash yang memiliki makna pasti karena dikemukakan dalam bentuk lafadz bermakna tunggal dan tidak dapat ditafsirkan dengan makna lain.
Dzaniyyul wurud, ialah nas yang tidak memiliki kepastian dalam aspek penerimaannya, kaarena proses penyampaiannya kurang meyakinkan dan karena ada kemungkinan keterputusan, kedustaan, kelupaan di antara penyampainya.
Dzaniyyud dalalah, ialah nas yang memiliki makna tidak pasti karena dikemukakan dalam bentuk lafadz bermakna ganda dan dapat ditafsirkan dengan makna lain.
Tajdid, ialah pembaruan yang memiliki dua makna, yakni pemurnian (tajdid salafi) dan pengembangan (tajdid khalafi).
Pemikiran, ialah hasil rumusan dengan cara mencurahkan segenap kemampuan berfikir terhadap suatu masalah berdasarkan wahyu dengan metode ilmiah, meliputi bidang teologi, filsafat, tasawuf, hukum dan disiplin ilmu lainnya.
Bab II : Sumber Ajaran Islam
a. Sumber ajaran Islam adalah al-Qur’an dan as-Sunnah al-Maqbulah.
b. Pemahaman terhadap kedua sumber tersebut dilakukan secara komprehensif integralistik baik dengan pendekatan tektual maupun konteklstual.
c. Peran akal dalam memahami teks al-Qur’an dan as-Sunnah dapat diterima, tetapi jika bertentangan dengan dzahir nas diupayakan penyelesaiannya dengan takwil.
Bab III : Manhaj Ijtihad Hukum
A. Pengertian
Ijtihad ialah mencurahkan segenap kemampuan berpikir dalam menggali dan meru muskan hukum syar’i yang bersifat dzani dengan menggunakan metode tertentu yang dilakukan oleh yang berkompenten baik secara metodologis maupun permasalahan.
B. Posisi dan Fungsi
Posisi ijtihad bukan sebagai sumber hukum melainkan sebagai metode penetapan hukum, sedangkan ijtihad adalah sebagai metode untuk merumuskan ketetapan ketetapan hukum yang belum terumuskan dalam al-Qur’an dan as-Sunnah.
C. Ruang lingkup Ijtihad
1. Masalah-masalah yang terdapat dalam dalil-dalil dzani.
2. Masalah-masalah yang secara eksplisit tidak terdapat dalam al-Qur’an dan as-Sunnah.
35
D. Methode, Pendekatan dan Tehnik
1. Metode
a. Bayani (semastik) yaitu metode yang menggunakan pendekatan kebahasaan.
b. Ta’lili (rasionalistik) yaitu metode pendekatan hukum yang menggunakan pendekatan penalaran.
2. Pendekatan
Pendekatan yang digunakan dalam menetapkan hukum ijtihadiyah adalah :
a. At-Tafsir al-ijtima’ al-mu’asir (hermeneutic)
b. At-tarikhiyah (histories)
c. As-susiulujiyyah (sosiologis)
d. Al-antrubulujiyyah (antropologis)
3. Tehnik
Tehnik yang digunakan dalam menetapkan hukum adalah :
a. Ijma’
b. Qiyas
c. Masalih Muirsalah
d. Urf
E. Ta’arud Al-adillah :
1. Ta’arud al-adilah, adalah pertentangan beberapa dalil yang masing-masing menunjukkan ketentuan hukum yang berbeda.
2. Jika terjadi ta’arud diselesaikan dengan urutan cara-cara sebagai berikut :
a. Al-jam’u wa at-taufiq, yakni sikap menerima semua dalil yang walaupun dzahirnya ta’arud. Sedangkan pada dataran pelaksanaannya diberi kebebasan untuk memilikinya (takhyir).
b. At-tarjih, yakni memilih dalil yang lebih kuat untuk diamalkan dan meninggalkan dalil yang lebih lemah.
c. An-naskh, yakni mengamalkan dalil yang munculnya lebih akhir.
d. At-tawaqquf, yakni menghentikan penelitian terhadap dalil yang dipakai dengan cara mencari dalil baru.
F. Metode Tarjih terhadap Nash :
Pentarjihan terhadap nash dilihat beberapa segi :
1. Segi sanad
a. kualitas maupun kuwantitas perowi
b. bentuk dan sifat periwayatan
c. sighat at-tahamul wa al-aa (formula penyampaian dan penerimaan hadits)
2. Segi matan
a. Matan yang menggunakan sighat an-nahyu (formula larangan) yang lebih rajih dari sighat al-amr (formula perintah).
b. Matan yang menggunakan sighat khusus lebih rajih dari sighat umum.
Bab IV : Pinsip-prinsip Pengembangan Pemikiran Islam
A. Hubungan wahyu dengan akal.
1. Al-Qur’an dan as-Sunnah (wahyu) adalah mutlak keberadaan dan kebenarannya sedangkan hasil penalaran akal (reason) dan rasa (intuition) adalah nisbi.
36
2. Walaupun akal dan rasa adalah nisbi namun keberadaan manusia sesungguhnya ditentukan oleh pengembangan akal dan perasaannya.
3. Wahyu merupakan dasar berpijak dan pengendali pengembangan akal dan
rasa manusia.
B. Prinsip-prinsip
1. Prinsip al-muhafazah (konserfasi), yaitu upaya pelestarian nilai-nilai dasar yang termuat dalam wahyu untuk menyelkesaikan permasalahan yang muncul. Pelestarian ini dapat dilakukan dengan cara pemurnian (purifikation) ajaran Islam yang dikenal dengan istilah at-tajdid as-salafi. Ruang lingkup pelestarian adalah akidah Islamiyah dan ibadah Islamiyah.
2. Prinsip at-Tahdis, yaitu upaya penyempurnaan ajaran Islam guna memnuhi tuntutan spiritual masarakat Islam sesuai dengan perkembangan sosialnya. Penyempurnaan ini dilakukandengan cara reaktualisasi, reinterpretasi dan revitalisasi ajaran Islam.
3. Prinsip al-Ibtikar (kreasi) penciptaan rumusan pemikiran Islam secara kreatif, kontruktif dalam menyahuti permasalahan aktual. Kreasi ini dilakukan dengan menerima nilai-nilai luar Islam dengan p;enyesuaian seperlunya (futuristik adaptatif). Atau dengan penyerapan nilai dan elemen luaran dengan penyaringan secukupnya (omitatif selektif).
Bab V : P e n u t u p
Hasil keputusan tarjih dan pengembangan pemikiran Islam bersifat nisbi, toleran dan terbuka. Nisbi berarti Muhammdiyah tidak menganggap hasil keputusan tarjih dan pengembangan pemikiran sebagai mutlak kebenarannya. Toleran berarti Muhammadiyah tidak menganggap pendapat yang berbeda dengan putusan dan pemikiran Muhammadiyah sebagai pendapat yang salah. Terbuka berarti Muhammadiyah menerima kritik kontruktif terhadap hasil putusan tarjih dan pengembangan asal argumentasinya didasarkan pada dalil yang lebih kuat dan argumentasi yang lebih akurat.
II. Manhaj Pengembangan Pemikiran Islam Muhammadiyah :
Manhaj Pengembangan Pemikiran Islam Muhammadiyah mengandung 2 (dua) pokok pikiran yaitu :
a. Prinsip Pengembangan Pemikiran Islam.
b. Kerangka Metodologi.
Bab I : Prinsip Pengembangan Pemikiran
Manhaj Pengembangan Pemikiran Islam Muhammadiyah ini dikembangkan atas dasar prinsip-prinsip yang menjadi orientasi utamanya, yaitu :
1. Istimroriyah, yaitu upaya untuk melanjutkan berbagai produk pemikiran historis dengan demikian produk pemikiran yang akan dihasilkan bukanlah merupakan merupakan sesuatiu yang ahistoris.
37
2. Tanawwuiyyah, yaitu upaya untuk memberikan ruang dan toleransi atas adanya berbagai kemungkinan hasil kajian. Karena manhaj ini dipandang relatif maka seluruh hasil yang diproduksinya juga relatif. Oleh sebab pluralitas hasil sangat dimungkinkan.
3. Sumuliyyah, yaitu prinsip untuk menghadirkan Islam dalam wajah yang utuh, bukan parsial dan ad hock. Untuk inilah maka manhaj ini dikembangkan dengan memperhatikan aspek ta’aqquli dan ta’abbudi, bathini dan dlahiri, normatifitas dan historisitas dengan realitas kini.
4. ‘Alamiyah dan mahalliyah, yaitu upaya pengembangan pemikiran dan manhaj yang memungkinkan adanya atau keharusan memperhatikan aspek global universal dan lokal partikuler.
5. Ibtikariyah, yaitu kreasi, penciptaan rumusan pemikiran Islam secara kreatif dan konstruktif dalam menyahuti permasalahan aktual. Kreasi ini dilakukan dengan cara menerima nilai-nilai luar Islam dengan penyesuaian (futuristik adaptif) atau dengan penyerapan nilai dan ewlemen luar dengan penyaringan (imitatif selektif) Ilahiyah, yaitu usaha untuk menangkap, merumuskan dan menggumulkan nilai ilahi (normatifitas) dalam tataran historis.
Bab II : Kerangka Metodologi :
Pada dasarnya metodologi merupakan alat untuk memperoleh kebenaran dalam pemikiran Islam, yaitu kebenaran suatu konsep maupun nilai-nilai. Dalam rangka mencari kebenaran itulah diperlukan pendekatan (logis of eksploration dan logic of discovery), berikut teknis-teknis operasionalnya (metode). Sejalan dengan epistomologi yang dikembangkan Muhammadiyah maka teks nash al-Qur’an dan as-Sunnah dari sisi bahasa didekati dengan pendekatamn bayani, dan dari sisi isi dan interaksinya dengan dimensi sejarah didekati dengan burhani dan atau irfani. Dalam menyelesaikan suatu masalah ketiga pendekatan ini dapat digunakan secara sirkuler triadik.
1. Pendekatan bayani.
Pendekatan ini diartikan sebagai cara-cara untuk memahami dan atau menganalisis teks untuk menemukan atau mendapatkan makna yang dikandung dalam atau dikehendaki oleh teks itu. Makna yang dikandung dalam, dikehendaki oleh, dan diekspresikan melalui teks itu dapat diketahui dengan mencermati hubungan antara makna dan teks (latar). Hubungan antara makna dan teks ini dapat dilihat dari segi :
a. Untuk makna apa teks itu dirumuskan (makna wadh’iy) seperti ‘am, khas, musytarak dengan kaidah-kaidahmya masing-masing.
b. Makna apa yang digunakan oleh teks itu (makna isti’maly) seperti hakiki dan majazi yang ditempuh untuk mengetahui penunjukan teks terhadap makna.
c. Bagaimana sifat atau kualitas teks (lafad) itu dalam menjelaskan makna yang dikandungnya.
d. Cara-cara untuk mengetahui penunjukan teks terhadap makna (turuq dalalah al-lafz).
2. Pendekatan burhani.
Pendekatan burhani atau pendekatan rasional argumentatif adalah pendekatan yang mendasari diri pada kekuatan rasio yang dilakukan melalui dalil-dalil logika. Pendekatan ini menjadikan realitas teks maupun konteks sebagai sumber kajian. Dalam pendekatan burhani tercakup dua pendekatan :
38
a. Metode ta’lili yang berupaya memahami realitas teks berdasarkan rasionalitas.
b. Metode istilahi berusaha mendekati dan memahami realitas obyektif atau konteks berdasarkan filosofi.
Ø Realitas tersebut meliputi :
Ø Realitas alam (realitas kauniyyah).
Ø Realitas sejarah (tarikhiyyah).
Ø Realitas sosial (ijtima’iyyah).
Ø Realitas budaya ( thaqafiyyah).
Dalam pendekatan ini, teks dan konteks, sebagai sumber kajian, berada dalam satu wilayah yang saling mempengaruhi. Teks tidak berdiri sendiri, ia selalu terikat dengan konteks yang merngelilingi dan mengadakannya sekaligus konteks dari mana teks itu dibaca dan ditafsirkan. Untuk itu, pemahaman terhadap realitas kehidupan sosial keagamaan dan sosial keislaman menjadi lebih memadahi apabila dipergunakan pendekatan-pendekatan sosiologi (ijtima’iyyah), antropologi (antrufulujiyyah), kebudayaan (thaqafiyyah) dan sejarah (tarikhiyyah).
Pendekatan sosiologis digunakan dalam pemikiran Islam untuk memahami realitas sosial-keagamaan dari sudut pandang interaksi antara anggota masyarakat. Dengan metode ini, konteks sosial suatu perilaku keberagamaan dapat didekati secara lebih tepat, dan dengan metode ini konteks sosial suatu perilaku keberagamaan dapat didekati secara lebih tepat, dan dengan metode ini pula kita dapat melakukan reka cipta masyarakat utama dalam pengertian Muhammadiyah. Metode antropologi bermanfaat untuk mendekati masalah-masalah kemanusiaan dalam rangka melakukan reka cipta budaya Islam.
Tentu saja untuk melakukan reka cipta budaya Islam juga dibutuhkan metode kebudayaan (thaqafiyyah) yang erat kaitannya dengan dimensi pemikiran, ajaran-ajaran, dan konsep-konsep, nilai-nilai dan pandangan dunia Islam yang hidup dan berkembang dalam masyarakat Muslim. Agar supaya re cipta masyarakat Muslim dapat mendekati ideal masyarakat utama ala Muhammadiyah pada masa depan, maka strategi reka cipta itu juga menghendaki kesinambungan historis. Untuk itu di sini dibutuhkan metode sejarah (tarikhiyyah), yang menempuh 4 (empat) tahap dan erat yakni :
a. pelacaskan jejak sejarah,
b. kritik sumber sejarah,
c. interpretasi data sejarah,
d. historiografi.
Hal ini agar konteks sejarah masa lalu, kini dan akan datang berada dalam satu kaitan yang kuat dan kesatuan yang utuh. Ini bermanfaat agar upaya pembaharuan pemikiran Islam Muhammadiyah tidak kehilangan jejak historis.
Demikian juga perlu pendekatan sosiologis dan antropologis melalui analisis fenomenologis, struktural, fungsional, struktural fungsional, konflik, sosial-kritis, maupun etnometodologis. Oleh karena itu, dalam model pendekatan burhani, keempat metode yakni ijtimaiyyah, tarikhiyah, sosiolojiyyah dan antropolojiyyah, berada dalam posisi yang saling berhubungan secara dialektik dan saling melengkapi membentuk jaringan keilmuan. Dalam kepentingan pengembangan pemikirannIslam dapat digunakan metode Islam dialektik, baik dialektika antropologis Islam untuk reka budaya Islam (budaya utama) maupun dialektika sosiologis Islam untuk
39
rekasosial Islam (masyarakat utama), Metode Islam dialektik ada tiga tahap, yaitu internalisasi, obyektivisasi dan eksternalisasi.
Internalisasi merupakan tahap pemahaman dasn penghayatan terhadap teks atau konteks. Sedangkan obyektivisasi merupakan tahap aktualisasi atau visualisasi dari pemahaman dan penghayatan terhadap teks atau konteks. Adapun eksternalisasi adalah tahap kreatifisasi pemikiran Islam yang konstruktif spiritualistik.
3. Pendekatan Irfani.
Pendekatan irfani adalah pendekatan pemahaman yang bertumpu pada pengalaman batini, zauq, qalb, wijdan, basirah dan instuisi. Pendekatan pengetahuan ini menekankan hubungan antara subyek dan obyek secara direct experience, tidak lewat medium bahasa atau teks dan tidak lewat logika rasional, sehingga obyek menyatu dengan dalam diri subyek. Obyek lahir dalam diri subyek (al-‘ilm al-huduri).
Pengetahuan irfani sebenarnya adalah pengetahuan pencerahan (illuminasi), mengatakan bahwa pengetahuan diskursif, (al-hikmah al-bathiniyyah) harus dipadu secara kreatif harmonis dengan pengetahuan intuitif (al-hikmah al-dhauqiyyah).
Zauq berfungsi menyerap misteri segala essensi, yang menimbulkan pengetahuan dan rasa damai pada jiwa yang resah-gelisah dan membuang skeptisisme. Dengan pemaduan tersebut pengetahuan yang diperoleh menjadi pengetahuan yang mencerahkan, bahkan akan mencapai al-hikmah al-haqiqah (al-haq al-yaqin).
Pengetahuan iffani menurut Suhrowardi dapat dicapai melalui 3 (tiga) tingkatan :
Pertama, tahap membersihkan diri dari ketergantungan terhadap dunia (al-ihsan wal ihlash).
Kedua, ditandai dengan pengalaman-pengalaman eksklufif menghampiri dan merasakan pancaran Nur Ilahi.
Ketiga, ditandai dengan perolehan pengetahuan yang seolah-olah tak terbatas dan tak terikat oleh ruang dan waktu.
Pengalaman batini Rasulullah saw. dalam menerima wahyu al-Qur’an merupakan contoh kongkrit dari pengetahuan irfani. Namun, dengan keyakinan yang kita digangi selama ini, mungkin pengetahuan irfani yang akan dikembangkan dalam kerangka ittiba’u al-rasul. Dalam hal ini konsep-konsep Qur’ani, seperti qalb, (qulub), fu’ad, basirah, fitrah dan ulul albab dapat dicermati lebih lanjut.
Dapat dikatakan, meski pengetahuan iffani bersifat subyektif dan batini, namun semua orang dapat merasakan kebenarannya. Artinya setiap orang dapat melakukan dengan tingkatan dan kadarnya endiri-sendir, maka faliditas kebenarannya akan bersifat intersubyektif. Sifat intersubyektif tersebut dapat diformulasikan dalam tahap-tahap berikut :
Pertama-tama, tahapan persiapan diri untuk memperoleh pengetahuan melalui jalan hidup tertentu yang harus diikuti untuk sampai kepada kesiapan menerima “pengalaman”, selanjutnya tahap pencerahan (illuminasi) dan yang terakhir tahan konstruksi. Tahap terakhir ini merupakan upaya pemaparan secara simbolik dimana perlu, dalam bentuk uraian, tulisan dan struktur yang dibangun, sehingga kebenaran yang diperolehnya dapat diakses oleh orang lain. Obyek pengetahuan irfani berupa cahaya, yakni cahaya-cahaya penyingkap (al-anwar al-kasyifah atau al-anwar al- sanihah),
40
yang menghantarkan kepada pengetahuan yang sebenarnya (al-‘ulum al-haqiqiyyah). Simbulisasi cahaya itu adalah Tuhan itu sendiri, yang bersifat transhistoris, transkultural dan transreligius.
Implikasi berikut dari pengetahuan irfani dalam konteks pemikiran keislaman, adalah menghampiri agama-agama pada tataran substantif, dan eseensi spritualitasnya, dan mengembangkannya dengan penuh kesadaran akan adanya pengalaman keagamaan orang yang lain yang berbeda aksidensi dan ekspresinya, namun memiliki substansi dan essensi yang kurang lebih sama, Kedekatan kepada Tuhan yang transhistoris, transkultural dan transreligius diimbangi rasa empati dan simpati kepada adanya “orang lain” secara elegan dan setara. Termasuk didalamnya kepekaan terhadap problem-problem kemanusiaan, pengembangan budaya dan peradaban yang disinari oloeh pancaran fitrah ilahiyyah.
III. Pokok-pokok Manhaj Majlis Tarjih Muhammadiyah
Secara khusus pemahanan Islam dalam Muhammadiyah, dapat dilihat dalam Pokok-pokok Manhaj Majlis Tarjih dalam menetapkan keputusan, sebagai berikut :
1. Di dalam beristidlal, dasar utamanya adalah Al-Qur’an dan As-Sunnah Ash-Shahihah. Ijtihad dan istimbat atas dasar ‘illah terhadap hal-hal yang tidak terdapat di dalam nash dapat dilakukan, sepanjang tidak menyangkut bidang ta’abbud, dan memang merupakan hal yang dihajatkan dalam memenuhi kebutuhan hidup manusia. Dengan perkataan lain, Majlis Tarjih dan Pengembangan Pemikiran Islam menerima ijtihad, termasuk qiyas sebagai cara dalam menetapkan hukum yang tidak ada nashnya secara langsung.
2. Dalam memutuskan sesuatu keputusan dilakukan dengan cara musyawarah. Dalam menetapkan masalah ijtihad digunakan sistim ijtihad jama’iy. Dengan demikian pendapat perorangan dari anggota Majlis tidak dapat dipandang sebagai pendapat Majlis.
3. Tidak mengikatkan diri terhadap suatu Madzhab, tetapi pendapat-pendapat Imam-Imam Madzhab dapat menjadi bahan pertimbangan dalam menetapkan hukum, sepanjang sesuai dengan jiwa Al-Qur’an dan As-Sunnah atau dasar-dasar lain yang dipandang kuat.
4. Berprinsip terbuka dan toleran, dan tidak beranggapan bahwa hanya keputusan Majlis Tarjih dan Pengembangan Pemikiran Islam yang paling benar. Keputusan diambil atas dasar landasan dalil-dalil yang dipandang paling kuat yang didapat ketika keputusan diambil. Dan koreksi dari siapapun akan diterima, sepanjang dapat diberikan dalil-dalil lain yang lebih kuat. Dengan demikian Majlis Tarjih dan Pengembangan Pemikiran Islam dimungkinkan merubah keputusan yang pernah diputuskan.
5. Di dalam masalah aqidah (tauhid), hanya dipergunakan dalil-dalil yang mutawatir.
6. Tidak menolak ijma’ shahabat, sebagai dasar sesuatu keputusan.
7. Terhadap dalil-dalil yang nampak mengandung ta’arudl digunakan cara Al Jam’u wat Tawfiq dan kalau tidak dapat baru dilakukan tarjih.
8. Menggunakan azas Saddudz Dzara’i untuk menghindari terjadinya fitnah dan mafsadah.
9. Menta’lil dapat digunakan untuk memahami kandungan dalil-dalil Al-Qur’an dan As-Sunnah sepanjang sesuai dengan tujuan syari’ah. Adapun qaidah “al-hukmu yaduru ma’a illatihi wujudan wa ‘adaman” dalam hal-hal tertentu dapat berlaku.
41
10. Penggunaan dalil-dalil untuk menetapkan sesuatu hukum dilakukan dengan cara komprehensip, utuh dan bulat, tidak terpisah.
11. Dalil-dalil umum Al-Qur’an dapat ditakhsis dengan hadits ahad, kecuali dalam bidang aqidah.
12. Dalam mengamalkan agama Islam menggunakan prinsip “At-Taysir”.
13. Dalam bidang ibadah yang diperoleh ketentuan-ketentuannya dari Al-Qur’an dan As-Sunnah, pemahamannya dapat dengan menggunakan akal sepanjang diketahui latar belakang dan tujuannya, meskipun harus diakui akal bersifat nisbi, sehingga prinsip mendahulukan nash dari pada akal memiliki kelenturan dalam menghadapi perubahan situasi dan kondisi.
14. Dalam hal-hal yang termasuk Al-Umurud Duniawiyah yang tidak termasuk tugas para Nabi, pengunaan akal sangat diperlukan demi untuk tercapainya kemashlahataan ummat.
15. Untuk memahami nash yang musytarak, faham shahabat, dapat diterima.
16. Dalam memahami nash, ma’na dhahir didahulukan dari ta’wil dalam bidang aqidah. Dan ta’wil shahabat dalam hal itu tidak harus diterima.
17. Jalan ijtihad yang telah ditempuh meliputi :
a. Ijtihad Bayaniy, yaitu ijtihad terhadap nash yang mujmal, baik karena belum jelas ma’na lafad yang dimaksud, maupun karena lafad itu mengandung makna ganda, mengandung arti musytarak, ataupun karena pengertian lafad dalam ungkapan yang konteknya mempunyai arti yang jumbuh (mutasyabih), ataupun beberapa dalil yang bertentangan (ta’arudh). Dalam hal yang terakhir digunakan jalan ijtihad dengan jalan tarjih.
b. Ijtihad Qiyasiy, yaitu menyeberangkan hukum yang telah ada nashnya kepada masalah baru yang belum ada hukumnya berdasarkan nash, karena adanya kesamaan ‘illah.
c. Ijtihad Ishtishlahiy, yaitu ijtihad terhadap masalah yang tidak ditunjuki nash mengenai masalah yang ada kesamaannya. Dalam masalah yang demikian penetaapan hukum dilakukan berdasarkan ‘illah untuk kemashlahatan.
18. Dalam menggunakan Hadits, terdapat beberapa qaidah yang telah menjadi keputusan Majlis Tarjih dan Pengembangan Pemikiran Islam sebagai berikut :
- Hadits mauquf tidak dapat dijadikan hujjah. Yang dimaksud dengan hadits mauquf ialah apa yang disandarkan kepada shahabat baik ucapan maupun perbuatan dan yang semacamnya, baik bersambung atau tidak.
- Hadits mauquf yang dihukumi marfu’ dapat menjadi hujjah. Hadits dihukumi marfu’ apabila ada qarinah yang dapat dipahami dari padanya bahwa hadits itu marfu’.
- Hadits mursal shahabi dapat dijadikan hujjah apabila ada qarinah yang menunjukkan persambungan sanadnya.
- Hadits mursal tabi’i semata, tidak dapat dijadikan hujjah. Hadits ini dapat dijadikan hujjah jika ada qarinah yang menunjukkan persambungan sanad sampai kepada Nabi.
- Hadits-hadits dhaif yang kuat menguatkan, tidak dapat dijadikan hujjah, kecuali jika banyak jalan periwayatannya, ada qarinah yang dapat dijadikan hujjah dan tidak bertentangan dengan Al-Qur’an dan Hadits Shahih.
- Dalam menilai perowi hadits Jarh didahulukan dari pada Ta’dil setelah adanya keterangan yang mu’tabar berdasarkan alasan syara’.
- Periwayatan orang yang dikenal tadlis dapat diterima riwayatnya, jika ada petunjuk bahwa hadits itu muttashil, sedangkan tadlis tidak mengurangi keadilan.
42
PIMPINAN DAERAH MUHAMMADIYAH CILACAP
Sekretariat : Jl. Jend. Soedirman 81 Telp 535409
ANGGARAN DASAR MUHAMMADIYAH
=========================================
Keputusan Muktamar 45
MUQADDIMAH
“Dengan nama Allah Yang Maha Pemurah dan Penyayang. Segala puji bagi Allah yang mengasuh semua alam, yang Maha Pemurah dan Maha Penyayang, Yang memegang pengadilan pada hari kemudian. Hanya kepada Engkau hamba menyembah, dan hanya kepada Engkau, kami mohon pertolongan. Berilah petunjuk kepada hamba akan jalan yang lempang, jalan orang-orang yang telah Engkau beri kenikmatan, yang tidak dimurkai dan tidak tersesat.” (QS Al-fatihah)
"Saya ridla: Ber-Tuhan kepada ALLAH, ber-Agama kepada ISLAM dan ber-Nabi kepada MUHAMMAD RASULULLAH Shalallahu 'alaihi wassalam".
AMMA BAD'U, bahwa sesungguhnya ke-Tuhanan itu adalah hak Allah semata-mata. Ber-Tuhan dan ber'ibadah serta tunduk dan tha'at kepada Allah adalah satu-satunya ketentuan yang wajib atas tiap-tiap makhluk, terutama manusia.
Hidup bermasyarakat itu adalah sunnah (hukum qudrat iradat) Allah atas kehidupan manusia di dunia ini.
Masyarakat yang sejahtera, aman damai, makmur dan bahagia hanyalah dapat diwujudkan di atas keadilan, kejujuran, persaudaraan dan gotong-royong, bertolongtolongan dengan bersendikan hukum Allah yang sebenar-benarnya, lepas dari pengaruh syaitan dan hawa nafsu.
Agama Allah yang dibawa dan diajarkan oleh sekalian Nabi yang bijaksana dan berjiwa suci, adalah satu-satunya pokok hukum dalam masyarakat yang utama dan sebaik-baiknya.
43
Menjunjung tinggi hukum Allah lebih daripada hukum yang manapun juga, adalah kewajiban mutlak bagi tiap-tiap orang yang mengaku ber-Tuhan kepada Allah.
Agama Islam adalah Agama Allah yang dibawa oleh sekalian Nabi,sejak Nabi Adam sampai Nabi Muhammad saw, dan diajarkan kepada umatnya masingmasing untuk mendapatkan hidup bahagia Dunia dan Akhirat.
Syahdan, untuk menciptakan masyarakat yang bahagia dan sentausa sebagai yang tersebut di atas itu, tiap-tiap orang, terutama umat Islam, umat yang percaya akan Allah dan Hari Kemudian, wajiblah mengikuti jejak sekalian Nabi yang suci: beribadah kepada Allah dan berusaha segiat-giatnya mengumpulkan segala kekuatan dan menggunakannya untuk menjelmakan masyarakat itu di Dunia ini, dengan niat yang murni-tulus dan ikhlas karena Allah semata-mata dan hanya mengharapkan karunia Allah dan ridha-Nya belaka, serta mempunyai rasa tanggung jawab di hadirat Allah atas segala perbuatannya, lagi pula harus sabar dan tawakal bertabah hati menghadapi segala kesukaran atau kesulitan yang menimpa dirinya, atau rintangan yang menghalangi pekerjaannya, dengan penuh pengharapan perlindungan dan pertolongan Allah Yang Maha Kuasa.
Untuk melaksanakan terwujudnya masyarakat yang demikian itu, maka dengan berkat dan rahmat Allah didorong oleh firman Allah dalam Al-Qur'an:
![]() |
Adakanlah dari kamu sekalian, golongan yang mengajak kepada ke-Islaman, menyuruh kepada kebaikan dan mencegah daripada keburukan. Mereka itulah golongan yang beruntung berbahagia " (QS Ali-Imran:104)
Pada tanggal 8 Dzulhiijah 1330 Hijriyah atau 18 Nopember 1912 Miladiyah, oleh almarhum KHA. Dahlan didirikan suatu persyarikatan sebagai "gerakan Islam" dengan nama "MUHAMMADIYAH" yang disusun dengan Majelis-Majelis (Bahagian-bahagian)-nya, mengikuti pereran zaman serta berdasarkan "syura" yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawatan atau Muktamar.
Kesemuanya itu. perlu untuk menunaikan kewajiban mengamalkan perintahperintah Allah dan mengikuti sunnah Rasul-Nya, Nabi Muhammad saw., gunamendapat karunia dan ridla-Nya di dunia dan akhirat, dan untuk mencapai masyarakat yang sentausa dan bahagia, disertai nikmat dan rahmat Allah yang melimpah-limpah, sehingga merupakan:
"Suatu negara yang indah, bersih suci dan makmur di bawah perlindungan Tuhan Yang Maha Pengampun".
Maka dengan Muhammadiyah ini, mudah-mudahan ummat Islam dapatlah diantarkan ke pintu gerbang Syurga "Jannatun Na'im" dengan keridlaan Allah Yang Rahman dan Rahim.
Adapun Persyarikatan Muhammadiyah beranggaran dasar sebagai berikut:
44
BAB I
NAMA, PENDIRI, DAN TEMPAT KEDUDUKAN
Pasal 1
Nama
Persyarikatan ini bernama Muhammadiyah.
Pasal 2
Pendiri
Muhammadiyah didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan pada tanggal 8 Dzulhijjah 1330 Hijriyah bertepatan tanggal 18 November 1912 Miladiyah di Yogyakarta untuk jangka waktu tidak terbatas.
Pasal 3
Tempat Kedudukan
Muhammadiyah berkedudukan di
BAB II
IDENTITAS, ASAS, DAN LAMBANG
Pasal 4
Identitas dan Asas
(1) Muhammadiyah adalah Gerakan Islam, Da’wah Amar Ma’ruf Nahi Munkar dan Tajdid, bersumber pada Al-Qur`an dan As-Sunnah.
(2) Muhammadiyah berasas Islam.
Pasal 5
Lambang
Lambang Muhammadiyah adalah matahari bersinar utama dua belas, di tengah bertuliskan (Muhammadiyah) dan dilingkari kalimat (Asyhadu an lã ilãha illa Allãh wa asyhadu anna Muhammadan Rasul Allãh )
BAB III
MAKSUD DAN TUJUAN SERTA USAHA
Pasal 6
Maksud dan Tujuan
Maksud dan tujuan Muhammadiyah ialah menegakkan dan menjunjung tinggi Agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
Pasal 7
Usaha
(1) Untuk mencapai maksud dan tujuan, Muhammadiyah melaksanakan Da’wah mar Ma’ruf Nahi Munkar dan Tajdid yang diwujudkan dalam usaha di segala bidang kehidupan.
(2) Usaha Muhammadiyah diwujudkan dalam bentuk amal usaha, program, dan kegiatan, yang macam dan penyelenggaraannya diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.
45
(3) Penentu kebijakan dan penanggung jawab amal usaha, program, dan kegiatan adalah Pimpinan Muhammadiyah.
BAB IV
KEANGGOTAAN
Pasal 8
Anggota serta Hak dan Kewajiban
(1) Anggota Muhammadiyah terdiri atas:
a. Anggota Biasa ialah warga negara
b. Anggota Luar Biasa ialah orang Islam bukan warga negara
c. Anggota Kehormatan ialah perorangan beragama Islam yang berjasa terhadap Muhammadiyah dan atau karena kewibawaan dan keahliannya bersedia membantu Muhammadiyah.
(2) Hak dan kewajiban serta peraturan lain tentang keanggotaan diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.
BAB V
SUSUNAN DAN PENETAPAN ORGANISASI
Pasal 9
Susunan Organisasi
Susunan organisasi Muhammadiyah terdiri atas:
1. Ranting ialah kesatuan anggota dalam satu tempat atau kawasan
2. Cabang ialah kesatuan Ranting dalam satu tempat
3. Daerah ialah kesatuan Cabang dalam satu
4. Wilayah ialah kesatuan Daerah dalam satu Propinsi
5. Pusat ialah kesatuan Wilayah dalam Negara
Pasal 10
Penetapan Organisasi
(1) Penetapan Wilayah dan Daerah dengan ketentuan luas lingkungannya ditetapkan oleh Pimpinan Pusat.
(2) Penetapan Cabang dengan ketentuan luas lingkungannya ditetapkan oleh Pimpinan Wilayah.
(3) Penetapan Ranting dengan ketentuan luas lingkungannya ditetapkan oleh Pimpinan Daerah.
(4) Dalam hal-hal luar biasa Pimpinan Pusat dapat mengambil ketetapan lain.
BAB VI
PIMPINAN
Pasal 11
Pimpinan Pusat
(1) Pimpinan Pusat adalah pimpinan tertinggi yang memimpin Muhammadiyah secara keseluruhan.
46
(2) Pimpinan Pusat terdiri atas sekurang-kurangnya tiga belas orang, dipilih dan ditetapkan oleh Muktamar untuk satu masa jabatan dari calon-calon yang diusulkan oleh Tanwir.
(3) Ketua Umum Pimpinan Pusat ditetapkan oleh Muktamar dari dan atas usul anggota Pimpinan Pusat terpilih.
(4) Anggota Pimpinan Pusat terpilih menetapkan Sekretaris Umum dan diumumkan dalam forum Muktamar.
(5) Pimpinan Pusat dapat menambah anggotanya apabila dipandang perlu dengan mengusulkannya kepada Tanwir.
(6) Pimpinan Pusat diwakili oleh Ketua Umum atau salah seorang Ketua bersamasama Sekretaris Umum atau salah seorang Sekretaris, mewakili Muhammadiyah untuk tindakan di dalam dan di luar pengadilan.
Pasal 12
Pimpinan Wilayah
(1) Pimpinan Wilayah memimpin Muhammadiyah dalam wilayahnya serta melaksanakan kebijakan Pimpinan Pusat.
(2) Pimpinan Wilayah terdiri atas sekurang-kurangnya sebelas orang ditetapkan oleh Pimpinan Pusat untuk satu masa jabatan dari calon-calon yang dipilih dalam Musyawarah Wilayah.
(3) Ketua Pimpinan Wilayah ditetapkan oleh Pimpinan Pusat dari dan atas usul calon-calon anggota Pimpinan Wilayah terpilih yang telah disahkan oleh Musyawarah Wilayah.
(4) Pimpinan Wilayah dapat menambah anggotanya apabila dipandang perlu dengan mengusulkannya kepada Musyawarah Pimpinan Wilayah yang kemudian dimintakan ketetapan Pimpinan Pusat.
Pasal 13
Pimpinan Daerah
(1) Pimpinan Daerah memimpin Muhammadiyah dalam daerahnya serta melaksanakan kebijakan Pimpinan di atasnya.
(2) Pimpinan Daerah terdiri atas sekurang-kurangnya sembilan orang ditetapkan oleh Pimpinan Wilayah untuk satu masa jabatan dari calon-calon anggota Pimpinan Daerah yang telah dipilih dalam Musyawarah Daerah.
(3) Ketua Pimpinan Daerah ditetapkan oleh Pimpinan Wilayah dari dan atas usul calon-calon anggota Pimpinan Daerah terpilih yang telah disahkan oleh Musyawarah Daerah.
(4) Pimpinan Daerah dapat menambah anggotanya apabila dipandang perlu dengan mengusulkannya kepada Musyawarah Pimpinan Daerah yang kemudian dimintakan ketetapan Pimpinan Wilayah.
Pasal 14
Pimpinan Cabang
(1) Pimpinan Cabang memimpin Muhammadiyah dalam Cabangnya serta melaksanakan kebijakan Pimpinan di atasnya.
(2) Pimpinan Cabang terdiri atas sekurang-kurangnya tujuh orang ditetapkan oleh Pimpinan Daerah untuk satu masa jabatan dari calon-calon yang dipilih dalam Musyawarah Cabang.
47
(3) Ketua Pimpinan Cabang ditetapkan oleh Pimpinan Daerah dari dan atas usul calon-calon anggota Pimpinan Cabang terpilih yang telah disahkan oleh Musyawarah Cabang.
(4) Pimpinan Cabang dapat menambah anggotanya apabila dipandang perlu dengan mengusulkannya kepada Musyawarah Pimpinan Cabang yang kemudian dimintakan ketetapan Pimpinan Daerah.
Pasal 15
Pimpinan Ranting
(1) Pimpinan Ranting memimpin Muhammadiyah dalam Rantingnya serta melaksanakan kebijakan Pimpinan di atasnya.
(2) Pimpinan Ranting terdiri atas sekurang-kurangnya
(3) Ketua Pimpinan Ranting ditetapkan oleh Pimpinan Cabang dari dan atas usul calon-calon anggota Pimpinan Ranting terpilih yang telah disahkan oleh Musyawarah Ranting.
(4) Pimpinan Ranting dapat menambah anggotanya apabila dipandang perlu dengan mengusulkannya kepada Musyawarah Pimpinan Ranting yang kemudian dimintakan ketetapan Pimpinan Cabang.
Pasal 16
Pemilihan Pimpinan
(1) Anggota Pimpinan terdiri atas anggota Muhammadiyah.
(2) Pemilihan dapat dilakukan secara langsung atau formatur.
(3) Syarat anggota Pimpinan dan cara pemilihan diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.
Pasal 17
Masa Jabatan Pimpinan
(1) Masa jabatan Pimpinan Pusat, Pimpinan Wilayah, Pimpinan Daerah, Pimpinan Cabang, dan Pimpinan Ranting lima tahun.
(2) Jabatan Ketua Umum Pimpinan Pusat, Ketua Pimpinan Wilayah, Ketua Pimpinan Daerah, masing-masing dapat dijabat oleh orang yang sama dua kali masa jabatan berturut-turut.
(3) Serah-terima jabatan Pimpinan Pusat dilakukan pada saat Muktamar telah menetapkan Pimpinan Pusat baru. Sedang serah-terima jabatan Pimpinan Wilayah, Pimpinan Daerah, Pimpinan Cabang, dan Pimpinan Ranting dilakukan setelah disahkan oleh Pimpinan di atasnya.
Pasal 18
Ketentuan Luar Biasa
Dalam hal-hal luar biasa yang terjadi berkenaan dengan ketentuan pada pasal 12 sampai dengan pasal 17, Pimpinan Pusat dapat mengambil ketetapan lain.
Pasal 19
Penasihat
(1) Pimpinan Muhammadiyah dapat mengangkat penasihat.
(2) Ketentuan tentang penasihat diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.
48
BAB VII
UNSUR PEMBANTU PIMPINAN
Pasal 20
Majelis dan Lembaga
(1) Unsur Pembantu Pimpinan terdiri atas Majelis dan Lembaga.
(2) Majelis adalah Unsur Pembantu Pimpinan yang menjalankan sebagian tugas pokok Muhammadiyah.
(3) Lembaga adalah Unsur Pembantu Pimpinan yang menjalankan tugas pendukung Muhammadiyah.
(4) Ketentuan tentang tugas dan pembentukan Unsur Pembantu Pimpinan diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.
BAB VIII
ORGANISASI OTONOM
Pasal 21
Pengertian dan Ketentuan
(1) Organisasi Otonom ialah satuan organisasi di bawah Muhammadiyah yang memiliki wewenang mengatur rumah tangganya sendiri, dengan bimbingan dan pembinaan oleh Pimpinan Muhammadiyah.
(2) Organisasi Otonom terdiri atas organisasi otonom umum dan organisasi otonom khusus.
(3) Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Organisasi Otonom disusun oleh organisasi otonom masing-masing berdasarkan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Muhammadiyah.
(4) Pembentukan dan pembubaran Organisasi Otonom ditetapkan oleh Tanwir.
(5) Ketentuan lain mengenai organisasi otonom diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.
BAB IX
PERMUSYAWARATAN
Pasal 22
Muktamar
(1) Muktamar ialah permusyawaratan tertinggi dalam Muhammadiyah yang diselenggarakan oleh dan atas tanggung jawab Pimpinan Pusat.
(2) Anggota Muktamar terdiri atas:
a. Anggota Pimpinan Pusat
b. Ketua Pimpinan Wilayah
c. Anggota Tanwir Wakil Wilayah
d. Ketua Pimpinan Daerah
e. Wakil Daerah yang dipilih oleh Musyawarah Pimpinan Daerah, terdiri atas wakil Cabang berdasarkan perimbangan jumlah Cabang dalam tiap Daerah
f. Wakil Pimpinan Organisasi Otonom tingkat Pusat.
(3) Muktamar diadakan satu kali dalam
(4) Acara dan ketentuan lain tentang Muktamar diatur dalam Anggaran Rumah Tangga
49
Pasal 23
Muktamar Luar Biasa
(1) Muktamar Luar Biasa ialah muktamar darurat disebabkan oleh keadaan yang membahayakan Muhammadiyah dan atau kekosongan kepemimpinan, sedang Tanwir tidak berwenang memutuskannya.
(2) Muktamar Luar Biasa diadakan oleh Pimpinan Pusat atas keputusan Tanwir.
(3) Ketentuan mengenai Muktamar Luar Biasa diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.
Pasal 24
Tanwir
(1) Tanwir ialah permusyawaratan dalam Muhammadiyah di bawah Muktamar, diselenggarakan oleh dan atas tanggung jawab Pimpinan Pusat.
(2) Anggota Tanwir terdiri atas:
a. Anggota Pimpinan Pusat
b. Ketua Pimpinan Wilayah
c. Wakil Wilayah
d. Wakil Pimpinan Organisasi Otonom tingkat Pusat
(3) Tanwir diadakan sekurang-kurangnya tiga kali selama masa jabatan Pimpinan.
(4) Acara dan ketentuan lain tentang Tanwir diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.
Pasal 25
Musyawarah Wilayah
(1) Musyawarah Wilayah ialah permusyawaratan Muhammadiyah dalam Wilayah, diselenggarakan oleh dan atas tanggung jawab Pimpinan Wilayah.
(2) Anggota Musyawarah Wilayah terdiri atas:
a. Anggota Pimpinan Wilayah
b. Ketua Pimpinan Daerah
c. Anggota Musyawarah Pimpinan Wilayah Wakil Daerah
d. Ketua Pimpinan Cabang
e. Wakil Cabang yang dipilih oleh Musyawarah Pimpinan Cabang yang jumlahnya ditetapkan oleh Pimpinan Wilayah atas dasar perimbangan jumlah Ranting dalam tiap Cabang
f. Wakil Pimpinan Organisasi Otonom tingkat Wilayah
(3) Musyawarah Wilayah diadakan satu kali dalam
(4) Acara dan ketentuan lain tentang Musyawarah Wilayah diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.
Pasal 26
Musyawarah Daerah
(1) Musyawarah Daerah ialah permusyawaratan Muhammadiyah dalam Daerah, diselenggarakan oleh dan atas tanggung jawab Pimpinan Daerah.
(2) Anggota Musyawarah Daerah terdiri atas:
a. Anggota Pimpinan Daerah
b. Ketua Pimpinan Cabang
c. Anggota Musyawarah Pimpinan Daerah Wakil Cabang
d. Ketua Pimpinan Ranting
50
e. Wakil Ranting yang dipilih oleh Musyawarah Pimpinan Ranting yang jumlahnya ditetapkan oleh Pimpinan Daerah atas dasar perimbangan jumlah anggota
f. Wakil Pimpinan Organisasi Otonom tingkat Daerah
(3) Musyawarah Daerah diadakan satu kali dalam
(4) Acara dan ketentuan lain tentang Musyawarah Daerah diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.
Pasal 27
Musyawarah Cabang
(1) Musyawarah Cabang ialah permusyawaratan Muhammadiyah dalam Cabang, diselenggarakan oleh dan atas tanggung jawab Pimpinan Cabang.
(2) Anggota Musyawarah Cabang terdiri atas:
a. Anggota Pimpinan Cabang
b. Ketua Pimpinan Ranting
c. Anggota Musyawarah Pimpinan Cabang Wakil Ranting
d. Wakil Pimpinan Organisasi Otonom tingkat Cabang
(3) Musyawarah Cabang diadakan satu kali dalam
(4) Acara dan ketentuan lain tentang Musyawarah Cabang diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.
Pasal 28
Musyawarah Ranting
(1) Musyawarah Ranting ialah permusyawaratan Muhammadiyah dalam Ranting, diselenggarakan oleh dan atas tanggung jawab Pimpinan Ranting.
(2) Anggota Musyawarah Ranting terdiri atas:
a. Anggota Muhammadiyah dalam Ranting
b. Wakil Organisasi Otonom tingkat Ranting
(3) Musyawarah Ranting diadakan satu kali dalam
(4) Acara dan ketentuan lain tentang Musyawarah Ranting diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.
Pasal 29
Musyawarah Pimpinan
(1) Musyawarah Pimpinan ialah permusyawaratan Pimpinan dalam Muhammadiyah pada tingkat Wilayah sampai dengan Ranting yang berkedudukan di bawah Musyawarah pada masing-masing tingkat.
(2) Musyawarah Pimpinan diselenggarakan oleh dan atas tanggung jawab Pimpinan Muhammadiyah masing-masing tingkat.
(3) Acara dan ketentuan lain mengenai Musyawarah Pimpinan diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.
Pasal 30
Keabsahan Musyawarah
Musyawarah tersebut dalam pasal 22 sampai dengan pasal 29 kecuali pasal 23 dinyatakan sah apabila dihadiri oleh dua pertiga anggotanya yang telah diundang secara sah oleh Pimpinan Muhammadiyah di tingkat masing-masing.
51
Pasal 31
Keputusan Musyawarah
Keputusan Musyawarah tersebut dalam pasal 22 sampai dengan pasal 29 kecuali pasal 23 diusahakan dengan cara mufakat. Apabila keputusan secara mufakat tidak tercapai maka dilakukan pemungutan suara dengan suara terbanyak mutlak.
BAB X
RAPAT
Pasal 32
Rapat Pimpinan
(1) Rapat Pimpinan ialah rapat dalam Muhammadiyah di tingkat Pusat, Wilayah, dan Daerah, diselenggarakan oleh dan atas tanggung jawab Pimpinan Muhammadiyah apabila diperlukan.
(2) Rapat Pimpinan membicarakan masalah kebijakan organisasi.
(3) Ketentuan lain mengenai Rapat Pimpinan diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.
Pasal 33
Rapat Kerja
(1) Rapat Kerja ialah rapat yang diadakan untuk membicarakan segala sesuatu yangmenyangkut amal usaha, program dan kegiatan organisasi.
(2) Rapat Kerja dibedakan dalam dua jenis yaitu Rapat Kerja Pimpinan dan Rapat Kerja Unsur Pembantu Pimpinan.
(3) Rapat Kerja Pimpinan pada tiap tingkat diadakan sekurang-kurangnya satu kali dalam satu tahun.
(4) Rapat Kerja Unsur Pembantu Pimpinan diadakan dua kali dalam satu masa jabatan.
(5) Ketentuan mengenai masing-masing jenis Rapat Kerja diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.
Pasal 34
Tanfidz
(1) Tanfidz adalah pernyataan berlakunya keputusan Muktamar, Tanwir, Musyawarah, dan Rapat yang dilakukan oleh Pimpinan Muhammadiyah masingmasing tingkat.
(2) Keputusan Muktamar, Tanwir, Musyawarah, dan Rapat berlaku sejak ditanfidzkan oleh Pimpinan Muhammadiyah masing-masing tingkat.
(3) Tanfidz keputusan Muktamar, Tanwir, Musyawarah, dan Rapat semua tingkat
a. Bersifat redaksional
b. Mempertimbangkan kemaslahatan
c. Tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga
BAB XI
KEUANGAN DAN KEKAYAAN
Pasal 35
Pengertian
Keuangan dan kekayaan Muhammadiyah adalah semua harta benda yang diperoleh dari sumber yang sah dan halal serta digunakan untuk kepentingan pelaksanaan amal usaha, program, dan kegiatan Muhammadiyah.
52
Pasal 36
Sumber
Keuangan dan kekayaan Muhammadiyah diperoleh dari :
1. Uang Pangkal, Iuran, dan Bantuan
2. Hasil hak milik Muhammadiyah
3. Zakat, Infaq, Shadaqah, Wakaf, Wasiat, dan Hibah
4. Usaha-usaha perekonomian Muhammadiyah
5. Sumber-sumber lain
Pasal 37
Pengelolaan dan Pengawasan
Ketentuan mengenai pengelolaan dan pengawasan keuangan dan kekayaan diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.
BAB XII
LAPORAN
Pasal 38
Laporan
(1) Pimpinan Muhammadiyah semua tingkat wajib membuat laporan perkembangan organisasi dan laporan pertanggungjawaban keuangan serta kekayaan, disampaikan kepada Musyawarah Pimpinan, Musyawarah tingkat masingmasing, Tanwir, dan Muktamar.
(2) Ketentuan lain tentang laporan diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.
BAB XIII
ANGGARAN RUMAH TANGGA
Pasal 39
Anggaran Rumah Tangga
(1) Anggaran Rumah Tangga menjelaskan dan mengatur hal-hal yang tidak diatur dalam Anggaran Dasar.
(2) Anggaran Rumah Tangga dibuat oleh Pimpinan Pusat berdasarkan Anggaran Dasar dan disahkan oleh Tanwir.
(3) Dalam keadaan yang sangat memerlukan perubahan, Pimpinan Pusat dapat mengubah Anggaran Rumah Tangga dan berlaku sampai disahkan oleh Tanwir.
BAB XIV
PEMBUBARAN
Pasal 40
Pembubaran
(1) Pembubaran Muhammadiyah hanya dapat dilakukan dalam Muktamar Luar Biasa yang diselenggarakan khusus untuk keperluan itu atas usul Tanwir.
(2) Muktamar Luar Biasa yang membicarakan usul Tanwir tentang pembubaran dihadiri sekurang-kurangnya tiga perempat dari jumlah anggota Muktamar Luar Biasa.
(3) Keputusan pembubaran diambil sekurang-kurangnya tiga perempat dari yang hadir.
53
(4) Muktamar Luar Biasa memutuskan segala hak milik Muhammadiyah diserahkan untuk kepentingan kemaslahatan umat Islam setelah Muhammadiyah dinyatakan bubar.
BAB XV
PERUBAHAN
Pasal 41
Perubahan Anggaran Dasar
(1) Perubahan Anggaran Dasar ditetapkan oleh Muktamar.
(2) Rencana perubahan Anggaran Dasar diusulkan oleh Tanwir dan harus sudah tercantum dalam acara Muktamar.
(3) Perubahan Anggaran Dasar dinyatakan sah apabila diputuskan oleh sekurangkurangnya dua pertiga dari jumlah anggota Muktamar yang hadir
BAB XVI
PENUTUP
Pasal 42
Penutup
(1) Anggaran Dasar ini ini telah disahkan dan ditetapkan oleh Muktamar ke-45 yang berlangsung pada tanggal 26 Jumadil Awal s.d. 1 Jumadil Akhir 1426 H bertepatan dengan tanggal 3 s.d. 8 Juli 2005 M. di Malang, dan dinyatakan mulai berlaku sejak ditanfidzkan.
(2) Setelah Anggaran Dasar ini ditetapkan, Anggaran Dasar sebelumnya dinyatakan tidak berlaku lagi.
54
PIMPINAN DAERAH MUHAMMADIYAH CILACAP
Sekretariat : Jl. Jend. Soedirman 81 Telp 535409
ANGGARAN RUMAH TANGGA MUHAMMADIYAH
===========================================
Keputusan Muktamar Muhammadiyah ke-45
Pasal 1
Tempat Kedudukan
(1) Muhammadiyah berkedudukan di tempat didirikannya, yaitu
(2) Pimpinan Pusat sebagai pimpinan tertinggi memimpin Muhammadiyah secara keseluruhan dan menyelenggarakan aktivitasnya di dua kantor, Yogyakarta dan
Pasal 2
Lambang dan Bendera
(1) Lambang Muhammadiyah sebagai tersebut dalam Anggaran Dasar pasal 5 adalah seperti berikut :
(2) Bendera Muhammadiyah berbentuk persegi panjang berukuran dua berbanding tiga bergambar lambang Muhammadiyah di tengah dan tulisan MUHAMMADIYAH di bawahnya, berwarna dasar hijau dengan tulisan dan gambar berwarna putih, seperti berikut :
(3) Ketentuan lain tentang lambang dan bendera ditetapkan oleh Pimpinan Pusat.
Pasal 3
Usaha
Usaha Muhammadiyah yang diwujudkan dalam bentuk amal usaha, program, dan kegiatan meliputi:
1. Menanamkan keyakinan, memperdalam dan memperluas pemahaman, meningkatkan pengamalan, serta menyebarluaskan ajaran Islam dalam berbagai aspek kehidupan.
55
2. Memperdalam dan mengembangkan pengkajian ajaran Islam dalam berbagai aspek kehidupan untuk mendapatkan kemurnian dan kebenarannya.
3. Meningkatkan semangat ibadah, jihad, zakat, infak, wakaf, shadaqah, hibah, dan amal shalih lainnya.
4. Meningkatkan harkat, martabat, dan kualitas sumberdaya manusia agar berkemampuan tinggi serta berakhlaq mulia.
5. Memajukan dan memperbaharui pendidikan dan kebudayaan, mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, serta meningkatkan penelitian.
6. Memajukan perekonomian dan kewirausahaan ke arah perbaikan hidup yang berkualitas
7. Meningkatkan kualitas kesehatan dan kesejahteraan masyarakat.
8. Memelihara, mengembangkan, dan mendayagunakan sumberdaya alam dan lingkungan untuk kesejahteraan.
9. Mengembangkan komunikasi, ukhuwah, dan kerjasama dalam berbagai bidang dan kalangan masyarakat dalam dan luar negeri.
10. Memelihara keutuhan bangsa serta berperan aktif dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
11. Membina dan meningkatkan kualitas serta kuantitas anggota sebagai pelaku gerakan.
12. Mengembangkan sarana, prasarana, dan sumber dana untuk mensukseskan gerakan.
13. Mengupayakan penegakan hukum, keadilan, dan kebenaran serta meningkatkan pembelaan terhadap masyarakat.
14. Usaha-usaha lain yang sesuai dengan maksud dan tujuan Muhammadiyah
Pasal 4
Keanggotaan
(1) Anggota Biasa harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Warga Negara
b. Laki-laki atau perempuan berumur 17 tahun atau sudah menikah
c. Menyetujui maksud dan tujuan Muhammadiyah
d. Bersedia mendukung dan melaksanakan usaha-usaha Muhammadiyah
e. Mendaftarkan diri dan membayar uang pangkal.
(2) Anggota Luar Biasa ialah seseorang bukan warga negara
(3) Anggota Kehormatan ialah seseorang beragama Islam, berjasa terhadap Muhammadiyah dan atau karena kewibawaan dan keahliannya diperlukan atau bersedia membantu Muhammadiyah.
(4) Tatacara menjadi anggota diatur sebagai berikut:
a. Anggota Biasa
1. Mengajukan permintaan secara tertulis kepada Pimpinan Pusat dengan mengisi formulir disertai kelengkapan syarat-syaratnya melalui Pimpinan Ranting atau Pimpinan amal usaha di tempat yang belum ada Ranting, kemudian diteruskan kepada Pimpinan Cabang.
2. Pimpinan Cabang meneruskan permintaan tersebut kepada Pimpinan Pusat dengan disertai pertimbangan.
56
3. Pimpinan Cabang dapat memberi tanda anggota sementara kepada calon anggota, sebelum yang bersangkutan menerima kartu tanda anggota dari Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Bentuk tanda anggota sementara ditetapkan oleh Pimpinan Pusat.
4. Pimpinan Pusat memberi kartu tanda anggota Muhammadiyah kepada calon anggota biasa yang telah disetujui melalui Pimpinan Cabang yang bersangkutan
b. Anggota Luar Biasa dan Anggota Kehormatan
Tata cara menjadi Anggota Luar Biasa dan Anggota Kehormatan diatur oleh Pimpinan Pusat.
(5) Pimpinan Pusat dapat melimpahkan wewenang penerimaan permintaan menjadi
a. Anggota Biasa dan memberikan kartu tanda anggota Muhammadiyah kepada
b. Pimpinan Wilayah. Pelimpahan wewenang tersebut dan ketentuan
c. pelaksanaannya diatur dengan keputusan Pimpinan Pusat.
(6) Hak Anggota
a. Anggota biasa:
1. Menyatakan pendapat di dalam maupun di luar permusyawaratan.
2. Memilih dan dipilih dalam permusyawaratan.
b. Anggota Luar Biasa dan Anggota Kehormatan mempunyai hak menyatakan pendapat.
(7) Kewajiban Anggota Biasa, Luar Biasa, dan Kehormatan:
a. Taat menjalankan ajaran Islam
b. Menjaga nama baik dan setia kepada Muhammadiyah serta perjuangannya
c. Berpegang teguh kepada Kepribadian serta Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah
d. Taat pada peraturan Muhammadiyah, keputusan musyawarah, dan kebijakan Pimpinan Pusat
e. Mendukung dan mengindahkan kepentingan Muhammadiyah serta melaksanakan usahanya
f. Membayar iuran anggota
g. Membayar infaq
(8) Anggota Biasa, Luar Biasa, dan Kehormatan berhenti karena:
a. Meninggal dunia
b. Mengundurkan diri
c. Diberhentikan oleh Pimpinan Pusat
(9) Tata cara pemberhentian anggota.
a. Anggota Biasa:
1. Pimpinan Cabang mengusulkan pemberhentian anggota kepada Pimpinan Daerah berdasarkan bukti yang dapat dipertanggungjawabkan.
2. Pimpinan Daerah meneruskan kepada Pimpinan Wilayah usulan pemberhentian anggota dengan disertai pertimbangan.
3. Pimpinan Wilayah meneruskan atau tidak meneruskan usulan pemberhentian anggota kepada Pimpinan Pusat setelah melakukan penelitian dan penilaian.
4. Pimpinan Wilayah dapat melakukan pemberhentian sementara (skorsing) yang berlaku paling lama 6 (enam) bulan selama menunggu proses pemberhentian anggota dari Pimpinan Pusat,
57
5. Pimpinan Pusat, setelah menerima usulan pemberhentian anggota, memutuskan memberhentikan atau tidak memberhentikan paling lama 6 (enam) bulan sejak diusulkan oleh Pimpinan Wilayah.
6. Anggota yang diusulkan pemberhentian keanggotaannya, selama proses pengusulan berlangsung, dapat mengajukan keberatan kepada Pimpinan Cabang, Pimpinan Daerah, Pimpinan Wilayah, dan Pimpinan Pusat. Setelah keputusan pemberhentian dikeluarkan, yang bersangkutan dapat mengajukan keberatan kepada Pimpinan Pusat.
7. Pimpinan Pusat membentuk tim yang diserahi tugas mempelajari keberatan yang diajukan oleh anggota yang diberhentikan. Pimpinan Pusat menetapkan keputusan akhir setelah mendengar pertimbangan tim.
8. Keputusan pemberhentian anggota diumumkan dalam Berita Resmi Muhammadiyah.
b. Anggota Luar Biasa dan Kehormatan diberhentikan atas keputusan Pimpinan Pusat.
Pasal 5
Ranting
(1) Ranting adalah kesatuan anggota di suatu tempat atau kawasan yang terdiri atas sekurang-kurangnya 15 orang yang berfungsi melakukan pembinaan dan pemberdayaan anggota.
(2) Syarat pendirian Ranting sekurang-kurangnya mempunyai :
a. Pengajian / kursus anggota berkala, sekurang-kurangnya sekali dalam sebulan
b. Pengajian / kursus umum berkala, sekurang-kurangnya sekali dalam sebulan
c. Mushalla / surau / langgar sebagai pusat kegiatan
d. Jama`ah
(3) Pengesahan pendirian Ranting dan ketentuan luas lingkungannya ditetapkan oleh Pimpinan Daerah atas usul anggota setelah mendengar pertimbangan Pimpinan Cabang.
(4) Pendirian suatu Ranting yang merupakan pemisahan dari Ranting yang telah ada dilakukan dengan persetujuan Pimpinan Ranting yang bersangkutan atau atas keputusan Musyawarah Cabang / Musyawarah Pimpinan tingkat Cabang
Pasal 6
Cabang
(1) Cabang adalah kesatuan Ranting di suatu tempat yang terdiri atas sekurangkurangnya tiga Ranting yang berfungsi:
a. Melakukan pembinaan, pemberdayaan, dan koordinasi Ranting
b. Penyelenggaraan pengelolaan Muhammadiyah
c. Penyelenggaraan amal usaha
(2) Syarat pendirian Cabang sekurang-kurangnya mempunyai :
a. Pengajian / kursus berkala untuk anggota Pimpinan Cabang dan Unsur Pembantu Pimpinannya, Pimpinan Ranting, serta Pimpinan Organisasi Otonom tingkat Cabang, sekurang-kurangnya sekali dalam sebulan
b. Pengajian / kursus muballigh / muballighat dalam lingkungan Cabangnya, sekurang-kurangnya sekali dalam sebulan
c. Korps muballigh / muballighat Cabang, sekurang-kurangnya 10 orang
58
d.
e. Kegiatan dalam bidang sosial, ekonomi, dan kesehatan
f. Kantor
(3) Pengesahan pendirian Cabang dan ketentuan luas lingkungannya ditetapkan oleh Pimpinan Wilayah atas usul Ranting setelah memperhatikan pertimbangan Pimpinan Daerah.
(4) Pendirian suatu Cabang yang merupakan pemisahan dari Cabang yang telah ada dilakukan dengan persetujuan Pimpinan Cabang yang bersangkutan atau atas keputusan Musyawarah Daerah / Musyawarah Pimpinan tingkat Daerah.
Pasal 7
Daerah
(1) Daerah adalah kesatuan Cabang di Kabupaten /
a. Melakukan pembinaan, pemberdayaan, dan koordinasi Cabang
b. Penyelenggaraan, pembinaan, dan pengawasan pengelolaan Muhammadiyah
c. Penyelenggaraan, pembinaan, dan pengawasan amal usaha
d. Perencanaan program dan kegiatan
(2) Syarat pendirian Daerah sekurang-kurangnya mempunyai:
a. Pengajian / kursus berkala untuk anggota Pimpinan Daerah sekurangkurangnya sekali dalam sebulan
b. Pengajian / kursus muballigh / muballighat tingkat Daerah sekurangkurangnya sekali dalam sebulan
c. Pembahasan masalah agama dan pengembangan pemikiran Islam
d. Korps muballigh / muballighat Daerah, sekurang-kurangnya 20 orang
e. Kursus kader Pimpinan tingkat Daerah
f. Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama / Madrasah Tsanawiyah
g. Amal Usaha dalam bidang sosial, ekonomi, dan kesehatan
h. Kantor
(3) Pengesahan pendirian Daerah ditetapkan oleh Pimpinan Pusat atas usul Cabang setelah memperhatikan pertimbangan Pimpinan Wilayah.
(4) Pendirian suatu Daerah yang merupakan pemisahan dari Daerah yang telah ada dilakukan melalui dan atas keputusan Musyawarah Daerah / Musyawarah Pimpinan tingkat Daerah.
Pasal 8
Wilayah
(1) Wilayah adalah kesatuan Daerah di propinsi yang terdiri atas sekurangkurangnya tiga Daerah yang berfungsi
a. Pembinaan, pemberdayaan, dan koordinasi Daerah
b. Penyelenggaraan, pembinaan, dan pengawasan pengelolaan Muhammadiyah
c. Penyelenggaraan, pembinaan, dan pengawasan amal usaha
d. Perencanaan program dan kegiatan
(2) Syarat pendirian Wilayah sekurang-kurangnya mempunyai:
a. Pengajian / kursus berkala untuk anggota Pimpinan Wilayah dan Unsur Pembantu Pimpinannya serta Pimpinan Organisasi Otonom tingkat Wilayah sekurang-kurangnya sekali dalam sebulan.
59
b. Pengajian / kursus muballigh / muballighat tingkat Wilayah sekurangkurangnya sekali dalam sebulan
c. Pembahasan masalah agama dan pengembangan pemikiran Islam
d. Korps muballigh / muballighat sekurang-kurangnya 30 orang.
e. Kursus kader pimpinan tingkat Wilayah
f. Sekolah Menengah Atas / Madrasah Aliyah / Mu`allimin / Mu`allimat/ Pondok Pesantren
g. Amal Usaha dalam bidang sosial, ekonomi, dan kesehatan
h. Kantor.
(3) Pengesahan pendirian Wilayah ditetapkan oleh Pimpinan Pusat atas usul Daerah yang bersangkutan.
(4) Pendirian suatu Wilayah yang merupakan pemisahan dari Wilayah yang telah ada dilakukan melalui dan atas keputusan Musyawarah Wilayah / Musyawarah Pimpinan tingkat Wilayah.
Pasal 9
Pusat
Pusat adalah kesatuan Wilayah dalam Negara Republik
a. Melakukan pembinaan, pemberdayaan, dan koordinasi Wilayah
b. Penyelenggaraan, pembinaan, dan pengawasan pengelolaan Muhammadiyah
c. Penyelenggaraan, pembinaan, dan pengawasan amal usaha
d. Perencanaan program dan kegiatan
Pasal 10
Pimpinan Pusat
(1) Pimpinan Pu sat bertugas:
a. Menetapkan kebijakan Muhammadiyah berdasarkan keputusan Muktamar dan Tanwir, serta memimpin dan mengendalikan pelaksanaannya
b. Membuat pedoman kerja dan pembagian wewenang bagi para anggotanya
c. Membimbing dan meningkatkan amal usaha serta kegiatan Wilayah
d. Membina, membimbing, mengintegrasikan, dan mengkoordinasikan kegiatan Unsur Pembantu Pimpinan dan Organisasi Otonom tingkat Pusat
(2) Anggota Pimpinan Pusat dapat terdiri dari laki-laki dan perempuan.
(3) Anggota Pimpinan Pusat harus berdomisili di
(4) Pimpinan Pusat dapat mengusulkan tambahan anggotanya kepada Tanwir sebanyak-banyaknya separuh dari jumlah anggota Pimpinan Pusat terpilih. Selama menunggu keputusan Tanwir, calon tambahan anggota Pimpinan Pusat sudah dapat menjalankan tugasnya atas tanggungjawab Pimpinan Pusat.
(5) Pimpinan Pusat mengusulkan kepada Tanwir calon pengganti Ketua Umum Pimpinan Pusat yang karena sesuatu hal berhenti dalam tenggang masa jabatan. Selama menunggu ketetapan Tanwir, Ketua Umum Pimpinan Pusat dijabat oleh salah seorang Ketua atas keputusan Pimpinan Pusat.
Pasal 11
Pimpinan Wilayah
(1) Pimpinan Wilayah bertugas :
60
a. Menetapkan kebijakan Muhammadiyah dalam wilayahnya berdasarkan kebijakan Pimpinan Pusat, keputusan Musyawarah Wilayah, Musyawarah Pimpinan tingkat Wilayah, dan Rapat Pimpinan tingkat Wilayah.
b. Memimpin dan mengendalikan pelaksanaan kebijakan / instruksi Pimpinan Pusat dan Unsur Pembantu Pimpinan.
c. Membimbing dan meningkatkan amal usaha serta kegiatan Daerah dalam wilayahnya sesuai dengan kewenangannya
d. Membina, membimbing, mengintegrasikan, dan mengkoordinasikan kegiatan Unsur Pembantu Pimpinan dan Organisasi Otonom tingkat Wilayah
(2) Pimpinan Wilayah berkantor di ibu
(3) Anggota Pimpinan Wilayah dapat terdiri dari laki-laki dan perempuan.
(4) Anggota Pimpinan Wilayah harus berdomisili di
(5) Pimpinan Wilayah menunjuk salah seorang Wakil Ketua untuk ditetapkan sebagai anggota Tanwir apabila Ketua Pimpinan Wilayah tidak dapat menunaikan tugasnya sebagai anggota Tanwir.
(6) Pimpinan Wilayah dapat mengusulkan tambahan anggotanya kepada Musyawarah Pimpinan Wilayah sebanyak-banyaknya separuh dari jumlah anggota Pimpinan Wilayah terpilih, kemudian dimintakan pengesahannya kepada Pimpinan Pusat. Selama menunggu keputusan Musyawarah Pimpinan tingkat Wilayah dan ketetapan dari Pimpinan Pusat, calon tambahan anggota Pimpinan Wilayah sudah dapat menjalankan tugasnya atas tanggungjawab Pimpinan Wilayah.
(7) Pimpinan Wilayah mengusulkan kepada Musyawarah Pimpinan Wilayah calon pengganti Ketua Pimpinan Wilayah yang karena sesuatu hal berhenti dalam tenggang masa jabatan untuk ditetapkan dan dimintakan pengesahannya kepada Pimpinan Pusat. Selama menunggu keputusan Musyawarah Pimpinan tingkat Wilayah dan ketetapan dari Pimpinan Pusat, Ketua Pimpinan Wilayah dijabat oleh salah seorang Wakil Ketua atas keputusan Pimpinan Wilayah.
Pasal 12
Pimpinan Daerah
(1) Pimpinan Daerah bertugas:
a. Menetapkan kebijakan Muhammadiyah dalam Daerahnya berdasarkan kebijakan Pimpinan di atasnya, keputusan Musyawarah Daerah, Musyawarah Pimpinan tingkat Daerah, dan Rapat Pimpinan tingkat Daerah.
b. Memimpin dan mengendalikan pelaksanaan kebijakan / instruksi Pimpinan Pusat, Pimpinan Wilayah, serta Unsur Pembantu Pimpinannya
c. Membimbing dan meningkatkan amal usaha serta kegiatan Cabang dalam daerahnya sesuai kewenangannya
d. Membina, membimbing, mengintegrasikan, dan mengkoordinasikan kegiatan Unsur Pembantu Pimpinan dan Organisasi Otonom tingkat Daerah
e. Memimpin gerakan dan menjadikan Daerah sebagai pusat administrasi serta pusat pembinaan sumberdaya manusia
(2) Pimpinan Daerah berkantor di ibu
(3) Anggota Pimpinan Daerah dapat terdiri dari laki-laki dan perempuan.
(4) Anggota Pimpinan Daerah harus berdomisili di Kabupaten / Kotanya.
(5) Pimpinan Daerah menunjuk salah seorang Wakil Ketua untuk ditetapkan sebagai anggota Musyawarah Pimpinan tingkat Wilayah apabila Ketua Pimpinan Daerah tidak dapat menunaikan tugasnya sebagai anggota Musyawarah Pimpinan tingkat Wilayah.
61
(6) Pimpinan Daerah dapat mengusulkan tambahan anggotanya kepada Musyawarah Pimpinan Daerah sebanyak-banyaknya separuh dari jumlah anggota Pimpinan Daerah terpilih, kemudian dimintakan pengesahannya kepada Pimpinan Wilayah. Selama menunggu keputusan Musyawarah Pimpinan tingkat Daerah dan ketetapan dari Pimpinan Wilayah, calon tambahan anggota Pimpinan Daerah sudah dapat menjalankan tugasnya atas tanggungjawab Pimpinan Daerah.
(7) Pimpinan Daerah mengusulkan kepada Musyawarah Pimpinan Daerah calon pengganti Ketua Pimpinan Daerah yang karena sesuatu hal berhenti dalam tenggang masa jabatan untuk ditetapkan dan dimintakan pengesahannya kepada Pimpinan Wilayah. Selama menunggu keputusan Musyawarah Pimpinan tingkat Daerah dan ketetapan dari Pimpinan Wilayah, Ketua Pimpinan Daerah dijabat oleh salah seorang Wakil Ketua atas keputusan Pimpinan Daerah.
Pasal 13
Pimpinan Cabang
(1) Pimpinan Cabang bertugas:
a. Menetapkan kebijakan Muhammadiyah dalam Cabangnya berdasarkan kebijakan Pimpinan di atasnya, keputusan Musyawarah Cabang, dan Musyawarah Pimpinan tingkat Cabang.
b. Memimpin dan mengendalikan pelaksanaan kebijakan / instruksi Pimpinan Pusat, Pimpinan Wilayah, Pimpinan Daerah, serta Unsur Pembantu Pimpinannya
c. Membimbing dan meningkatkan amal usaha serta kegiatan Ranting dalam cabangnya sesuai kewenangannya
d. Membina, membimbing, mengintegrasikan, dan mengkoordinasikan kegiatan Unsur Pembantu Pimpinan dan Organisasi Otonom tingkat Cabang
(2) Anggota Pimpinan Cabang dapat terdiri dari laki-laki dan perempuan.
(3) Anggota Pimpinan Cabang harus berdomisili di Cabangnya.
(4) Pimpinan Cabang menunjuk salah seorang Wakil Ketua untuk ditetapkan sebagai anggota Musyawarah Pimpinan tingkat Daerah apabila Ketua Pimpinan Cabang tidak dapat menunaikan tugasnya sebagai anggota Musyawarah Pimpinan tingkat Daerah.
(5) Pimpinan Cabang dapat mengusulkan tambahan anggotanya kepada Musyawarah Pimpinan Cabang sebanyak-banyaknya separuh dari jumlah anggota Pimpinan Cabang terpilih, kemudian dimintakan pengesahan kepada Pimpinan Daerah. Selama menunggu keputusan Musyawarah Pimpinan tingkat Cabang dan ketetapan dari Pimpinan Daerah, calon tambahan anggota Pimpinan Cabang sudah dapat menjalankan tugasnya atas tanggungjawab Pimpinan Cabang.
(6) Pimpinan Cabang mengusulkan kepada Musyawarah Pimpinan Cabang calon pengganti Ketua Pimpinan Cabang yang karena sesuatu hal berhenti dalam tenggang masa jabatan untuk ditetapkan dan dimintakan pengesahannya kepada Pimpinan Daerah. Selama menunggu keputusan Musyawarah Pimpinan tingkat Cabang dan ketetapan dari Pimpinan Daerah, Ketua Pimpinan Cabang dijabat oleh salah seorang Wakil Ketua atas keputusan Pimpinan Cabang.
Pasal 14
Pimpinan Ranting
(1) Pimpinan Ranting bertugas:
62
a. Menetapkan kebijakan Muhammadiyah dalam Rantingnya berdasar kebijakan Pimpinan di atasnya, keputusan Musyawarah Ranting, dan Musyawarah Pimpinan tingkat Ranting
b. Memimpin dan mengendalikan pelaksanaan kebijakan / instruksi Pimpinan Pusat, Pimpinan Wilayah, Pimpinan Daerah, Pimpinan Cabang, serta Unsur Pembantu Pimpinan.
c. Membimbing dan meningkatkan kegiatan anggota dalam rantingnya sesuai dengan kewenangannya
d. Membina, membimbing, mengintegrasikan, dan mengkoordinasikan kegiatan Organisasi Otonom tingkat Ranting
(2) Anggota Pimpinan Ranting dapat terdiri dari laki-laki dan perempuan.
(3) Anggota Pimpinan Ranting harus berdomisili di Rantingnya.
(4) Pimpinan Ranting menunjuk salah seorang Wakil Ketua untuk ditetapkan sebagai anggota Musyawarah Pimpinan tingkat Cabang apabila Ketua Pimpinan Ranting tidak dapat menunaikan tugasnya sebagai anggota Musyawarah Pimpinan tingkat Cabang.
(5) Pimpinan Ranting dapat mengusulkan tambahan anggotanya kepada Musyawarah Pimpinan Ranting sebanyak-banyaknya separuh dari jumlah anggota Pimpinan Ranting terpilih, kemudian dimintakan pengesahannya kepada Pimpinan Cabang. Selama menunggu keputusan Musyawarah Pimpinan tingkat Ranting dan ketetapan dari Pimpinan Cabang, calon tambahan anggota Pimpinan Ranting sudah dapat menjalankan tugasnya atas tanggungjawab Pimpinan Ranting.
(6) Pimpinan Ranting mengusulkan kepada Musyawarah Pimpinan Ranting calon pengganti Ketua Pimpinan Ranting yang karena sesuatu hal berhenti dalam tenggang masa jabatan untuk ditetapkan dan dimintakan pengesahannya kepada Pimpinan Cabang. Selama menunggu keputusan Musyawarah Pimpinan tingkat Ranting dan ketetapan dari Pimpinan Cabang, Ketua Pimpinan Ranting dijabat oleh salah seorang Wakil Ketua atas keputusan Pimpinan Ranting.
Pasal 15
Pemilihan Pimpinan
(1) Syarat anggota Pimpinan Muhammadiyah:
a. Taat beribadah dan mengamalkan ajaran Islam
b. Setia pada prinsip-prinsip dasar perjuangan Muhammadiyah
c. Dapat menjadi teladan dalam Muhammadiyah
d. Taat pada garis kebijakan Pimpinan Muhammadiyah
e. Memiliki kecakapan dan berkemampuan menjalankan tugasnya
f. Telah menjadi anggota Muhammadiyah sekurang-kurangnya satu tahun dan berpengalaman dalam kepemimpinan di lingkungan Muhammadiyah bagi Pimpinan tingkat Daerah, Wilayah dan Pusat
g. Tidak merangkap jabatan dengan pimpinan organisasi politik dan pimpinan organisasi yang amal usahanya sama dengan Muhammadiyah di semua tingkat
h. Tidak merangkap jabatan dengan Pimpinan Muhammadiyah dan amal usahanya, baik vertikal maupun horisontal
(2) Penyimpangan dari ketentuan ayat (1) butir f, g, dan h pasal ini hanya dapat dilakukan atas keputusan Pimpinan Pusat.
(3) Pemilihan Pimpinan dapat dilakukan secara langsung atau formatur atas keputusan Musyawarah masing-masing.
63
(4) Pelaksanaan pemilihan Pimpinan dilakukan oleh Panitia Pemilihan dengan ketentuan:
a. Panitia Pemilihan Pimpinan Pusat ditetapkan oleh Tanwir atas usul Pimpinan Pusat
b. Panitia Pemilihan Pimpinan Wilayah, Pimpinan Daerah, Pimpinan Cabang, dan Pimpinan Ranting ditetapkan oleh Musyawarah Pimpinan atas usul Pimpinan Muhammadiyah pada semua tingkatan
c. Panitia Pemilihan diangkat untuk satu kali pemilihan
(5) Pelaksanaan pemilihan Pimpinan diatur berdasarkan tata tertib Pemilihan dengan ketentuan:
a. Tata-tertib Pemilihan Pimpinan Pusat ditetapkan oleh Tanwir atas usul Pimpinan Pusat
b. Tata-tertib Pemilihan Pimpinan Wilayah, Daerah, Cabang, dan Ranting ditetapkan oleh Musyawarah Pimpinan atas usul Pimpinan Muhammadiyah pada setiap tingkatan
Pasal 16
Masa Jabatan Pimpinan
(1) Masa jabatan Pimpinan Wilayah, Pimpinan Daerah, Pimpinan Cabang, dan Pimpinan Ranting sama dengan masa jabatan Pimpinan Pusat.
(2) Pergantian Pimpinan Wilayah, Pimpinan Daerah, Pimpinan Cabang dengan segenap Unsur Pembantu Pimpinannya, serta Pimpinan Ranting, disesuaikan dengan pergantian Pimpinan Pusat dan pelaksanaannya dilakukan setelah Muktamar dan Musyawarah di atasnya.
(3) Pimpinan-pimpinan dalam Muhammadiyah yang telah habis masa jabatannya, tetap menjalankan tugasnya sampai dilakukan serah-terima dengan Pimpinan yang baru.
(4) Setiap pergantian Pimpinan Muhammadiyah harus menjamin adanya peningkatan kinerja, penyegaran, dan kaderisasi pimpinan.
Pasal 17
Ketentuan Luar Biasa
Pimpinan Pusat dalam keadaan luar biasa dapat mengambil ketetapan lain terhadap masalah Pimpinan yang diatur dalam pasal 11 sampaidengan 16.
Pasal 18
Penasihat
(1) Penasihat terdiri atas perorangan yang diangkat oleh Pimpinan Muhammadiyah masing-masing tingkat.
(2) Penasihat bertugas memberi nasihat kepada Pimpinan Muhammadiyah, baik diminta maupun atas kemauan sendiri.
(3) Syarat untuk dapat diangkat sebagai penasihat:
a. Anggota Muhammadiyah
b. Pernah menjadi anggota Pimpinan Muhammadiyah, atau mempunyai pengalaman dalam organisasi atau memiliki keahlian bidang tertentu
64
Pasal 19
Unsur Pembantu Pimpinan
(1) Pengertian dan Pembentukan Unsur Pembantu Pimpinan:
a. Majelis:
1. Majelis bertugas menyelenggarakan amal usaha, program, dan kegiatan pokok dalam bidang tertentu.
2. Majelis dibentuk oleh Pimpinan Pusat, Pimpinan Wilayah, Pimpinan Daerah, dan Pimpinan Cabang di tingkat masing-masing sesuai dengan kebutuhan.
b. Lembaga:
1. Lembaga bertugas melaksanakan program dan kegiatan pendukung yang bersifat khusus.
2. Lembaga dibentuk oleh Pimpinan Pusat di tingkat pusat.
3. Pimpinan Wilayah dan Pimpinan Daerah, apabila dipandang perlu, dapat membentuk lembaga tertentu di tingkat masing-masing dengan persetujuan Pimpinan Muhammadiyah setingkat di atasnya.
(2) Ketentuan lain tentang Unsur Pembantu Pimpinan diatur dalam Qa`idah yang dibuat dan ditetapkan oleh Pimpinan Pusat.
Pasal 20
Organisasi Otonom
(1) Organisasi Otonom adalah satuan organisasi yang dibentuk oleh Muhammadiyah guna membina warga Muhammadiyah dan kelompok masyarakat tertentu sesuai bidang-bidang kegiatan yang diadakannya dalam rangka mencapai maksud dan tujuan Muhammadiyah.
(2) Organisasi Otonom dibedakan dalam dua kategori:
a. Organisasi Otonom Umum adalah organisasi otonom yang anggotanya belum seluruhnya anggota Muhammadiyah
b. Organisasi Otonom Khusus adalah organisasi otonom yang seluruh anggotanya anggota Muhammadiyah, dan diberi wewenang menyelenggarakan amal usaha yang ditetapkan oleh Pimpinan Muhammadiyah dalam koordinasi Unsur Pembantu Pimpinan yang membidanginya sesuai dengan ketentuan yang berlaku tentang amal usaha tersebut
(3) Pembentukan dan pembubaran organisasi otonom ditetapkan oleh Tanwir atas usul Pimpinan Pusat.
(4) Ketentuan lain mengenai organisasi otonom diatur dalam Qa`idah Organisasi Otonom yang dibuat dan ditetapkan oleh Pimpinan Pusat.
Pasal 21
Muktamar
(1) Muktamar diselenggarakan oleh dan atas tanggungjawab serta dipimpin oleh Pimpinan Pusat.
(2) Ketentuan tentang pelaksanaan, tata-tertib, dan susunan acara Muktamar ditetapkan oleh Pimpinan Pusat.
(3) Undangan dan acara Muktamar dikirim kepada anggota Muktamar selambatlambatnya tiga bulan sebelum Muktamar berlangsung.
65
(4) Acara Muktamar:
a. Laporan Pimpinan Pusat tentang:
1. Kebijakan Pimpinan.
2. Organisasi.
3. Pelaksanaan keputusan Muktamar dan Tanwir.
4. Keuangan.
b. Program Muhammadiyah
c. Pemilihan Anggota Pimpinan Pusat dan penetapan Ketua Umum
d. Masalah Muhammadiyah yang bersifat umum
e. Usul-usul
(5) Muktamar dihadiri oleh:
a. Anggota Muktamar terdiri atas:
1. Anggota Pimpinan Pusat.
2. Ketua Pimpinan Wilayah atau penggantinya yang sudah disahkan oleh Pimpinan Pusat.
3. Anggota Tanwir wakil Wilayah.
4. Ketua Pimpinan Daerah atau penggantinya yang sudah disahkan oleh Pimpinan Wilayah.
5. Wakil Daerah sekurang-kurangnya tiga orang dan sebanyak-banyaknya tujuh orang, berdasar atas jumlah perimbangan Cabang dalam tiap Daerah, atas dasar keputusan Musyawarah Pimpinan Daerah. Ketentuan perimbangan ditetapkan oleh Pimpinan Pusat.
6. Wakil Pimpinan Organisasi Otonom tingkat Pusat masing-masing tiga orang, diantaranya dua orang wakilnya dalam Tanwir.
b. Peserta Muktamar terdiri atas:
1. Wakil Unsur Pembantu Pimpinan tingkat Pusat masing-masing dua orang.
2. Undangan khusus dari kalangan Muhammadiyah yang ditentukan oleh Pimpinan Pusat.
c. Peninjau Muktamar ialah mereka yang diundang oleh Pimpinan Pusat
(6) Anggota Muktamar berhak menyatakan pendapat, memilih, dan dipilih. Peserta Muktamar berhak menyatakan pendapat. Peninjau Muktamar tidak mempunyai hak menyatakan pendapat, memilih, dan dipilih.
(7) Keputusan Muktamar harus sudah ditanfidzkan oleh Pimpinan Pusat selambatlambatnya dua bulan sesudah Muktamar.
(8) Pertemuan dan atau kegiatan lain yang diselenggarakan bersamaan waktu berlangsungnya Muktamar diatur oleh penyelenggara.
Pasal 22
Muktamar Luar Biasa
(1) Muktamar Luar Biasa diadakan berdasarkan keputusan Tanwir atas usul Pimpinan Pusat atau dua pertiga Pimpinan Wilayah.
(2) Undangan dan acara Muktamar Luar Biasa dikirim kepada Anggota Muktamar selambat-lambatnya satu bulan sebelum Muktamar Luar Biasa berlangsung.
(3) Ketentuan-ketentuan pasal 21 berlaku bagi penyelenggaraan Muktamar Luar Biasa, kecuali ayat (3) dan ayat (4).
(4) Muktamar Luar Biasa dihadiri oleh sekurang-kurangnya dua pertiga dari anggota Muktamar dan keputusannya diambil sekurang-kurangnya dua pertiga dari yang hadir.
66
Pasal 23
Tanwir
(1) Tanwir diadakan oleh Pimpinan Pusat atau atas permintaan sekurang-kurangnya seperempat dari jumlah anggota Tanwir di luar anggota Pimpinan Pusat.
(2) Tanwir diselenggarakan oleh dan atas tanggungjawab serta dipimpin Pimpinan Pusat.
(3) Ketentuan tentang pelaksanaan, tata-tertib, dan susunan acara Tanwir ditetapkan oleh Pimpinan Pusat.
(4) Undangan dan acara Tanwir dikirim kepada Anggota Tanwir selambatlambatnya satu bulan sebelum Tanwir berlangsung.
(5) Acara Tanwir:
a. Laporan Pimpinan Pusat
b. Masalah yang oleh Muktamar atau menurut Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga diserahkan kepada Tanwir
c. Masalah yang akan dibahas dalam Muktamar sebagai pembicaraan pendahuluan
d. Masalah mendesak yang tidak dapat ditangguhkan sampai berlangsungnya Muktamar
e. Usul-usul
(6) Tanwir dihadiri oleh:
a. Anggota Tanwir terdiri atas:
1. Anggota Pimpinan Pusat.
2. Ketua Pimpinan Wilayah atau penggantinya yang telah disahkan oleh Pimpinan Pusat.
3. Wakil Wilayah terdiri dari unsur PWM dan atau PDM antara 3 sampai 5 orang berdasarkan perimbangan daerah dalam wilayah atas dasar keputusan Musyawarah Wilayah atau Musyawarah Pimpinan Wilayah. Ketentuan perimbangan ditetapkan oleh Pimpinan Pusat.
4. Wakil Pimpinan Organisasi Otonom tingkat Pusat masing-masing dua orang.
b. Peserta Tanwir terdiri dari:
1. Wakil Unsur Pembantu Pimpinan tingkat Pusat masing-masing dua orang.
2. Undangan khusus dari kalangan Muhammadiyah yang ditentukan oleh Pimpinan Pusat.
c. peninjau Tanwir ialah mereka yang diundang oleh Pimpinan Pusat.
(7) Anggota Tanwir berhak menyatakan pendapat, memilih, dan dipilih. Peserta Tanwir berhak menyatakan pendapat. Peninjau Tanwir tidak berhak menyatakan pendapat, memilih, dan dipilih.
(8) Keputusan Tanwir harus sudah ditanfidzkan oleh Pimpinan Pusat selambat lambatnya satu bulan sesudah Tanwir.
(9) Pertemuan dan atau kegiatan lain yang diselenggarakan bersamaan waktu Sidang Tanwir diatur oleh penyelenggara.
Pasal 24
Musyawarah Wilayah
(1) Musyawarah Wilayah diselengarakan oleh dan atas tanggungjawab serta dipimpin oleh Pimpinan Wilayah.
67
(2) Ketentuan tentang pelaksanaan tata-tertib, dan susunan acara Musyawarah Wilayah ditetapkan oleh Pimpinan Wilayah.
(3) Undangan dan acara Musyawarah Wilayah dikirim kepada Anggota Musyawarah Wilayah selambat-lambatnya satu bulan sebelum Musyawarah Wilayah berlangsung.
(4) Acara Musyawarah Wilayah:
a. Laporan Pimpinan Wilayah tentang:
1. Kebijakan Pimpinan.
2. Organisasi.
3. Pelaksanaan keputusan-keputusan Muktamar, Tanwir, Instruksi Pimpinan Pusat, pelaksanaan keputusan Musyawarah Wilayah , Musyawarah Pimpinan Wilayah, dan Rapat Pimpinan tingkat Wilayah.
4. Keuangan.
b. Program Wilayah
c. Pemilihan Anggota Pimpinan Wilayah dan pengesahan Ketua
d. Pemilihan Anggota Tanwir Wakil Wilayah
e. Masalah Muhammadiyah dalam Wilayah
f. Usul-usul
(5) Musyawarah Wilayah dihadiri oleh:
a. Anggota Musyawarah Wilayah terdiri atas:
1. Anggota Pimpinan Wilayah yang sudah disahkan oleh Pimpinan Pusat.
2. Ketua Pimpinan Daerah atau penggantinya yang sudah disahkan oleh Pimpinan Wilayah.
3. Anggota Pimpinan Daerah, yang jumlahnya ditetapkan oleh Pimpinan Wilayah.
4. Ketua Pimpinan Cabang atau penggantinya yang sudah disahkan oleh Pimpinan Daerah.
5. Wakil Cabang yang jumlahnya ditetapkan oleh Pimpinan Wilayah berdasarkan atas perimbangan jumlah Ranting pada tiap-tiap Cabang.
6. Wakil Pimpinan Organisasi Otonom tingkat Wilayah masing-masing dua orang.
b. Peserta Musyawarah Wilayah terdiri atas:
1. Wakil Unsur Pembantu Pimpinan tingkat Wilayah, masing-masing dua orang.
2. Undangan khusus dari kalangan Muhammadiyah yang ditentukan oleh Pimpinan Wilayah.
c. Peninjau Musyawarah Wilayah ialah mereka yang diundang oleh Pimpinan Wilayah
(6) Anggota Musyawarah Wilayah berhak menyatakan pendapat, memilih, dan dipilih. Peserta Musyawarah Wilayah berhak menyatakan pendapat. Peninjau Musyawarah Wilayah tidak berhak menyatakan pendapat, memilih, dan dipilih.
(7) Keputusan Musyawarah Wilayah harus dilaporkan kepada Pimpinan Pusat selambat-lambatnya satu bulan sesudah Musyawarah Wilayah. Apabila dalam waktu satu bulan sesudah laporan dikirim, tidak ada keterangan atau keberatan dari Pimpinan Pusat, maka keputusan Musyawarah Wilayah dapat ditanfidzkan oleh Pimpinan Wilayah.
(8) Pertemuan dan atau kegiatan lain yang diselenggarakan bersamaan waktu Musyawarah Wilayah diatur oleh penyelenggara.
68
Pasal 25
Musyawarah Daerah
(1) Musyawarah Daerah diselenggarakan oleh dan atas tanggungjawab serta dipimpin oleh Pimpinan Daerah.
(2) Ketentuan tentang pelaksanaan, tata-tertib, dan susunan acara Musyawarah Daerah ditetapkan oleh Pimpinan Daerah.
(3) Undangan dan acara Musyawarah Daerah dikirim kepada Anggota Musyawarah Daerah selambat-lambatnya satu bulan sebelum Musyawarah Daerah berlangsung.
(4) Acara Musyawarah Daerah:
a. Laporan Pimpinan Daerah tentang:
1. Kebijakan Pimpinan.
2. Organisasi.
3. Pelaksanaan keputusan-keputusan Musyawarah dan Pimpinan di atasnya serta pelaksanaan keputusan Musyawarah Daerah, Musyawarah Pimpinan Daerah dan Rapat Pimpinan tingkat Daerah.
4. Keuangan.
b. Program Daerah
c. Pemilihan Anggota Pimpinan Daerah dan pengesahan Ketua
d. Pemilihan anggota Musyawarah Pimpinan Wilayah Wakil Daerah
e. Masalah Muhammadiyah dalam Daerah
f. Usul-usul
(5) Musyawarah Daerah dihadiri oleh:
a. Anggota Musyawarah Daerah terdiri atas:
1. Anggota Pimpinan Daerah yang telah disahkan oleh Pimpinan Wilayah.
2. Ketua Pimpinan Cabang atau penggantinya yang sudah disahkan oleh Pimpinan Daerah.
3. Wakil Cabang sebanyak tiga orang.
4. Ketua Pimpinan Ranting atau penggantinya yang sudah disahkan oleh Pimpinan Cabang.
5. Wakil Ranting yang jumlahnya ditetapkan oleh Pimpinan Daerah berdasarkan jumlah anggota.
6. Wakil Pimpinan Organisasi Otonom tingkat Daerah masing-masing dua orang.
b. Peserta Musyawarah Daerah terdiri atas:
1. Wakil Unsur Pembantu Pimpinan tingkat Daerah, masing-masing dua orang.
2. Undangan Khusus dari kalangan Muhammadiyah, yang ditentukan oleh Pimpinan Daerah.
c. Peninjau Musyawarah Daerah ialah mereka yang diundang oleh Pimpinan Daerah
(6) Anggota Musyawarah Daerah berhak menyatakan pendapat, memilih, dan dipilih. Peserta Musyawarah Daerah berhak menyatakan pendapat. Peninjau Musyawarah Daerah tidak berhak menyatakan pendapat, memilih, dan dipilih.
(7) Keputusan Musyawarah Daerah harus dilaporkan kepada Pimpinan Wilayah selambat-lambatnya satu bulan sesudah Musyawarah Daerah. Apabila dalam waktu satu bulan sesudah laporan dikirim tidak ada keterangan atau keberatan dari Pimpinan Wilayah, maka keputusan Musyawarah Daerah dapat ditanfidzkan oleh Pimpinan Daerah.
69
(8) Pertemuan dan atau kegiatan lain yang diselenggarakan bersamaan waktu Musyawarah Daerah diatur oleh penyelenggara.
Pasal 26
Musyawarah Cabang
(1) Musyawarah Cabang diselenggarakan oleh dan atas tanggungjawab serta dipimpin oleh Pimpinan Cabang.
(2) Ketentuan tentang pelaksanaan, tata-tertib, dan susunan acara Musyawarah Cabang ditetapkan oleh Pimpinan Cabang.
(3) Undangan dan acara Musyawarah Cabang dikirim kepada Anggota Musyawarah Cabang selambat-lambatnya 15 hari sebelum Musyawarah Cabang berlangsung.
(4) Acara Musyawarah Cabang:
a. Laporan Pimpinan Cabang tentang :
1. Kebijakan Pimpinan.
2. Organisasi.
3. Pelaksanaan keputusan Musyawarah dan keputusan Pimpinan di atasnya serta pelaksanaan keputusan Musyawarah Cabang dan Musyawarah Pimpinan Cabang.
4. Keuangan.
b. Program Cabang
c. Pemilihan Anggota Pimpinan Cabang dan pengesahan Ketua
d. Pemilihan anggota Musyawarah Pimpinan Daerah Wakil Cabang
e. Masalah Muhammadiyah dalam Cabang
f. Usul-usul
(5) Musyawarah Cabang dihadiri oleh:
a. Anggota Musyawarah Cabang terdiri atas:
1. Anggota Pimpinan Cabang yang telah disahkan oleh Pimpinan Daerah.
2. Ketua Pimpinan Ranting atau penggantinya yang telah disahkan oleh Pimpinan Cabang.
3. Wakil Ranting sebanyak tiga orang.
4. Wakil Pimpinan Organisasi Otonom tingkat Cabang masing-masing dua orang.
b. Peserta Musyawarah Cabang terdiri atas:
1. Wakil Unsur Pembantu Pimpinan tingkat Cabang, masing-masing dua orang.
2. Undangan khusus dari kalangan Muhammadiyah yang ditentukan oleh Pimpinan Cabang.
c. Peninjau Musyawarah Cabang ialah mereka yang diundang oleh Pimpinan Cabang.
(6) Anggota Musyawarah Cabang berhak menyatakan pendapat, memilih, dan dipilih. Peserta Musyawarah Cabang berhak menyatakan pendapat. Peninjau Musyawarah Cabang tidak berhak menyatakan pendapat, memilih, dan dipilih.
(7) Keputusan Musyawarah Cabang harus dilaporkan kepada Pimpinan Daerah selambat-lambatnya 15 hari sesudah Musyawarah Cabang. Apabila dalam waktu 15 hari sesudah laporan dikirim tidak ada keterangan atau keberatan dari Pimpinan Daerah, maka keputusan Musyawarah Cabang dapat ditanfidzkan oleh Pimpinan Cabang.
(8) Pertemuan dan atau kegiatan lain yang diselenggarakan bersamaan waktu Musyawarah Cabang diatur oleh penyelenggara.
70
Pasal 27
Musyawarah Ranting
(1) Musyawarah Ranting diselenggarakan oleh dan atas tanggungjawab serta dipimpin oleh Pimpinan Ranting.
(2) Ketentuan tentang pelaksanaan, tata-tertib, dan susunan acara Musyawarah Ranting ditetapkan oleh Pimpinan Ranting.
(3) Undangan dan acara Musyawarah Ranting dikirim kepada Anggota Musyawarah Ranting selambat-lambatnya tujuh hari sebelum Musyawarah Ranting berlangsung.
(4) Acara Musyawarah Ranting:
a. Laporan Pimpinan Ranting tentang:
1. Kebijakan Pimpinan.
2. Organisasi.
3. Pelaksanaan keputusan Musyawarah dan keputusan Pimpinan di atasnya serta pelaksanaan keputusan Musyawarah Ranting dan Musyawarah Pimpinan Ranting.
4. Keuangan.
b. Program Ranting
c. Pemilihan Anggota Pimpinan Ranting dan pengesahan Ketua
d. Masalah Muhammadiyah dalam Ranting
e. Usul-usul
(5) Musyawarah Ranting dihadiri oleh:
a. Anggota Musyawarah Ranting:
1. Anggota Muhammadiyah.
2. Wakil Organisasi Otonom tingkat Ranting.
b. Peserta Musyawarah Ranting ialah undangan khusus dari kalangan Muhammadiyah yang ditentukan oleh Pimpinan Ranting
c. Peninjau Musyawarah Ranting ialah mereka yang diundang oleh Pimpinan Ranting
(6) Anggota Musyawarah Ranting berhak menyatakan pendapat, memilih, dan dipilih. Peserta Musyawarah Ranting berhak menyatakan pendapat. Peninjau Musyawarah Ranting tidak berhak menyatakan pendapat, memilih, dan dipilih.
(7) Keputusan Musyawarah Ranting harus dilaporkan kepada Pimpinan Cabang selambat-lambatnya 15 hari setelah Musyawarah Ranting. Apabila dalam waktu 15 hari sesudah laporan dikirim tidak ada keterangan atau keberatan dari Pimpinan Cabang, maka keputusan Musyawarah Ranting dapat ditanfidzkan oleh Pimpinan Ranting.
(8) Pertemuan dan atau kegiatan lain yang diselenggarakan bersamaan waktu Musyawarah Ranting diatur oleh penyelenggara.
Pasal 28
Musyawarah Pimpinan
(1) Musyawarah Pimpinan diselenggarakan oleh dan atas tanggungjawab serta dipimpin oleh Pimpinan Wilayah, Pimpinan Daerah, Pimpinan Cabang, dan Pimpinan Ranting, sekurang-kurangnya satu kali dalam satu masa jabatan.
(2) Ketentuan tentang pelaksanaan, tata-tertib, dan susunan acara Musyawarah Pimpinan ditetapkan oleh masing-masing penyelenggara.
(3) Undangan dan acara Musyawarah Pimpinan dikirim kepada anggota Musyawarah Pimpinan selambat-lambatnya :
71
a. Tingkat Wilayah dan Daerah, satu bulan,
b. Tingkat Cabang, 15 hari,
c. Tingkat Ranting, tujuh hari,
sebelum Musyawarah Pimpinan berlangsung.
(4) Acara Musyawarah Pimpinan:
a. Laporan pelaksanaan kegiatan
b. Masalah yang oleh Musyawarah atau menurut Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga diserahkan kepada Musyawarah Pimpinan
c. Masalah yang akan dibahas dalam Musyawarah sebagai pembicaraan pendahuluan
d. Masalah mendesak yang tidak dapat ditangguhkan sampai berlangsungnya Musyawarah
e. Usul-usul
(5) Musyawarah Pimpinan dihadiri oleh:
a. Pada tingkat Wilayah:
1. Anggota:
a) Anggota Pimpinan Wilayah yang telah disahkan oleh Pimpinan Pusat
b) Ketua Pimpinan Daerah atau penggantinya yang telah disahkan oleh Pimpinan Wilayah
c) Wakil Daerah tiga orang
d) Wakil Organisasi Otonom tingkat Wilayah dua orang
2. Peserta:
a) Wakil Unsur Pembantu Pimpinan masing-masing dua orang
b) Undangan khusus
b. Pada tingkat Daerah:
1. Anggota:
a) Anggota Pimpinan Daerah yang telah disahkan oleh Pimpinan Wilayah
b) Ketua Pimpinan Cabang
c) Wakil Cabang tiga orang
d) Wakil Organisasi Otonom tingkat Daerah dua orang
2. Peserta:
a) Wakil Unsur Pembantu Pimpinan masing-masing dua orang
b) Undangan khusus
c. Pada tingkat Cabang:
1. Anggota:
a) Anggota Pimpinan Cabang yang telah disahkan oleh Pimpinan Daerah
b) Ketua Pimpinan Ranting
c) Wakil Ranting tiga orang
d) Wakil Organisasi Otonom tingkat Cabang dua orang.
2. Peserta:
a) Wakil Unsur Pembantu Pimpinan masing-masing dua orang
b) Undangan khusus
d. Pada tingkat Ranting:
1. Anggota:
a) Anggota Pimpinan Ranting yang telah disahkan oleh Pimpinan Cabang
b) Wakil Organisasi Otonom tingkat Ranting dua orang.
2. Peserta (undangan khusus).
72
(6) Anggota Musyawarah Pimpinan berhak menyatakan pendapat, memilih, dan dipilih. Peserta berhak pendapat.
(7) Keputusan Musyawarah Pimpinan mulai berlaku setelah ditanfidzkan oleh Pimpinan Muhammadiyah yang bersangkutan sampai diubah atau dibatalkan oleh keputusan Musyawarah Wilayah / Daerah / Cabang / Ranting, selambatlambatnya satu bulan sesudah Musyawarah Pimpinan berlangsung
Pasal 29
Keabsahan Musyawarah
Musyawarah dinyatakan sah apabila dihadiri oleh dua pertiga dari anggota Musyawarah. Apabila anggota Musyawarah tidak memenuhi jumlah dua pertiga, maka Musyawarah ditunda selama satu jam dan setelah itu dapat dibuka kembali. Apabila anggota Musyawarah belum juga memenuhi jumlah dua pertiga, maka Musyawarah ditunda lagi selama satu jam dan setelah itu dapat dibuka serta dinyatakan sah tanpa memperhitungkan jumlah kehadiran anggota Musyawarah.
Pasal 30
Keputusan Musyawarah
(1) Keputusan Musyawarah diambil dengan cara mufakat.
(2) Apabila keputusan secara mufakat tidak tercapai, maka dilakukan pemungutan suara dengan suara terbanyak mutlak.
(3) Keputusan Musyawarah yang dilakukan dengan pemungutan suara dapat dilakukan secara terbuka atau tertutup / rahasia.
Pasal 31
Rapat Pimpinan
(1) Rapat Pimpinan sebagaimana dimaksud pada pasal 32 Anggaran Dasar dihadiri oleh:
a. Pada tingkat Pusat:
1. Anggota Pimpinan Pusat.
2. Ketua dan Sekretaris Pimpinan Wilayah.
3. Ketua Umum dan Sekretaris Umum Organisasi Otonom tingkat Pusat.
4. Ketua dan Sekretaris Unsur Pembantu Pimpinan tingkat Pusat.
b. Pada tingkat Wilayah:
1. Anggota Pimpinan Wilayah.
2. Ketua dan Sekretaris Pimpinan Daerah.
3. Ketua Umum dan Sekretaris Umum Organisasi Otonom tingkat Wilayah.
4. Ketua dan Sekretaris Unsur Pembantu Pimpinan tingkat Wilayah.
c. Pada tingkat Daerah:
1. Anggota Pimpinan Daerah.
2. Ketua dan Sekretaris Pimpinan Cabang.
3. Ketua Umum dan Sekretaris Umum Organisasi Otonom tingkat Daerah.
4. Ketua dan Sekretaris Unsur Pembantu Pimpinan tingkat Daerah.
(2) Ketentuan pelaksanaan dan acara Rapat Pimpinan ditentukan oleh Pimpinan Muhammadiyah masing-masing tingkat.
(3) Keputusan Rapat Pimpinan mulai berlaku setelah ditanfidzkan oleh Pimpinan Muhammadiyah yang bersangkutan.
73
Pasal 32
Rapat Kerja Pimpinan
(1) Rapat Kerja Pimpinan ialah rapat yang diselenggarakan oleh dan atas tanggungjawab serta dipimpin oleh Pimpinan Pusat, Pimpinan Wilayah, Pimpinan Daerah, Pimpinan Cabang, atau Pimpinan Ranting untuk membahas pelaksanaan program dan mendistribusikan tugas kepada Unsur Pembantu Pimpinan Muhammadiyah.
(2) Rapat Kerja Pimpinan dihadiri oleh:
a. Pada tingkat Pusat:
1. Anggota Pimpinan Pusat.
2. Wakil Unsur Pembantu Pimpinan tingkat Pusat.
3. Wakil Pimpinan Organisasi Otonom tingkat Pusat.
b. Pada tingkat Wilayah:
1. Anggota Pimpinan Wilayah.
2. Wakil Unsur Pembantu Pimpinan tingkat Wilayah.
3. Wakil Pimpinan Organisasi Otonom tingkat Wilayah.
c. Pada tingkat Daerah:
1. Anggota Pimpinan Daerah.
2. Wakil Unsur Pembantu Pimpinan tingkat Daerah.
3. Wakil Pimpinan Organisasi Otonom tingkat Daerah.
d. Pada tingkat Cabang:
1. Anggota Pimpinan Cabang.
2. Wakil Unsur Pembantu Pimpinan tingkat Cabang.
3. Wakil Pimpinan Organisasi Otonom tingkat Cabang
e. Pada tingkat Ranting:
1. Anggota Pimpinan Ranting.
2. Wakil Pimpinan Organisasi Otonom tingkat Ranting.
(3) Keputusan Rapat Kerja Pimpinan mulai berlaku setelah ditanfidzkan oleh Pimpinan Muhammadiyah yang bersangkutan.
Pasal 33
Rapat Kerja Unsur Pembantu Pimpinan
(1) Rapat Kerja Unsur Pembantu Pimpinan ialah rapat yang diselenggarakan oleh dan atas tanggungjawab serta dipimpin oleh Pimpinan Unsur Pembantu Pimpinan pada setiap tingkatan untuk membahas penyelenggaraan program sesuai pembagian tugas yang ditetapkan oleh Pimpinan Muhammadiyah.
(2) Rapat Kerja Unsur Pembantu Pimpinan dihadiri oleh:
a. Pada tingkat Pusat:
1. Anggota Unsur Pembantu Pimpinan tingkat Pusat.
2. Wakil Unsur Pembantu Pimpinan tingkat Wilayah.
3. Undangan.
b. Pada tingkat Wilayah:
1. Anggota Unsur Pembantu Pimpinan tingkat Wilayah
2. Wakil Unsur Pembantu Pimpinan tingkat Daerah.
3. Undangan.
74
c. Pada tingkat Daerah:
1. Anggota Unsur Pembantu Pimpinan tingkat Daerah.
2. Wakil Unsur Pembantu Pimpinan tingkat Cabang.
3. Undangan.
d. Pada tingkat Cabang:
1. Anggota Unsur Pembantu Pimpinan tingkat Cabang.
2. Wakil Pimpinan Ranting.
4. Undangan.
(1) Keputusan Rapat Kerja Unsur Pembantu Pimpinan mulai berlaku setelah ditanfidzkan oleh Pimpinan Muhammadiyah yang bersangkutan.
Pasal 34
Pengelolaan Keuangan dan Kekayaan
(1) Seluruh keuangan dan kekayaan Muhammadiyah, termasuk keuangan dan kekayaan Unsur Pembantu Pimpinan, Amal Usaha, dan Organisasi Otonom pada semua tingkat secara hukum milik Pimpinan Pusat.
(2) Pengelolaan keuangan dan kekayaan :
a. Pengelolaan keuangan dalam Muhammadiyah diwujudkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Muhammadiyah
b. Pengelolaan kekayaan dalam Muhammadiyah diwujudkan dalam Jurnal
(3) Ketentuan tentang pengelolaan keuangan dan kekayaan Muhammadiyah ditetapkan oleh Pimpinan Pusat.
Pasal 35
Pengawasan Keuangan dan Kekayaan
(1) Pengawasan keuangan dan kekayaan dilakukan terhadap Pimpinan Muhammadiyah, Unsur Pembantu Pimpinan, Amal Usaha, dan Organisasi Otonom pada semua tingkat.
(2) Ketentuan tentang pengawasan keuangan dan kekayaan Muhammadiyah ditetapkan oleh Pimpinan Pusat.
Pasal 36
Laporan
Laporan terdiri dari:
1. Laporan pertanggungjawaban dibuat oleh Pimpinan Muhammadiyah dan Unsur Pembantu Pimpinan disampaikan kepada Musyawarah Pimpinan, Musyawarah masing-masing tingkat, Tanwir, atau Muktamar.
2. Laporan tahunan tentang perkembangan Muhammadiyah, termasuk laporan Unsur Pembantu Pimpinan dan Organisasi Otonom, dibuat oleh masing-masing Pimpinan dan disampaikan kepada Pimpinan di atasnya untuk dipelajari dan ditindaklanjuti.
3. Pimpinan Amal Usaha membuat laporan tahunan disampaikan kepada Unsur Pembantu Pimpinan dengan tembusan kepada Pimpinan Muhammadiyah untuk dipelajari dan ditindaklanjuti.
75
Pasal 37
Ketentuan Lain-lain
(1) Muhammadiyah menggunakan Tahun Takwim dimulai tanggal 1 Januari dan berakhir tanggal 31 Desember.
(2) Surat-surat resmi Muhammadiyah menggunakan tanggal Hijriyah dan Miladiyah.
(3) a.
1. Di tingkat Pusat oleh Ketua Umum / Ketua bersama Sekretaris Umum / Sekretaris.
2. Di tingkat Wilayah ke bawah ditandatangani oleh Ketua / Wakil Ketua bersama Sekretaris / Wakil Sekretaris.
b. Surat-surat yang bersifat rutin dapat ditandatangani oleh Sekretaris Umum / Sekretaris atau petugas yang ditunjuk
(4) Hal-hal yang belum diatur dalam Anggaran Rumah Tangga ditetapkan oleh Pimpinan Pusat.
Pasal 38
Penutup
(1) Anggaran Rumah Tangga ini telah disahkan dan ditetapkan oleh Muktamar ke-45 yang berlangsung pada tanggal 26 Jumadil Awal s.d. 1 Jumadil Akhir 1426 H bertepatan dengan tanggal 3 s.d. 8 Juli 2005 M. di Malang, dan dinyatakan mulai berlaku sejak ditanfidzkan.
(2) Setelah Anggaran Rumah Tangga ini ditetapkan, Anggaran Rumah Tangga sebelumnya dinyatakan tidak berlaku lagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar